Hukum Jual Beli Kredit
Di antara persoalan penting namun kurang diperhatikan oleh kalangan umat islam baik yang pintar apalagi yang awam adalah masalah halal dan haram serta syubuhat saat mencari rizqi. Padahal masalah ini adalah
Dari Abu Huroiroh berkata :
“Rosululloh
bersabda :
إن الله طيب لا يقبل إلا طيبا و إن الله أمر المؤمنين بما أمر به المرسلين
فقال :
“Sesungguhnya
Alloh itu Maha baik dan hanya menerima yang baik-baik saja. Sesungguhnya Alloh
memerintahkan kaum mu’minin sebagaimana Alloh memerintahkan para rosul :
“Wahai para rosul,
makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang sholeh.
Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
(QS. Al Mu’minun :
51)
Alloh juga berfirman :
“Hai orang-orang
yang beriman, makanlah diantara rizki yang baik-baik yang Kami berikan
kepadamu.”
(QS. Al Baqoroh : 172)
Kemudian Rosululloh menyebutkan kisah seorang laki-laki yang
berambut kusut, penuh debu, menengadahkan tangannya ke langit sambil berkata :
“Ya Robbi, Ya Robbi.” Namun makanannya haram. Minumannya haram dan tumbuh dari
makanan yang haram, bagaimana mungkin do’anya akan dikabulkan ?.” (HR. Muslim
1015, Turmudli 2989, Ad Darimi 2817)
Jual beli sistem kredit datang menyeruak diantara segala
sistem bisnis yang ada. Sistem ini mulai diminati banyak kalangan, karena
rata-rata manusia itu kalangan menengah ke bawah, yang mana kadang-kadang
mereka terdesak untuk membeli barang tertentu yang tidak bisa dia beli dengan
kontan, maka kredit adalah pilihan yang mungkin dirasa tepat. Namun ada sebuah
pertanyaan besar yang muncul, yaitu apa hukum jual beli kredit secara islam,
halalkah atau haram ? kalau halal lalu bagaimana aturannya dan kode etiknya
baik bagi penjual maupun bagi pembeli ?
Inilah yang ingin saya bahas pada tulisan ini, saya mohon
kepada Alloh agar memberi petunjuk kepada kita semua agar semua kreatiftas kita
agar sesuai dengan jalan Nya. Amin
Pengertian jual beli kredit (1)
Jual beli dalam pengertian istilah adalah pertukaran harta
dengan harta untuk tujuan memiliki dengan ucapan ataupun perbuatan. (Lihat
Taisir Allam oleh Syaikh Ali Bassam 2/232)
Adapun kredit yang dalam bahasa arab disebut تقسيط dalam pengertian
bahasa adalah bagian, jatah atau membagi-bagi (Lihat Al Qomus Al Muhith hal :
881 dan lisanul arab Imam Ibnu;l Mandzur hal : 3626)
Dalam Mu’jamul Wasith 2/140 dikatakan : “Mengkredit hutang
artinya adalah membayar hutang tersebut dengan cicilan yang sama pada beberapa
waktu yang ditentukan.”
Adapun pengertian jual beli kredit secara istilah adalah
menjual sesuatu dengan pembayaran tertunda, dengan cara memberikan cicilan
dalam jumlah-jumlah tertentu dalam beberapa waktu secara tertentu, lebih mahal
dari harga kontan (2).
Atau mungkin bisa dikatakan bahwa jual beli kredit adalah :
“Pembayaran secara tertunda dan dalam bentuk cicilan dalam
waktu-waktu yang ditentukan.”
Yang dhohir -Wallohu A’lam- bahwa definisi yang kedua lah
yang lebih tepat karena inti dari jual beli kredit adalah pembayaran yang
tertunda dengan cara cicilan, bisa dengan adanya tambahan harga ataupun tidak,
meskipun memang biasanya jual beli kredit itu memang dengan adanya tambahan
harga dari yang kontan.
Hukum Jual beli kredit
Para ulama’ berbeda pendapat mengenai hukum jual beli kredit
yang ada pada zaman ini menjadi dua pendapat, yatu :
1. Jual beli kredit di haramkan
Diantara yang berpendapat demikian dari kalangan ulama’
kontemporer adalah Imam Al Albani yang beliau cantumkan dalam banyak kitabnya,
diantaranya Silsilah Ahadits Ash Shohihah 5/419-427 juga murid beliau Syaikh
Salim Al Hilali dalam Mausu’ah Al Manahi Asy Syar’iyah 2/221 dan juga lainnya.
Mereka berhujjah dengan beberapa dalil berikut :
عن أبي هريرة رضي الله عنه عن رسول الله صلى الله عليه و سلم : ” أنه
نهى عن بيعتين في بيعة
Dari Abu Huroiroh
dari Rosululloh bahwasannya beliau melarang dua transaksi jual beli dalam satu
transaksi jual beli.”
(HR. Turmudli
1331, Nasa’I 7/29, Amad 2/432, Ibnu Hibban 4973 dengan sanad hasan)
Dalam riwayat
lainnya dengan lafadl : “Barang siapa yang melakukan dua transaksi jual beli
dalam satu transaksi jual beli, maka dia harus mengambil harga yang paling
rendah, kalau tidak akan terjerumus pada riba.”
(HR. Abu Dawud
3461, Hakim 2/45 dengan sanad hasan)
Hadits yang senada juga datang dari Abdulloh bin Amr bin Ash
dan Abdulloh bin mas’ud dan lainnya . Lihat Irwa’ul Gholil oleh Imam Al Albani
no : 1307.
Tafsir dari larangan Rosululloh “Dua transaksi jual beli
daam satu transaksi” adalah ucapan seorang penjual atau pembeli : “Barang ini
kalau tunai harganya segini sedangkan kalau kredit maka harganya segitu.”
