Bantahan Terhadap Hizbut Tahrir Indonesia, Khilafah Islamiyyah?
Ketika kaum muslimin, terkhusus para aktivisnya,
telah menjauhi dan meninggalkan metode dan cara yang ditempuh oleh para
nabi dan generasi Salaful Ummah di dalam mengatasi problematika umat
dalam upaya
mewujudkan Daulah Islamiyyah, tak pelak lagi mereka akan
mengikuti ra`yu dan hawa nafsu. Karena tidak ada lagi setelah Al-Haq
yang datang dari Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu alaihi wa
sallam serta Salaful Ummah, kecuali kesesatan. Sebagaimana firman Allah:فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ إِلاَّ الضَّلاَلُ
“Maka apakah setelah Al-Haq itu kecuali kesesatan?” (Yunus: 32)
Dengan cara yang mereka tempuh ini, justru
mengantarkan umat ini kepada kehancuran dan perpecahan, sebagaimana
firman Allah Ta’ala:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيْمًا فَاتَّبِعُوْهُ وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutlah dia, dan janganlah kalian mengikuti As-Subul (jalan-jalan yang lain), karena jalan-jalan itu menyebabkan kalian tercerai berai dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah Ta’alaepadamu agar kalian bertaqwa.” (Al-An’am: 153)
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيْمًا فَاتَّبِعُوْهُ وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutlah dia, dan janganlah kalian mengikuti As-Subul (jalan-jalan yang lain), karena jalan-jalan itu menyebabkan kalian tercerai berai dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah Ta’alaepadamu agar kalian bertaqwa.” (Al-An’am: 153)
Di antara cara-cara sesat yang mereka tempuh, antara lain:
1. Penyelesaian problem umat melalui jalur politik dengan ikut terjun langsung atau tidak langsung dalam panggung politik dengan berbagai macam alasan untuk membenarkan tindakan mereka.
1. Penyelesaian problem umat melalui jalur politik dengan ikut terjun langsung atau tidak langsung dalam panggung politik dengan berbagai macam alasan untuk membenarkan tindakan mereka.
Di antara mereka ada yang beralasan bahwa tidak
mungkin Daulah Islamiyyah akan terwujud kecuali dengan cara merebut
kekuasaan melalui jalur politik, yaitu dengan memperbanyak perolehan
suara dukungan dan kursi jabatan dalam pemerintahan. Sehingga dengan
banyaknya dukungan dan kursi di pemerintahan, syariat Islam bisa
diterapkan. Walaupun dalam pelaksanaannya, mereka rela untuk mengadopsi
dan menerapkan sistem politik Barat (kufur) yang bertolak belakang
seratus delapan puluh derajat dengan Islam.
Mereka sanggup untuk berdusta dengan menyebarkan
isu-isu negatif terhadap lawan politiknya. Bila perlu, merekapun sanggup
untuk mencampakkan prinsip-prisip Islam yang paling utama dalam rangka
untuk memuluskan ambisi mereka, baik melalui acara ‘kontrak politik’
atau yang semisalnya.(1) Bahkan tidak jarang merekapun sanggup untuk
berdusta atas nama Ulama Ahlus Sunnah dengan mencuplik fatwa-fatwa para
ulama tersebut dan mengaplikasikannya tidak pada tempatnya. Cara ini
lebih banyak dipraktekkan oleh kelompok Al-Ikhwanul Muslimun.
Sebagian kelompok lagi beralasan bahwa melalui
politik ini akan bisa direalisasikan amar ma’ruf nahi munkar kepada
penguasa, yaitu dengan menekan dan memaksa mereka menerapkan hukum
syariat Islam dan meninggalkan segala hukum selain hukum Islam.
Walaupun sepintas lalu mereka tampak ‘menghindarkan diri’ untuk terjun langsung ke panggung politik demokrasi seperti halnya kelompok pertama, namun ternyata mereka menerapkan cara-cara Khawarij di dalam melaksanakan aktivitas politiknya. Yaitu melalui berbagai macam orasi politik yang penuh dengan provokasi, atau dengan berbagai aksi demonstrasi dengan menggiring anak muda-mudi sebagaimana digiringnya gerombolan kambing oleh penggembalanya.
