Shalat Arba’in Di Masjid Nabawi, Disyari’atkan?
Ibadah haji
sudah semakin dekat saat ini. Banyak para jama’ah haji yang mulai belajar
hukum-hukum dan ibadah-ibadah yang berkaitan dengan haji secara khusus. Dan
banyak dari jama’ah haji Indonesia yang bertanya-tanya tentang masalah sebuah
shalat yang sangat identik dengan haji dan masjid nabawi, yakni shalat arba’in
(shalat 40 waktu). Apakah benar ada syariatnya?
Mereka
biasanya tinggal seminggu atau 8 hari di masjid Nabawi untuk melaksanakan
shalat arba’in ini. Na’am, dalam sebuah riwayat disebutkan tentang keutamaan
shalat Arba’in tersebut. Diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam:
مَنْ صَلَّى فِي مَسْجِدِي
أَرْبَعِينَ صَلَاةً، لَا يَفُوتُهُ صَلَاةٌ، كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ،
وَنَجَاةٌ مِنَ الْعَذَابِ، وَبَرِئَ مِنَ النِّفَاقِ
“Barangsiapa
yang shalat 40 waktu di masjidku ini, tidak ada satu shalatpun yang
terluputkan, maka ditulis baginya terbebaskan dari neraka dan keselamatan dari
adzab dan dia terbebaskan dari kemunafikan” HR Ahmad
Namun karena
hadits ini berkaitan dengan suatu hukum ibadah dan pensyari’atan maka kita
wajib memeriksa keabsahan hadits diatas.
Ternyata
derajat hadits tersebut adalah dho’if tidak bisa dipakai. Karena dalam sanadnya
terdapat Nubaith bin Umar. Dan Nubaith bin Umar adalah orang majhul yang tidak
dikenal dikalangan ulama hadits dengan periwayatannya.
Dengan ini
maka kita tidak bisa mengamalkan hadits tersebut karena ini berkaitan dengan
syari’at dan hukum.
Terutama
shalat arba’in ini sangat memberatkan bagi para jama’ah haji yang melaksanakannya.
Kita bisa mendengarkan sendiri kabar dari para jama’ah haji yang berusaha melakukannya.
Maka dari itu ini adalah hal yang memberatkan terutama hal tersebut tidak ada
landasannya dari Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.
Syaikh Al
Albani rahimahullah berkata:
فلا يجوز العمل به
لأنه تشريع لا سيما وقد يتحرج من ذلك بعض الحجاج كما علمت ذلك بنفسي طنا منهم أن الوارد
فيه ثابت صحيح وقد تفوته بعض الصلوات فيه فيقع في الحرج وقد أراحه الله منه
“Maka tidak boleh mengamlkan hadits tersebut (karena
dho’if) karena hadits ini berkaitan dengan pensyari’atan. Terutama sebagian
para jama’ah haji keberatan untuk melakukannya sebagaimana yang saya ketahui
sendiri. Karena mereka mengira bahwasanya riwayat yang disebutkan dalam masalah
ini adalah riwayat yang tetap dan shahih. Dan terkadang ada sebagian shalat
yang luput maka dia terjatuh ke dalam beban padahal Allah telah memberikannya
keringanan” Hajjah An Nabi hal.143
Semoga
pemaparan yang ringkas ini bermanfaat.
Artikel: alamiry.net (Kajian Al Amiry)
Anda diperkenankan untuk menyebarkan, re-publikasi, copy-paste atau mencetak artikel yang ada di alamiry.net dengan menyertakan alamiry.net sebagai sumber artikel.
Ikuti status kami dengan menekan tombol ikuti pada profil FB Muhammad Abdurrahman Al Amiry , dan tombol follow pada akun Twitter @abdr_alamiry

0 komentar:
Posting Komentar