Penafsiran ini datang dari banyak ulama’, yaitu :
Sammak bin Harb, salah seorang perowi hadits ini, Abdul
Wahhab bin Atho’, Ibnu Sirin, Thowus, Sufyan Ats Tsauri, Al Auza’i, Ibnu
Qutaibah, Nasa’i, Ibnu Hibban.
Berkata Syaikh Salim Al Hilali :
“Penafsiran ini
adalah yang paling shohih, karena sebab berikut :
Bahwasanya
tafsir seorang perwi hadits itu lebih didahulukan daripada lainnya.
Ini adalah
yang difahami oleh kebanyakan ulama’ dari kalangan ahli hadits.
Ini juga yang
difahami oleh para uilama’ bahasa dan ulama’ tabi’in.
(Lihat Al Manahi
Asy Syariyah 2/221-222)
Dari sini, maka dapat disimpulkan bahwa ucapan seseorang :
“Saya jual barang ini padamu kalau kontan harganya sekian dan kalau ditunda
pembayarannya harganya sekian.” Adalah sistem jual beli yang saat ini dikenal
dengan nama jual beli kredit. (Lihat juga Silsilah Ash Shohihah Imam Al Albani
4/422)
2. Jual beli kredit diperbolehkan
Adapun pendapat yang kedua mengatakan bahwa jual beli kredit
diperbolehkan, diantara yang berpendapat demikian dikalangan para ulama’ adalah
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnul Qoyyim, Syaikh Abdul Aziz bin Baz,
Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin, Syaikh Al Jibrin dan lainnya. Namun
kebolehan jual beli ini menurut para ulama’ yang memperbolehkannya harus
memenuhi beberapa syarat tertentu yang insya Alloh kita sebutkan di belakang.
Mereka berhujjah dengan beberapa dalil berikut yang bisa
diklasifikasikan menjadi beberapa bagian :
Pertama :
Dalil-dalil yang memperbolehkan jual beli dengan pembayaran
tertunda.
Firman Alloh
Ta’ala :
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya…”
(QS. Al
Baqoroh : 272)
Ibnu Abbas
menjelaskan : “Ayat ini diturunkan berkaitan dengan jual beli As Salam (3)
saja.”
Imam Al Qurthubi
menerangkan :
“Artinya,
kebiasaan masyarakat Madinah melakukan jual beli salam adalah penyebab turunnya
ayat ini, namun kemudian ayat ini berlaku untuk segala bentuk pinjam meminjam
berdasarkan ijma’ ulama’.”
(Lihat Tafsir
Al Qurthubi 3/243)
Hadits Rosululloh
:
عن عائشة رضي الله عنها أن رسول الله صلى الله عليه
و سلم اشترى من يهودي طعاما إلى أجل ,و رهنه درعا من حديد
“Dari Aisyah
berkata : “Sesungguhnya Rosululloh membeli makanan dari seorang yahudi dengan
pembayaran tertunda. Beliau memberikan baju besi beliau kepada orang tersebut
sebagai gadai
(HR. Bukhori
2068, Muslim 1603)
Hadits ini tegas
bahwa Rosululloh mendapatkan barang kontan namun pembayarannya tertunda.
Kedua :
Dalil-dalil yang menunjukkan dibolehkannya memberikan
tambahan harga karena penundaan pembayaran atau karena penyicilan.
Firman Alloh
Ta’ala :
“Wahai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang
bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka
diantara kamu.”
(QS. An Nisa’
: 29)
Kemumuman ayat ini
mencakup jual beli kontan dan kredit, maka selagi jual beli kredit dilakukan
dengan suka sama suka maka masuk dalam apa yang diperbolehkan dalam ayat ini.
Hadits Rosululloh
:
عن عبد الله بن عباس رضي الله عنهما قال : قدم رسول
الله صلى الله عليه وسلم المدينة والناس يسلفون في الثمر العام والعامين فقال : من
سلف في تمر فليسلف في كيل معلوم ووزن معلوم إلى أجل معلوم
Dari Abdulloh
bin Abbas berkata : “Rosululloh dartang ke kota Madinah, dan saat itu penduduk
Madinah melakukan jual beli buah-buahan dengan cara salam dalam jangka satu
atau dua tahun, maka beliau bersabda : “Barang siapa yang jual beli salam maka
hendaklah dalam takaran yang jelas, timbangan yang jelas sampai waktu yang
jelas.”
(HR. Bukhori
2241, Muslim 1604)
Pengambilan dalil
dari hadits ini, bahwa Rosululloh membolehkan jual beli salam asalkan takaran
dan timbangan serta waktu pembayarannya jelas, padahal biasanya dalam jual beli
salam uang untuk membeli itu lebih sedikit daripada kalau beli langsung ada
barangnya. Maka begitu pula dengan jual beli kredit yang merupakan kebalikannya
yaitu barang dahulu dan uang belakangan meskipun lebih banyak dari harga
kontan.