Walaupun sepintas lalu mereka tampak ‘menghindarkan diri’ untuk terjun langsung ke panggung politik demokrasi seperti halnya kelompok pertama, namun ternyata mereka menerapkan cara-cara Khawarij di dalam melaksanakan aktivitas politiknya. Yaitu melalui berbagai macam orasi politik yang penuh dengan provokasi, atau dengan berbagai aksi demonstrasi dengan menggiring anak muda-mudi sebagaimana digiringnya gerombolan kambing oleh penggembalanya.
Kemudian mereka menamakan tindakan-tindakan tersebut
sebagai tindakan kritik dan kontrol serta koreksi terhadap penguasa,
atau terkadang mereka mengistilahkannya dengan amar ma’ruf nahi munkar.
Yang ternyata tindakan mereka tersebut justru mendatangkan kehinaan bagi
kaum muslimin serta ketidakstabilan bagi kehidupan umat Islam, baik
sebagai pribadi muslim ataupun sebagai warga negara di banyak negeri.
Dengan ini, semakin pupuslah harapan terwujudnya Daulah Islamiyyah. Cara
ini lebih banyak dimainkan oleh kelompok Hizbut Tahrir.
Maka Ahlus Sunnah menyatakan kepada mereka, baik
kelompok Al-Ikhwanul Muslimun ataupun Hizbut Tahrir serta semua pihak
yang menempuh cara mereka, tunjukkan kepada umat ini satu saja Daulah
Islamiyyah yang berhasil kalian wujudkan dengan cara yang kalian tempuh
sepanjang sejarah kelompok kalian. Di Mesir kalian telah gagal total,
bahkan harus ditebus dengan dieksekusinya tokoh-tokoh kalian di tiang
gantungan atau ditembak mati, dan semakin suramnya nasib dakwah. Di
Al-Jazair pun ternyata juga pupus bahkan berakhir dengan pertumpahan
darah dan perpecahan.
Atau mungkin kalian akan menyebut Sudan, sebagai
Daulah Islamiyyah yang berhasil kalian dirikan, dimana kalian berhasil
dalam Pemilu di negeri tersebut. Namun apa yang terjadi setelah itu…?
Wakil Presidennya adalah seorang Nashrani, lebih dari 10 orang menteri
di kabinet adalah Nashrani. Atau mungkin kalian menganggap itu sebagai
kesuksesan di panggung politik di negeri Sudan, ketika kalian berhasil
‘mengorbitkan’ salah satu pembesar kalian di negeri tersebut dan
memegang salah satu tampuk kepemimpinan tertinggi di negeri itu, yaitu
Hasan At-Turabi. Apakah orang seperti dia yang kalian banggakan, orang
yang berakidah dan berpemikiran sesat?! Simak salah satu ucapan dia:
“Aku ingin berkata bahwa dalam lingkup daulah yang satu dan perjanjian
yang satu, boleh bagi seorang muslim – sebagaimana boleh pula bagi
seorang Nashrani– untuk mengganti agamanya.”(2)
Kami pun mengatakan kepada kelompok Hizbut Tahrir
dengan pernyataan yang sama. Bagaimana Allah akan memberikan
keberhasilan kepada kalian sementara kalian menempuh cara-cara Khawarij
yang telah dikecam keras oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam
dalam sekian banyak haditsnya?