Hadits Bariroh :
عن عائشة رضي الله عنهه قالت : أن بريرة جاءت عائشة
تستعينها في كتابتها ولم تكن قضت من كتابتها شيئا فقالت لها عائشة : ارجعي إلى أهلك
فإن أحبوا أن أقضي عنك كتابتك ويكون ولاؤك لي فعلت, فذكرت ذلك بريرة لأهلها فأبوا وقالوا
إن شاءت أن تحتسب عليك فلتفعل ويكون لنا ولاؤك فذكرت ذلك لرسول الله صلى الله عليه
وسلم فقال لها رسول الله صلى الله عليه وسلم : ابتاعي فأعتقي فإنما الولاء لمن أعتق
ثم قام رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال ما بال أناس يشترطون شروطا ليست في كتاب
الله من اشترط شرطا ليس في كتاب الله فليس له وان شرط مائة مرة شرط الله أحق وأوثق
Dari Aisyah
berkata : “Sesungguhnya Bariroh datang kepadanya minta tolong untuk pelunasan
tebusannya, sedangkan dia belum membayarnya sama sekali, Maka Aisyah berkata
padanya : “Pulanglah ke keluargamu, kalau mereka ingin agar saya bayar
tebusanmu namun wala’mu menjadi milikku maka akan saya lakukan.” Maka Bariroh
menyebutkan hal ini pada mereka, namun mereka enggan melakukannya, malah mereka
berkata : “Kalau Aisyah berkehendak untuk membebaskanmu dengan hanya
mengharapkan pahala saja, maka bisa saja dia lakukan, namun wala’mu tetap pada
kami.” Maka Aisyah pun menyebutkan hal ini pada Rosululloh dan beliu pun
bersabda : “Belilah dia dan merdekakanlah karena wala’ itu kepunyaan yang
memerdekakan.”
Dalam sebuah riwayat yang lain : “Bariroh
berkata : “Saya menebus diriku dengan membayar 9 uqiyah, setiap tahun saya
membayar satu uqiyah.”
(HR. Bukhori
2169, Muslim 1504)
Segi pengambilan
dalil : Dalam hadist ini jelas bahwa Bariroh membayarnya dengan mengkredit
karena dia membayar sembilan uqiyah yang dibayar selama sembilan tahun, satu
tahunnya sebanyak satu uqiyah.
Ketiga :
Dalil Ijma’
Sebagian Ulama’ mengklaim bahwa dibolehkannya jual beli
dengan kredit dengan perbedaan harga adalah kesepakatan para ulama’. Di antara
mereka adalah :
1. Syaikh Bin Baz saat menjawab pertanyaan tentang hukum
menjual karung gula dan sejenisnya seharga 150 real secara kredit, yang
nilainya sama dengan 100 real tunai. Maka beliau menjawab :
“Transaksi seperti
ini boleh-boleh saja, karena jual beli kontan tidak sama dengan jual beli
berjangka. Kaum muslimin sudah terbiasa melakukannya sehingga menjadi ijma’
dari mereka atas diperbolehkannya jual beli seperti itu. Sebagian ulama’ memang
berpendapat aneh dengan melarang pemanmbahan harga karena pembayaran berjangka,
mereka mengira bahwa itu termasuk riba. Pendapat ini tidak ada dasarnya, karena
transaksi seperti itu tidak mengandung riba sedikitpun.”
(Lihat Ahkamul
Fiqh oleh Syaikh Abduloh Al Jarulloh hal : 57-58)
2. Syaikh Muhammad Sholih Al Utsaimin
Beliau berkata dalam Al Mudayanah hal : 4 :
“Macam-macam
hutang piutang :
seseorang
membutuhkan untuk membeli barang namun dia tidak mempunyai uang kontan, maka
dia membelinya dengan pembayaran tertunda dalam tempo tertentu namun dengan
adanya tambahan harga dari harga kontan. Ini diperbolehkan. Misalnya :
Seseorang membeli rumah untuk ditempati atau untuk disewakan seharga 10.000
real sampai tahun depan, yang mana seandainya dijual kontan akan seharga 9.000
real, atau seseorang membeli mobil baik untuk dipakai sendiri atau disewakan
seharga 10.000 real sampai tahun depan, yang mana harga kontannya adalah 9.000
real. Masalah ini tercakup dalam firman Alloh Ta’ala :
“Wahai orang-orang
yang beriman, apabila kalian berhutang piutang sampai waktu tertentu, maka
catatlah.”
(QS. Al
Baqoroh : 282)
Seseorang
membeli barang dengan pembayaran tertunda sampai waktu tertentu dengan tujuan
untuk memperdagangkannya. Misal seseorang membeli gandum dengan pembayaran
tertunda dan lebih banyak dari harga kontan untuk menjualnya lagi ke luar
negeri atau untuk menunggu naiknya harga atau lainnya, maka ini diperbolehkan
karena juga tercakup dalam ayat terdahulu. Dan telah berkata Syaikhul islam
Ibnu Taimiyah tentang dua bentuk ini adalah diperbolehkan berdasarkan Al Kitab,
as sunnah dan kesepakatan ulama’ (4)
(Lihat Majmu’
Fatawa 29/499).”
Syaikh Utsaimin berkata selanjutnya :
“Tidak dibedakan
apakah pembayaran tertunda ini dilakukan sekaligus ataukah dengan cara menyicil
atau ngangsur. semacam kalau penjual berkata : “Saya jual barang ini kepadamu
dan engkau bayar setiap bulan sekian …”
(Lihat Al
Mudayanah hal : 5)
Keempat :
Dalil qiyas
Sebagaimana yang telah lewat bahwasannya jual beli kredit
ini dikiaskan dengan jual beli salam yang dengan tegas diperbolehkan
Rosululloh, karena ada persamaan, yaitu sama-sama tertunda. hanya saja jual
beli salam barangnya yang tertunda, sedangkan kredit uangnya yang tertunda.
Juga dalam jual beli salam tidak sama dengan harga kontan seperti kredit juga
hanya bedanya salam lebih murah sedangkan kredit lebih mahal.
Kelima :
Dalil Maslahat
Jual beli kedit ini mengandung maslahat baik bagi penjual
maupun bagi pembeli. Karena pembeli bisa mengambil keuntungan dengan ringannya
pembayaran karena bisa diangsur dalam jangka waktu tertentu dan penjual bisa
mengambil keuntungan dengan naiknya harga, dan ini tidak bertentangan dengan
tujuan syariat yang memang didasarkan pada kemaslahatan ummat. Berkata Syaikh
Bin Baz disela-sela jawaban beliau mengenai jual beli kredit :
“Karena seorang
pedagang yang menjual barangnya secara berjangka pembayarannya setuju dengan
cara tersebut sebab ia akan mendapatkan tambahan harga dengan penundaan
tersebut. Sementara pembeli senang karena pembayarannya diperlambat dan karena
ia tidak mampu mambayar kontan , sehingga keduanya mendapatkan keuntungan.”
(Ahmkamul Ba’I
disusun oleh Syaikh Jarulloh hal : 58)
Pendapat yang rajih
Dari pemaparan kedua madzhab diatas dapat ditarik garis
kesimpulan bahwa letak permasalah hukum jual beli kredit ini terletak pada
apakah hal ini masuk dalam larangan dua transaksi jual beli dalam satu
transaksi jual beli.” Ataukah tidak ? dalam arti lain apakah ada penambahan
harga sebagai konsekwensi dari ditundanya pembayaran, ataukah tidak ?
Oleh karena itu kalau ada sebuah kredit yang tidak adanya
perubahan harga dari kontannya maka keluar dari pembahasan ini, dan hukumnya
jelas kehalalannya. Wallohu a’lam
Yang Jadi perbincangan dikalangan ulama’ adalah kredit yang
berbeda harga dengan seandainya dibayar kontan.
Yang nampak bagi kami –Wallohu a’lam- bahwasannya yang rojih
adalah madzab yang kedua yang mengatakan bahwa jual beli kredit dibolehkan,
namun tetap dengan berbagai syarat dan ketentuan yang insya Alloh kita sebutkan
dibelakang. Hal ini karena hadits diatas bukan merupakan nash tentang
diharamkannya jual beli kredit, karena para ulama’ masih berselisih tajam
mengenai arti dari lafadl “Dua transaksi dalam satu transaksi.” Padahal sudah
maklum dalam kaedah hukum muamalah bahwa pada dasarnya semua bentuk muamalah
halal kecuali kalau ada yang menghalalkan. (Lihat I’lamul Muwaqqi’in oleh Imam
Ibnul Qoyyim 1/344)
Sanggahan terhadap para ulama’ yang mengharamkannya
Hadist tentang larangan dua transaksi jual beli dalam satu
transaksi jual beli sama sekali tidak bisa dibawa dalam masalah ini, karena
seorang penjual kalau mengatakan : “Saya menjual barang ini kalau tunai dengan
harga Rp 100.000,- misalnya sedangkan kalau dibayar sampai tahun depan dengan
harga Rp 120.000,-.”
Maka ini ada dua kemungkinan :
Saat masih tawar
menawar, maksudnya saat pembeli masih menimbang-nimbang apakah dia memilih yang
tunai ataukah yang tahun depan, maka ini adalah proses tawar menawar. Dan sudah
maklum bahwa proses tawar menawar bukan jual beli.
Kalau kemudian
pembeli mengatakan : “Saya membelinya dengan Rp 120.000,- sampai tahun depan,
setiap bulannya insya Alloh akan saya bayar 10.000,-, maka ini adalah satu
transaksi jual beli bukan dua.
Lalu yang jadi pertanyaan, bahwa mana dari proses ini yang
bisa disebut dua transaksi dalam satu transaksi ?
Berkata Imam Ibnul Qoyyim Al Jauziyah :
“Sungguh amat jauh
sekali bila hadits tersebut ditafsirkan telah mengindikasikan jual beli secara
kredit seratus dan secara tunai lima puluh dinar misalkan, karena jual beli
seperti ini tidak mengandung riba, tidak ada unsur manipulasi, tidak ada unsur
perjudian dan dan tidak mengandung unsur-unsur yang merusak. Penjual bisa
memberi pilihan harga yang mana saja yang dia kehendaki. Itu tidak lebih
mustahil daripada memberikan pilihan selama tiga hari untuk menyepakati atau
tidak menyepakati jual beli tersebut.”
(Lihat I’lamul
Muwaqqi’in 3/150)
Adapun penafsiran Sammak bin Harb, dikomentari oleh Imam
Ibnul Qoyyim :
“Penafsiran ini
lemah, karena tidak ada riba dalam bentuk semacam ini, dan transaksi itu tidak
mengandung dua transaksi, tetapi hanya satu transaksi saja dengan salah satu
dari dua harga.”
(Lihat Tahdzib
Sunan Abi Dawud 9/237)
Sekarang mari kita lihat penafsiran para ulama’ tentang
hadits Abu Huroiroh tersebut:
Berkata Imam Turmudli :
“Itulah yang
menjadi amalan para ulama’. Sebagian para ulama’ bahkan menafsirkan bahwa yang
disebut sebagai dua jual beli dalam satu jual beli adalah seperti yang
mengatakan : “Saya menjual baju ini kepada anda dengan harga sepuluh dinar
tunai, atau dua puluh dinar dengan pembayaran tertunda.” Sementara hingga
mereka berpisah, mereka tidak mengambil salah satu dari dua transaksi tersebut.
Kalau si pembeli mengambil salah satu transaksi itu saja saat berpisah, maka
hukumnya mubah, yakni bila transaksi hanya berlaku untuk salah satu dari jual
beli tersebut.”
(Sunan Tirmidli
3/524)
Imam Ath Thobroni dalam Ikhtilaful Fuqoha’ hal : 32-33
menukil madzhab Abu Hanifah dan sahabat beliau :
“Kalau seserang
menjual sesuau kepada orang lain dua waktu pembayaran, lalu mereka berpisah
dengan transaksi tersebut, maka hukumnya tidak boleh. Karena penentuan dua
waktu pembayaran tersebut pasti menyebabkan adanya dua harga pembayaran. Namun
kalau sekedar dikatakan : “Secara kontan sekian, dan dengan pembayaram tertunda
sekian.” Lalu transaksi dilakukan dengan satu dari dua pilihan tersebut,
hukumnya boleh. Dari Al Juzjani, dari Muhammad dan ini juga pendapat Abu
Tsaur.”