Dimana prinsip dan dakwah kalian –wahai Hizbut
Tahrir—dibanding manhaj yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wassalam dalam menyampaikan nasehat kepada penguasa, sebagaimana
hadits beliau, dari shahabat ‘Iyadh bin Ghunm: Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wassalam bersabda:
مَنْ أَرَادَ أَنْ يَنْصَحَ لِذِي سُلْطَانِ فَلاَ يُبْدِهِ عَلاَنِيَةً، وَلَكِنْ يَأْخُذُ بِيَدِهِ فَيَخْلُو بِهِ، فَإِنْ قَبِلَ مِنْهُ فَذَاكَ، وَإِلاَّ قَدْ أَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ
“Barangsiapa yang hendak menasehati seorang penguasa, maka jangan dilakukan secara terang-terangan (di tempat umum atau terbuka dan yang semisalnya, pent). Namun hendaknya dia sampaikan kepadanya secara pribadi, jika ia (penguasa itu) menerima nasehat tersebut maka itulah yang diharapkan, namun jika tidak mau menerimanya maka berarti ia telah menunaikan kewajibannya.” (HR. Ahmad, Ibnu Abi ‘Ashim, Al-Baihaqi. Hadits ini dishahihkan oleh Al-Imam Al-Albani di dalam Zhilalul Jannah hadits no. 1096)
مَنْ أَرَادَ أَنْ يَنْصَحَ لِذِي سُلْطَانِ فَلاَ يُبْدِهِ عَلاَنِيَةً، وَلَكِنْ يَأْخُذُ بِيَدِهِ فَيَخْلُو بِهِ، فَإِنْ قَبِلَ مِنْهُ فَذَاكَ، وَإِلاَّ قَدْ أَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ
“Barangsiapa yang hendak menasehati seorang penguasa, maka jangan dilakukan secara terang-terangan (di tempat umum atau terbuka dan yang semisalnya, pent). Namun hendaknya dia sampaikan kepadanya secara pribadi, jika ia (penguasa itu) menerima nasehat tersebut maka itulah yang diharapkan, namun jika tidak mau menerimanya maka berarti ia telah menunaikan kewajibannya.” (HR. Ahmad, Ibnu Abi ‘Ashim, Al-Baihaqi. Hadits ini dishahihkan oleh Al-Imam Al-Albani di dalam Zhilalul Jannah hadits no. 1096)
2. Jenis cara batil yang kedua
adalah melalui tindakan atau gerakan kudeta/revolusi terhadap penguasa
yang sah, dengan alasan mereka telah kafir karena tidak menerapkan
hukum/syariat Islam dalam praktik kenegaraannya.
Kelompok pergerakan ini cenderung menamakan tindakan
teror dan kudeta yang mereka lakukan dengan nama jihad, yang pada
hakekatnya justru tindakan tersebut membuat kabur dan tercemarnya nama
harum jihad itu sendiri. Mereka melakukan pengeboman di tempat-tempat
umum sehingga tak pelak lagi warga sipil menjadi korban. Bahkan tak
jarang di tengah-tengah mereka didapati sebagian umat Islam yang tidak
bersalah dan tidak mengerti apa-apa. Cara-cara seperti ini lebih banyak
diperankan oleh kelompok-kelompok radikal semacam Jamaah Islamiyyah,
demikian juga Usamah bin Laden –salah satu tokoh Khawarij masa kini—
dengan Al-Qaeda-nya beserta para pengikutnya dari kalangan pemuda yang
tidak memiliki bekal ilmu syar’i dan cenderung melandasi sikapnya di
atas emosi. Cara-cara yang mereka lakukan ini merupakan salah satu
bentuk pengaruh pemikiran-pemikiran sesat dari tokoh-tokoh mereka,
seperti:
a. Abul A’la Al-Maududi, di mana dia menyatakan: “…Mungkin telah jelas bagi anda semua dari tulisan-tulisan dan risalah-risalah kita bahwa tujuan kita yang paling tinggi yang kita perjuangkan adalah: MENGADAKAN GERAKAN PENGGULINGAN KEPEMIMPINAN. Dan yang saya maksudkan dengan itu adalah untuk membersihkan dunia ini dari kekotoran para pemimpin yang fasiq dan jahat. Dan dengan itu kita bisa menegakkan imamah yang baik dan terbimbing. Itulah usaha dan perjuangan yang bisa menyampaikan ke sana. Itu adalah cara yang lebih berhasil untuk mencapai keridhaan Allah dan mengharapkan wajah-Nya yang mulia di dunia dan akhirat.” (Al-Ushusul Akhlaqiyyah lil Harakah Al-Islamiyyah, hal. 16)
a. Abul A’la Al-Maududi, di mana dia menyatakan: “…Mungkin telah jelas bagi anda semua dari tulisan-tulisan dan risalah-risalah kita bahwa tujuan kita yang paling tinggi yang kita perjuangkan adalah: MENGADAKAN GERAKAN PENGGULINGAN KEPEMIMPINAN. Dan yang saya maksudkan dengan itu adalah untuk membersihkan dunia ini dari kekotoran para pemimpin yang fasiq dan jahat. Dan dengan itu kita bisa menegakkan imamah yang baik dan terbimbing. Itulah usaha dan perjuangan yang bisa menyampaikan ke sana. Itu adalah cara yang lebih berhasil untuk mencapai keridhaan Allah dan mengharapkan wajah-Nya yang mulia di dunia dan akhirat.” (Al-Ushusul Akhlaqiyyah lil Harakah Al-Islamiyyah, hal. 16)
Al-Maududi juga berkata: “Kalau seseorang ingin
membersihkan bumi ini dan menukar kejahatan dengan kebaikan… tidak cukup
bagi mereka hanya dengan berdakwah mengajak manusia kepada kebaikan dan
mengagungkan ketakwaan kepada Allah serta menyuruh mereka untuk
berakhlak mulia. Tapi mereka harus mengumpulkan beberapa unsur
(kekuatan) manusia yang shalih sebanyak mungkin, kemudian dibentuk
(sebagai suatu kekuatan) untuk merebut kepemimpinan dunia dari
orang-orang yang kini sedang memegangnya dan mengadakan revolusi.”
(Al-Ususul Akhlaqiyah lil Harakah Al-Islamiyyah, hal. 17-18)
b. Sayyid Quthb.
Pernyataan Sayyid Quthb dalam beberapa karyanya yang mengarahkan dan
menggiring umat ini untuk menyikap lingkungan dan masyarakat serta
pemerintahan muslim sebagai lingkungan, masyarakat, dan pemerintahan
yang kafir dan jahiliyah. Pemikiran ini berujung kepada tindakan kudeta
dan penggulingan kekuasaan sebagai bentuk metode penyelesaian problema
umat demi terwujudnya Khilafah Islamiyyah.
Metode berpikir seperti tersebut di atas disuarakan
pula oleh tokoh-tokoh mereka yang lainnya seperti Sa’id Hawwa, Abdullah
‘Azzam, Salman Al-‘Audah, DR. Safar Al-Hawali, dan lain-lain.(3)
Buku-buku dan karya-karya mereka telah tersebar luas
di negeri ini, yang cukup punya andil besar dalam menggiring para pemuda
khususnya untuk berpemikiran radikal serta memilih cara-cara kekerasan
untuk mengatasi problematika umat ini dan menggapai angan yang mereka
canangkan. Maka wajib bagi semua pihak dari kalangan muslimin untuk
berhati-hati dan tidak mengkonsumsi buku fitnah karya tokoh-tokoh
Khawarij.
Demikian juga buku-buku kelompok Syi’ah Rafidhah yang
juga syarat dengan berbagai provokasi kepada umat ini untuk melakukan
berbagai aksi dan tindakan teror terhadap penguasa. Mudah-mudahan Allah
Ta’ala memberikan taufiq-Nya kepada pemerintah kita agar mereka bisa
mencegah peredaran buku-buku sesat dan menyesatkan tersebut di
tengah-tengah umat, demi terwujudnya stabilitas keamanan umat Islam di
negeri ini.
Khilafah Islamiyyah bukan Tujuan Utama Dakwah para Nabi
Dari penjelasan-penjelasan di atas jelas bagi kita, bahwa banyak dari kalangan aktivis pergerakan-pergerakan Islam yang menyatakan bahwa permasalahan Daulah Islamiyyah merupakan permasalahan yang penting, bahkan terpenting dalam masalah agama dan kehidupan.
Dari penjelasan-penjelasan di atas jelas bagi kita, bahwa banyak dari kalangan aktivis pergerakan-pergerakan Islam yang menyatakan bahwa permasalahan Daulah Islamiyyah merupakan permasalahan yang penting, bahkan terpenting dalam masalah agama dan kehidupan.
Dari situ muncul beberapa pertanyaan besar yang harus
diketahui jawabannya oleh setiap muslim, yaitu: Apakah penegakan Daulah
Islamiyyah adalah fardhu ‘ain (kewajiban atas setiap pribadi muslim)
yang harus dipusatkan atau dikosentrasikan pikiran, waktu, dan tenaga
umat ini untuk mewujudkannya? Kemudian: Benarkah bahwa tujuan utama
dakwah para nabi adalah penegakan Daulah Islamiyyah?