Imam Al Khothobi berkata :
“Penafsiran
tentang larangan dua jual beli dalam satu jual beli memiliki dua sudut pandang:
pertama :
Seseorang yang berkata : saya menjual pakaian ini kepada anda seharga sepuluh
dinar kontan dan lima belas dinar kredit.” Bentuk semacam ini tidak
diperbolehkan, karena tidak diketahui mana harga yang dipilih oleh pembeli dan
transaksi mana yang dilakukan. Kalau harga tidak diketahui, jual beli otomatis
batal.
Kedua : Orang
yang berkata : saya menjual budak ini kepada anda seharga dua puluh dinar
dengan syarat anda menjual budak wanita anda kepada saya seharga sepuluh
dinar.” Jual beli seperti ini jelas rusak.
Adapun apabila
seseorang menjual dua barang dengan satu harga, seperti menjual sebuah rumah
plus sepotong pakaian, hukumnya mubah saja. Bukan termasuk dua jual beli dalam
satu jual beli.
Kemudian beliau
menukil beberapa riwayat dari ulama’ lain lalu berkata : “Tapi kalau
diselesaikan dengan satu transaksi saja, hukumnya sah, tidak ada perbedaan
pendapat dalam hal ini.”
(Ma’alalimus sunan
9/238)
Dan masih banyak lagi perkataan para ulama’ yang senada
dengan diatas. Lihat Al Mughni Ibnu Qudamah 6/333, Nailul Author Syaukani
5/151-153, Syarhus sunnah Al Baghowi 8/143 dan lainnya.
Fatwa para ulama’ seputar jual beli kredit
Ini adalah nukilan pendapat fuqoha’ madhab empat juga para
ulama’ kontemporer mengenai masalah ini :
Fiqh Hanafiyah
Harga bisa dinaikkan karena penundaan waktu. Penjualan
kontan dengan kredit tidak bisa disamakan. Karena yang ada pada saat ini lebih
bernilai dari pada yang belum ada. Pembayaran kontan lebih baik dari pada
pembayaran berjangka. (Lihat Badai’ush Shona’I 5/187)
Dalam Hasyiyah Ibnu Abidin 5/142 : “Bisa saja harga
ditambahkan karena penundaan pembayaran.”
Fiqh Malikiyah
Berkata Imam Asy Syathibi :
“Penundaan salah
satu alat tukar bisa menyebabkan pertambahan harga.”
(Lihat Al
Muwafaqot 4/41)
Imam Az Zarqoni menegaskan :
“Karena perputaran
waktu memang memiliki bagian nilai, sedikit atau banyak, tentu berbeda pula
nilainya.
(Lihat Hasyiyah Az
Zarqoni 3/165)
Fiqh Syafi’iyah
Imam Asy Syirozi berkata :
“Kalau seseorang
membeli sesuatu dengan pembayaran tertunda, tidak perlu diberitahu harga
kontannya, karena penundaan pembayaran memang memiliki nilai tersendiri.”
(Lihat Al Majmu An Nawawi 13/16)
Fiqh Hanbali
Imam Ibnu Taimiyah berkata :
“Putaran waktu
memang memiliki jatah harga.”
(Majmu’ Fatawa
19/449)
Lajnah Daimah tatkala ditanya tentang seseorang yang menjual
mobil dengan sistem kredit yang dengan tertundanya pembayaran akan ada tambahan
harga, namun juga akan semakin bertambah dengan semakin mundurnya pembayaran
dari waktu yang telah ditentukan. Apakah transaksi ini boleh ataukah tidak ?
Jawab :
Jika menjual mobil tersebut dengan sistem kredit, dilakukan
dengan harga yang jelas, sampai waktu yang jelas, yang tidak ditambah harga
lagi kalau membayarnya lebih dari batas waktu yang ditentukan, maka transaksi
itu tidak mengapa. Sebagaimana firman Alloh Ta’ala : “Wahai orang-orang yang
beriman, apabila kalian berhutang sampai waktu tertentu, maka tulislah.” Juga
yang telah shohih dari Rosululloh bahwasannya beliau pernah membeli sesuatu
sampai waktu tertentu. Adapun kalau si kreditor itu harus menambah harga
apabila terlambat membayarnya dari waktu yang ditentukan, maka hal ini tidak
diperbolehkan dengan kesepakatan ummat islam, karena itulah riba jahiliah yang
dilarang oleh Al Qur’an, yaitu ucapan mereka kepada yang berhutang padanya :
“Kamu mungkin bisa melunasi hutang itu atau kamu tambah lagi bayarannya.”
(Lihat Fatwa Lajnah Daimah 13/154)
Beberapa hal yang berkaitan dengan jual beli kredit
Ada beberapa hal yang erat kaitannya dengan jual beli
kredit, kita sebutkan yang kami anggap paling penting :
Jual beli kredit
harus dengan barang dan harga yang jelas serta waktu pembayaran yang jelas.
Sebagaimana nash
Rosululloh dalam masalah salam :
“Barang siapa
yang jual beli salam maka hendaklah dalam takaran yang jelas, timbangan yang
jelas sampai waktu yang jelas.”
(HR. Bukhori 2241,
Muslim 1604)
Kalau tidak ada
kejelasan dalam sistem kredit, maka transaksi menjadi haram karena ada unsur
jahalah (ketidak jelasan dalam sebuah transaksi) (Lihat fatwa lajnah Daimah
13/154)
Bila si pembeli
tidak bisa melunasi ?
عن عمرو بن الشريد عن أبيه قا : قال رسول الله صلى
الله عليه و سلم : “لي الواجد يحل عرضه و عقوبته
Dari Amr bin
Syarid dari bapaknya berkata : “Rosululloh bersabda : “Orang kaya yang enggan
membayar hutang boleh dilecekan kehormatannya dan dihukum”
(HR. Nasa’I 7/317, Ibnu Majah 2427 dengan
sanad hasan)
Hadits ini adalah
ansh tentang bolehnya memberikan hukuman kepada orang kaya yang mangkir dari
hutangnya, yang termasuk di dalamnya adalah persoalan kredit.
Fenomena yang kita lihat pada praktek jual beli kredit yang
ada di negeri kita bagi yang tidak melunasi cicilannya adalah diambilnya
kembali barang yang sudah dibeli oleh penjual tanpa ada ganti rugi kepada pihak
pembeli atau mungkin dengan cara di perpanjang waktu pembayaran dari waktu yang
telah ditentukan namun ditambah harga barang. Apakah kedua hukuman ini
diperbolehkan ataukah tidak ?
Untuk yang pertama yaitu mengambil kembali barang tersebut
oleh penjual, maka ini adalah kedholiman, namun yang bisa dilakukan adalah
menjual sebagian harta pembeli untuk melunasi hutangnya tersebut. Sebagaiman
hukum yang ada dalam maslah pergadaian.
Untuk yang kedua yaitu menunda waktu pembayaran namun
ditambah harga. ini juga tidak boleh karena inilah riba jahiliyah, lihat
kembali fatwa lajnah daimah diatas.
Syaikh Al Jibrin berkata :
“Adapun masalah
yang ketiga, yaitu denda finansial karena keterlambatan membayar cicilan yang
dilakukan oleh kreditor kaya dan berkemampuan, kami tegaskan bahwa tidak boleh
menambah jumlah hutang sebagai kompensasi keterlambatan membayar cicilan.
Karena itulah yang biasa dilakukan oleh masyarakat jahiliyah, apabila
pembayaran hutang tertunda. Mereka mengatakan : “Silahkan bayar sekarang, kalau
tidak maka kalian harus menambah bunganya.” Jumlah hutang tersebut bertambah,
karena terlambat dilunasi, sehingga jumlah hutang tersebut menjadi berlipat
ganda. Itulah pengertian firman Alloh :
“Wahai orang-orang
yang beriman, janganlah kalian memakan riba secara berlipat ganda.”
(QS. Ali Imron :
130)
Lalu Alloh memerintahkan
mereka mengambil pokok hartanya saja, dalam firman Nya :
“Dan jika kamu
bertaubat (dari pengambilan riba) maka bagimu pokok hartamu.”
(QS. Al Baqoroh :
279)
Demikian
dijelaskan oleh Alloh Ta’ala hingga firman Nya :
“Dan jika orang
yang berhutang itu dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia punya
kelapangan.”
(QS. Al Baqoroh :
280)
Akan tetapi
apabila kreditor tersebut memang tidak mau melunasi hutangnya layak mendapatkan
hukuman fisik. Dasarnya adalah hadits :
“Orang kaya yang
enggan membayar hutang boleh dilecekan kehormatannya dan dihukum”
artinya orang
seperti ini boleh diadukan ke pengadilan dan dipenjara.”
(Lihat jual beli
secara kredit hal : 162)
oleh karena itu hukuman yang mungkin bisa dilakukan adalah :
Menyita harta
kreditorArtinya mencegah seseorang peminjam untuk mengoperasikan hartanya.”
(Lihat Al Mughni 6/593)Berkata Imam Al Hasan Al Bashri :
“Apabila
seseorang bankrut dan sudah jelas kebangkrutannya, maka dia tidak boleh
membebaskan budaknya, menjualnya atau membeli budak lainnya.
(Lihat Shohih
Bukhori kitab zakat)
Penjara
Al Hafidl Ibnu
Hajar mengomentari hadts di atas dengan mengatakan :
“Riwayat ini
dijadikan dalil disyariatkannya memenjarakan orang yang tidak mau membayar
hutang sementara ia mampu melunasinya, sebagai pelajaran dan hukuman keras
terhadapnya.”
(Fathul Bari
5/76)
Yang ketiga dari
beberapa hukum kredit : Barang yang tidak boleh menjual belikannya dengan sitem
kredit.
Masalah ini sangat
erat hubungannya dengan masalah riba nas’iah, Syaikhuna Abu Muhammad Aunur
Rofiq Ghufron –semoga Aloh selalu menjaga beliau- sudah pernah membahasnya
dengan panjang lebar pada Al Furqon edisi 7 tahun kedua, maka cukup saya disini
mengisyaratkan pada hadits yang menjadi nash masalah ini.
Dari Ubadah bin
Shomit berkata :
“Rosululloh
bersabda : “Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jemawut
denga jemawut, kurma denga kurma, garam engan garam, harus dilakukan dengan
takaran yang sama atau ukuran yang sama secara kontan dari tangan ke tangan.
Apabila yang ditukar berlainan jenisnya, maka jual lah sekehendak kalian
asalkan tetap secara kontan dari tangan ke tangan.”
(HR. Muslim
1587)
Keenam barang ini dan yang sejenisnya adalah
yang tidak diperbolehkan kredit dan harus secara kontan. Yang kemudian lebih
dikenal dengan istilah barang-barang ribawi.
Adab dalam jual beli kredit
Ada beberapa adab yang harus diperhatikan tatkala seseorang
itu melakukan jual beli sistem kredit, yaitu :
Pertama : Adab penjual
1. Tidak memanfaatkan kebutuhan masyarakat terhadap kredit
dan sejenisnya dengan melipat gandakan keuntungan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang
seseorang yang memiliki seekor kuda yang dibelinya dengan harga seratus delapan
puluh dirham, lalu datang orang lain hendak membeli darinya seharga tiga ratus
dirham dengan pembayaran tertunda selama tiga bulan, apakah ini halal ?