Maka untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, mari kita simak penjelasan para ulama besar Islam berikut ini:
Al-Imam Abul Hasan Al-Mawardi berkata di dalam
kitabnya Al-Ahkam As-Sulthaniyah: “…Jika telah pasti tentang wajibnya
(penegakan) Al-Imamah (kepemerintahan/kepemimpinan) maka tingkat
kewajibannya adalah fardhu kifayah, seperti kewajiban jihad dan menuntut
ilmu.” Sebelumnya beliau juga berkata: “Al-Imamah ditegakkan sebagai
sarana untuk melanjutkan khilafatun nubuwwah dalam rangka menjaga agama
dan pengaturan urusan dunia yang penegakannya adalah wajib secara ijma’,
bagi pihak yang berwenang dalam urusan tersebut.” (Al-Ahkam
As-Sulthaniyah, hal. 5-6)
Imamul Haramain menyatakan bahwa permasalahan Al-Imamah merupakan jenis permasalahan furu’. (Al-Ahkam As-Sulthaniyah, hal. 5-6)
Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali berkata: “Maka
anda melihat pernyataan mereka (para ulama) tentang permasalahan
Al-Imamah bahwasanya ia tergolong permasalahan furu’, tidak lebih
sebatas wasilah (sarana) yang berfungsi sebagai pelindung terhadap agama
dan politik (di) dunia, yang dalil tentang kewajibannya masih
diperselisihkan apakah dalil ‘aqli ataukah dalil syar’i…. Bagaimanapun,
jenis permasalahan yang seperti ini kondisinya, yang masih
diperselisihkan tentang posisi dalil yang mewajibkannya, bagaimana
mungkin bisa dikatakan bahwa masalah Al-Imamah ini merupakan puncak
tujuan agama yang paling hakiki?”
Demikian jawaban dari pertanyaan pertama. Adapun
jawaban untuk pertanyaan kedua, mari kita simak penjelasan Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah: “Sesungguhnya pihak-pihak yang
berpendapat bahwa permasalahan Al-Imamah merupakan satu tuntutan yang
paling penting dalam hukum Islam dan merupakan permasalahan umat yang
paling utama (mulia) adalah suatu kedustaan berdasarkan ijma’
(kesepakatan) kaum muslimin, baik dari kalangan Ahlus Sunnah maupun dari
kalangan Syi’ah (itu sendiri). Bahkan pendapat tersebut terkategorikan
sebagai suatu kekufuran, sebab masalah iman kepada Allah dan Rasul-Nya
adalah perma-salahan yang jauh lebih penting daripada perma-salahan
Al-Imamah. Hal ini merupakan permasalahan yang diketahui secara pasti
dalam dienul Islam.” (Minhajus Sunnah An-Nabawiyah, 1/16)
Kemudian, beliau melanjutkan: “…Kalau (seandainya)
demikian (yakni kalau seandainya Al-Imamah merupakan tujuan utama dakwah
para nabi, pent), maka (mestinya) wajib atas Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wassalam untuk menjelaskan (hal ini) kepada umatnya sepeninggal
beliau, sebagaimana beliau telah menjelaskan kepada umat ini tentang
permasalahan shalat, shaum (puasa), zakat, haji, dan telah menentukan
perkara iman dan tauhid kepada Allah Ta’ala serta iman pada hari akhir.
Dan suatu hal yang diketahui bahwa penjelasan tentang Al-Imamah di dalam
Al Qur`an dan As Sunnah tidak seperti penjelasan tentang
perkara-perkara ushul (prinsip) tersebut… Dan juga tentunya Diantara
perkara yang diketahui bahwa suatu tuntutan terpenting dalam agama ini,
maka penjelasannya di dalam Al Qur`an akan jauh lebih besar dibandingkan
masalah-masalah lain. Demikian juga penjelasan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wassalam terntang permasalahan (Al-Imamah) tersebut akan lebih
diutamakan dibandingkan permasalahan-permasalahan lainnya. Sementara Al
Qur`an dipenuhi dengan penyebutan (dalil-dalil) tentang tauhid kepada
Allah Ta’ala, nama-nama dan sifat-sifat-Nya, serta tanda-tanda
kebesaran-Nya, tentang (iman) kepada para malaikat-Nya, kitab-kitab
suci-Nya, para rasul-Nya, dan hari akhir. Dan tentang kisah-kisah (umat
terdahulu), tentang perintah dan larangan, hukum-hukum had dan warisan.