Beliau menjawab :
“Alhamdulilah,
kalau kuda yang dibelinya itu untuk digunakan sendiri atau untuk diperjual
belikan, boleh boleh saja ia menjualnya kembali dengan pembayaran tertunda.
Akan tetapi yang dituntut disini adalah agar dia hanya mengambil untung
sewajarnya, tidak boleh melebihkan keuntungan karena kondisi pembeli yang
sangat membutuhkan.”
(Lihat Majmu’
Fatwa 29/501)
Dalam kesepatan lain beliau juga berkata :
“Jangan mengambil
keuntungan dari pembeli yang lugu (pembeli yang tidak pandai tawar menawar)
lebih banyak dari pada pembeli lainnya, Demikin juga dari orang yang terpepet
yang hanya mendapatkan kebutuhannya pada diri penjual tertentu. Si penjual
tidak boleh mengambil keuntungan lebih banyak dari biasanya, Hendaknya dia
mengambil harga standart yang bukan merupakan harga buatannya sendiri.” Abu
Tholib menceritakan : “Ada seseorang yang bertanya kepada Imam Ahmad : “Apakah
mengambil keuntungan lima puluh persen, misalnya dari harga sepuluh diambil keuntungan
lima. Itu termnasuk dilarang? Beliau menjawab : “Kalau penundaan pembayaran itu
dilakukan selama satu tahun atau kurang sedikit sesuai dengan kadar keuntungan,
tidak menjadi masalah.” Ja’far bin Muhammad pernah menceritakan : “Aku pernah
mendengar Abu Abdilah menyatakan : “Jual beli dengan pembayaran tertunda kalau
harganya tidak terpaut jauh tidak apa-apa.”
(Lihat Al
Ikhtiyarot Al Ilmiyah hal : 122-123)
2.Bisa memahami keadaan pembeli secara kredit
Terkadang seseorang membeli secara kredit karena memang
dalam kedaaan kepepet, sangat membutuhkan barang tersebut padahal dia tidak
memiliki harga tunai. Maka dalam kondisi saat ini si penjual harus bisa
memahaminya.
Perhatikan beberapa nash berikut :
Alloh Ta’ala berfirman :
“Dan jika (orang berhutang
itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia mendapatkan kelapangan.”
(QS. Al Baqoroh :
280)
Rosululloh bersabda :
رحم الله عبدا سمحا إذا باع و إذا اشترى و إذا اقتضى
“Alloh mencintai
seorang hamba yang lapang dada saat membeli, saat menjual dan saat membayar
hutang.”
(HR. Bukhori 2076)
Beliau juga bersabda :
“Barang siapa yang
memberikan penangguhan hutang kepada orang yang kesulitan membayarnya, atau
memutihkan hutangnya tersebut, pasti akan diberikan naungan oleh Alloh di bawah
naungan Nya nanti.”
(HR. Muslim 3014)
Kedua : Adab pembeli
1. Tidak nekad melakukan pembelian secara kredit kecuali
bila bertekad kuat menyelesaikan cicilanya karena memiliki kelebihan
penghasilan dari kebutuhan primernya. Karena hukum orang yang membeli kredit
adalah hukum orang yang berhutang, yang mana jangan sampai melakukannya kecuali
kalau terpaksa.
Dari Abu Huroiroh dar Rosululloh bersabda :
“Barang siapa yang
mengambil harta orang lan namun dia bertekad untuk membayarnya, maka Alloh akan
memudahkan pembayarannya, namun barang siapa yag mengambil harta orang lain
untuk menghanguskannya , maka Alloh akan menghanguskannya.”
(HR. Bukhori 2387)
Dari Shuhaib Al Khoir dari Rosululloh bersabda :
“Siapa saja orang yang
berhutang dengan niat tidak mahu melunasinya, maka dia akan bertemu dengan
Alloh sebagai pencuri.”
(Shohih Ibnu Majah
2410)
2. Tidak menggampangkan urusan jual beli kredit
karena fenomena yang berkembang bahwasannya ada sebagian
orang yang membeli secara kredit barang-barang yang sebenarnya tidak terlalu
dia butuhkan. Misalnya alat-alat masak modern, baju, almari dan lainnya,
padahal dia sudah memiliki yang mencukupi di rumahnya meskipun mungkin lebih
jelek. Jangan sampai membeli dengan sistem kredit ini kecuali kalau benar-benar
mendesak untuk melakukannya.
Ingatkah bahwa kredit adalah hutang, maka perhatikanlah
beberapa nash berikut mengenai hutang :
Dari Abdulloh bin Umar berkata :
“Rosululloh
bersabda : “Barang siapa yang meninggal dunia dalam keadaan masih menanggung
hutang, maka akan diambil kebaikannya, karena di akhirat nanti tidak ada lagi
dinar dan dirham.”
(Shohih Ibnu Majah
214)
Dari Abu Huroiroh berkata :
“Rosululloh
bersabda : “Jiwa seorang muslim itu tergantung pada hutangnya sampai dia
melunasinya.”
(Shohihul jami’ :
6779)
Dan mungkin masih ingat hadits masyhur tentang seorang
mujahid yang mati syahid di medan juang harus terhalangi masuk surga karena
hutangnya. (HR. Muslim 1885)
Dari Jabir bin Abdillah berkata :
“Ada seseorang
yang meningal, maka kami mandikan, kafani, beri minyak wangi lalu kami bawa
kepada Rosululloh, lalu kami beritahu beliau agar mensholatinya. Maka beliupun
datang berjalan bersama kami. Namun beliau berkata : “Barang kali saudara
kalian ini mempunyai tanggungan hutang ?” maka mereka menjawab : “Ya, dua dinar
(5)” Maka Rosululloh pun tidak mensholatinya. Hanya saja ada seseorang yang
bernama Abu Qotadah berkata : Wahai Rosululloh, Dua dinar itu tanggunganku.”
Maka Rosululloh berkata : “Hutang itu menjadi tanggunganmu dengan hartamu
sendiri dan si mayit terbebas darinya ?” Dia menjawab : “Ya” Maka akhirnya
Rosululloh pun mensholatinya. Dan setiap kali beliau bertemu dengan Abu Qotadah
selalu bertanya : “Bagaimana urusan dua dinar itu ? sampai akhirnya Abu Qotadah
berkata : “Sudah saya lunasi Wahai Rosululloh.” maka beliua bersabda :
“Sekarang barulah mayit itu merasa dingin kulitnya.”
(HR. Hakim 2/58,
Baihaqi 6/74 degan sanad shohih, Lihat Ahkamul Janaiz oleh Syaikh Al Albani hal
: 16)
3. Mencatat kredit dan ada saksi
Sebagaiman firman Alloh :
“Wahai orang-orang
yang beriman, apabila kalian berhutang sampai waktu tertentu, maka tulislah.”
(QS. Al Baqoroh :
282)
Jangan beralasan saling percaya kemudian tidak mencatat atau
ada saksi, bukankah ayat ini turun pada sebuah zaman yang kepercayaan itu masih
sangat terjaga ? lalu bagamana dengan zaman ini ?
4.Melunasi angsuran kreedit dengan baik serta tidak mengulur-ulurnya.
Rosululloh bersabda :
إن خيار الناس أحسنهم قضاء
“Orang yang
terbaik adalah orang yang terbaik cara melunasi hutangnya.”
(HR. Bukhori 2305)
karena orang yang mampu membayar namun mengulur-ulur waktu
pembayarannya adalah sebuah kedloliman.
Dari Abu Huroiroh berkarta : “Rosululloh bersabda :
“Orang kaya yang
menunda-nunda waktu pembayaran adalah kedloliman.”
(HR. Bukhori
Muslim)
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, bisa ditarik garis kesimpulan
sebagai berikut :
Kredit adalah
Pembayaran secara tertunda dan dalam bentuk cicilan dalam waktu-waktu yang
ditentukan.
Para ulama berbeda
pendapat mengenai masalah ini, ada yang mengharamkan dan ada yang membolehkan.
Yang rajih
–wallahu a’lam- adalah dibolehkannya jual beli kredit dengan beberapa syarat
dan ketentuan.
Ada beberapa
ketentuan yang harus diperhatikan bagi pelaku jual beli kredit.
Perhatikan
adab-adab penjual dan pembeli sistem kredit.
Akhirnya hanya kepada Alloh saya berserah diri. Kalau ada dalam
tulisan ini yang benar maka itu hanyalah keutamaan Alloh yang dicurahkan kepada
siapa saja yang dikehendaki, namun jika ada yang tidak benar maka itu adalah
dari saya pribadi dan dari syaithon.
Wallohu a’lam bish showab
_______________________________________
(1) Tulisan ini banyak mengambil faedah dari kitab Bai’ut
Taqsith Ahkamuhu wa Adabuhu oleh Syaikh Hisyam bin Muhammad Ali Barghasy. Kitab
ini dikatakan oleh Syaikh Abdulloh bin Abdur Rohman Al Jibrin dalam
pengantarnya : “Saya telah membacanya dengan cermat dan berhati-hati, ternyata
tutur bahasa dalil-dalil yang termuat didalamnya membuat saya terkesan…” Kitab
ini sudah di terjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Ustadl Abu Umar Al Maedani
cetakan At Tibyan Solo.
(2) Ini definisi DR. Al Amin Al Haj, dosen bidang fiqh
syariat di Universitas Ummul Quro Makkah Al Mukarromah. Lihat Risalah beliau
Hukmul Ba’I bit Taqsith hal : 11.
(3) Jual beli salam adalah kebalikan kredit yaitu uang
dibayar dimuka kontan sedangkan barang diberikan secara tertunda.
(4) Teks yang terdapat dalam Majmu’ Fatwa 29/498-499 adalah
: “Syaikhul Islam di tanya tentang seseorang yang butuh pada seorang pedagang
kain, lalu dia berkata : “Berikan saya satu potong kain ini.” Maka pedagang
berkata : “Ini harganya tiga puluh, namun saya tidak menjualnya kecuali dengan
lima puluh dengan adanya tempo pembayaran.” Apakah ini dibolehkan ataukah
tidak?
Jawab beliau : “Pembeli ini ada tiga macam :
Pertama : Kalau tujuannya mengambi manfaat dari barang
tersebut untuk makan, minum, pakaian, kendaraan dan lainnya
Kedua : Tujuannya untuk memperdagangkannya kembali. Dua
macam ini boleh berdasarkan Al kitab , As Sunnah dan ijma’. Sebagaimana firman
Alloh : “Dan Alloh telah menghalalkan jual beli.” Juga firman Nya : “Kecuali
jika dengan cara perdagangan yang saling rela antara kalian.” Namun harus tetap
menjaga syarat-syarat syar’I yang ada.”
(5) Satu dinar adalah 4,25 gr emas murni. Kalau satu gram
emas murni seharga Rp 100.000,- berarti dua dinar adalah Rp 850.000,-
Dipostkan oleh: Muhammad Abdurrahman Al Amiry
Anda diperkenankan untuk menyebarkan, re-publikasi,
copy-paste atau mencetak artikel yang ada di al-amiry.blogspot.com
dengan menyertakan al-amiry.blogspot.com sebagai sumber artikel

assalamu'alaikum ustad
BalasHapussaya mau nanya:
-Apakah hukumnya beli rumah dengan cara KPR ke Bank?
-Apakah hukumnya pinjam uang ke Bank untuk beli rumah?