Sangat berbeda sekali dengan permasalahan Al-Imamah. Bagaimana mungkin
Al Qur`an akan dipenuhi dengan selain permasalahan-permasalahan yang
penting dan mulia?” (Minhajus Sunnah An-Nabawiyah, 1/16)
Setelah kita membaca penjelasan ilmiah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di atas, lalu coba kita bandingkan dengan ucapan Al-Maududi, yang menyatakan bahwa:
1. Permasalahan Al-Imamah adalah inti permasalahan dalam kehidupan kemanusiaan dan merupakan pokok dasar dan paling mendasar.
2. Puncak tujuan agama yang paling hakiki adalah penegakan struktur Al-Imamah (kepemerintahan) yang shalihah dan rasyidah.
3. (Permasalahan Al-Imamah) adalah tujuan utama tugas para nabi.
Menanggapi hal itu, Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali hafizhahullah berkata: “Sesungguhnya permasalahan yang terpenting adalah permasalahan yang dibawa oleh seluruh para nabi –alaihimush shalatu was salaam- yaitu permasalahan tauhid dan iman, sebagaimana telah Allah simpulkan dalam firman-Nya:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِيْ كُلِّ أُمَّةٍ رَسُوْلاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَ
“Dan sesungguhnya telah Kami utus pada tiap-tiap umat seorang rasul (dengan tugas menyeru) beribadahlah kalian kepada Allah (saja) dan jauhilah oleh kalian thagut.” (An-Nahl: 36)
1. Permasalahan Al-Imamah adalah inti permasalahan dalam kehidupan kemanusiaan dan merupakan pokok dasar dan paling mendasar.
2. Puncak tujuan agama yang paling hakiki adalah penegakan struktur Al-Imamah (kepemerintahan) yang shalihah dan rasyidah.
3. (Permasalahan Al-Imamah) adalah tujuan utama tugas para nabi.
Menanggapi hal itu, Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali hafizhahullah berkata: “Sesungguhnya permasalahan yang terpenting adalah permasalahan yang dibawa oleh seluruh para nabi –alaihimush shalatu was salaam- yaitu permasalahan tauhid dan iman, sebagaimana telah Allah simpulkan dalam firman-Nya:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِيْ كُلِّ أُمَّةٍ رَسُوْلاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَ
“Dan sesungguhnya telah Kami utus pada tiap-tiap umat seorang rasul (dengan tugas menyeru) beribadahlah kalian kepada Allah (saja) dan jauhilah oleh kalian thagut.” (An-Nahl: 36)
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُوْلٍ إِلاَّ نُوْحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدُوْنِ
“Tidaklah Kami utus sebelummu seorang rasul-pun kecuali pasti kami wahyukan kepadanya: Sesungguhnya tidak ada yang berhak untuk diibadahi kecuali Aku, maka beribadahlah kalian semuanya (hanya) kepada-Ku.” (Al-Anbiya`: 25)
“Tidaklah Kami utus sebelummu seorang rasul-pun kecuali pasti kami wahyukan kepadanya: Sesungguhnya tidak ada yang berhak untuk diibadahi kecuali Aku, maka beribadahlah kalian semuanya (hanya) kepada-Ku.” (Al-Anbiya`: 25)
وَلَقَدْ أُوْحَي إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِيْنَ مِنْ
قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُوْنَنَّ مِنَ
الْخَاسِرِيْنَ
“Sungguh telah kami wahyukan kepadamu dan kepada (para nabi) yang sebelummu (bahwa) jika engkau berbuat syirik niscaya akan batal seluruh amalanmu dan niscaya engkau akan termasuk orang-orang yang merugi.” (Az-Zumar: 65)
“Sungguh telah kami wahyukan kepadamu dan kepada (para nabi) yang sebelummu (bahwa) jika engkau berbuat syirik niscaya akan batal seluruh amalanmu dan niscaya engkau akan termasuk orang-orang yang merugi.” (Az-Zumar: 65)
Inilah permasalahan yang terpenting yang karenanya
terjadi permusuhan antara para nabi dengan umat mereka, dan karenanya
ditenggelamkan pihak-pihak yang telah ditenggelamkan… Dan sesungguhnya
puncak tujuan agama yang paling hakiki dan tujuan penciptaan jin dan
manusia, serta tujuan diutusnya para Rasul, dan diturunkannya
kitab-kitab suci adalah peribadatan kepada Allah (tauhid), serta
pemurnian agama hanya untuk-Nya. Sebagaimana firman Allah:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُيْنِ
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56)
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُيْنِ
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56)
الر، كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آيَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِنْ
لَدُنْ حَكِيْمٍ خَبِيْرٍ. أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلاَّ اللهَ إِنَّنِي
لَكُمْ مِنْهُ نَذِيْرٌ وَبَشِيْرٌ
“Aliif Laam Raa. (Inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu. Agar kalian tidak beribadah kecuali kepada Allah. Sesungguhnya aku (Muhammad) adalah pemberi peringatan dan pembawa kabar gembira kepadamu daripada-Nya.” (Hud: 1-2)
“Aliif Laam Raa. (Inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu. Agar kalian tidak beribadah kecuali kepada Allah. Sesungguhnya aku (Muhammad) adalah pemberi peringatan dan pembawa kabar gembira kepadamu daripada-Nya.” (Hud: 1-2)
Demikian tulisan ini kami sajikan sebagai bentuk
nasihat bagi seluruh kaum muslimin. Semoga Allah memberikan taufik dan
hidayah-Nya kepada kita semua. Wallahu a’lam bish-shawab.
Footnote:
1. Untuk lebih jelasnya tentang berbagai sepak terjang mereka yang menyimpang dalam politik, pembaca bisa membaca kitab Madarikun Nazhar fi As-Siyasah karya Asy-Syaikh Abdul Malik Ramadhani; dan kitab Tanwiiruzh Zhulumat bi Kasyfi Mafasidi wa Syubuhati Al-Intikhabaat oleh Asy-Syaikh Abu Nashr Muhammad bin Abdullah Al-Imam.
2. Ucapan ini dinyatakan di Universitas Khurthum, seperti dinukil oleh Ahmad bin Malik dalam Ash-Sharimul Maslul fi Raddi ‘ala At-Turabi Syaatimir Rasul, hal 12.
3. Tiga tokoh terakhir ini yang banyak berpengaruh dan sangat dikagumi oleh seorang teroris muda berasal dari Indonesia, bernama Imam Samudra.
1. Untuk lebih jelasnya tentang berbagai sepak terjang mereka yang menyimpang dalam politik, pembaca bisa membaca kitab Madarikun Nazhar fi As-Siyasah karya Asy-Syaikh Abdul Malik Ramadhani; dan kitab Tanwiiruzh Zhulumat bi Kasyfi Mafasidi wa Syubuhati Al-Intikhabaat oleh Asy-Syaikh Abu Nashr Muhammad bin Abdullah Al-Imam.
2. Ucapan ini dinyatakan di Universitas Khurthum, seperti dinukil oleh Ahmad bin Malik dalam Ash-Sharimul Maslul fi Raddi ‘ala At-Turabi Syaatimir Rasul, hal 12.
3. Tiga tokoh terakhir ini yang banyak berpengaruh dan sangat dikagumi oleh seorang teroris muda berasal dari Indonesia, bernama Imam Samudra.
Penulis: Ustadz Lukman Ba'abduh
Dipublikasikan oleh: Muhammad Abdurrahman Al Amiry
Anda diperkenankan untuk menyebarkan, re-publikasi, copy-paste atau mencetak artikel yang ada di al-amiry.blogspot.com dengan menyertakan al-amiry.blogspot.com sebagai sumber artikel

0 komentar:
Posting Komentar