Bermain Petak Umpet Dengan Majmu’ Fatawa Ibn Utsaimin Adalah Modal Besar Bagiku
Bagaimana cara
mainnya?
Kalau ada yang
mau bermain petak umpet majmu’ fatawa maka silahkan, insya Allah mendapatkan
faidah besar.
----------
Fase 1: Sebab inisiatif
kami untuk bermain petak umpet bersama Majmu’ Syaikh Ibn Utsaimin
Rasulullah
menggerakkan jari telunjuknya ketika “duduk di anta dua sujud” adalah sebab
awal permainan ini.
Awal dari
kisah.. Ketika itu kami masuk sebuah pondok pesantren berlokasi di Solo
(Surakarta). Mungkin
nama pondok itu sudah tidak asing lagi di telinga sebagian ikhwah. Pondok tersebut dibawah asuhan Fadhilah Al Ustadz “Ahmas Faiz Asifuddin” hafidzahullah. Ponpes Imam Bukhari-Solo.
nama pondok itu sudah tidak asing lagi di telinga sebagian ikhwah. Pondok tersebut dibawah asuhan Fadhilah Al Ustadz “Ahmas Faiz Asifuddin” hafidzahullah. Ponpes Imam Bukhari-Solo.
Ketika itu,
ana masih duduk di bangku kelas 1 Mutawassith (tingkat SMP). Suatu ketika, ana
shalat di samping salah seorang ustadz pengajar marhalah Tsanawiyyah (Tingkat
SMA). Beliau adalah salah seorang ustadz yang sangat pintar dan cerdas.
Aqidahnya dhobit, Ilmu fiqhnya masya Allah, dan Ilmu Tarikhnya (sejarahnya)
tidak diragukan lagi akan kekuatan hafalannnya.
Ketika shalat
disebelah beliau dan pada raka’at pertama, beliau menggerak-gerakkan jari
telunjukknya di duduk antara dua sujud. Ingat, menggerakkan jari telunjuk ketika
“duduk diantara dua sujud”. Ana mengira, beliau ini hanya lupa dan mungkin
beliau mengira sedang duduk tasyahhud. Akan tetapi, di rakaat ke dua pun beliau
seperti itu. Di rakaat ke tiga pun seperti itu. Dan rakaat ke empat seperti itu
uga.
Mulai su’uddzon
dalam hati, “Apa mungkin ustadz ini melakukan bid’ah?? Ustadz-ustadz yang lain saja
tidak ada yang duduk seperti ini. Kalau ada maka mana dalilnya?”
Saya tidak
berani bertanya ketika itu.. Dan hanya bertanya ke kakak kelas.
“Itu kok
ustadz Fulan menggerakkan jari ketika duduk di antara 2 sujud?” Tanyaku kepada salah
satu kakak kelas
“Ada dalilnya”.
Jawabnya
“Dalilnya apa?”
Tanyaku kembali
“Pokoknya
ada.. Mana mungkin gak ada dalil”. (Selesai)
Sebenarnya belum
puas dengan jawaban kakak kelas ini. Saya mencoba bertanya kepada kakak kelas
yang lain. Dan ternyata, jawabannyapun sama. “Yang penting ada dalilnya”.
Ya sudah..
Saya anggap lewat saja.
Ketika itu, saya
hanya bisa disuapin, bertanya dan bertanya tanpa mencari tahu sendiri. Karena
bahasa arab yang kumiliki masih “nol” besar. Ya bagaimana lagi, ketika itu kami
masih duduk di kelas 1 mutawassith. Belum bisa untuk mencari jawaban sendiri.
Shalat di
samping beliau, selalu membuatku penasaran dengan jawaban dari pertanyaan yang
ada dalam benakku.
Hingga pada
akhirnya, kami sudah duduk di kelas 3 mutawassith. Dan ketika itu kami sedang
shalat isya dan disamping kami adalah ustadz tadi. Penasaran semakin mencuat di
benak karena shalat disampingnya.
Dan pada saat
itu juga, ketika kami merasakan bahasa arab yang kami miliki sudah cukup untuk
menjadi alat dalam bahts dan mencari tahu, maka kami memutuskan untuk mencari
sendiri jawabannya di maktabah (perpustakaan) setelah makan malam.
Masuk
maktabah.... (Ketika itu maktabah baru dipindah ke bangunan bawah “sekarang
bangunan majalah lentera qalbu” karena bangunan maktabah yang lama mau
direnovasi)
Kitab pertama
yang dituju adalah “Shohih fiqh sunnah” milik Abu Malik Kamal As Sayid. Dan
ternyata tidak jumpa.
Mencoba kitab fiqh
yang lain, seperti “Fiqh Sunnah” milik Sayyid Sabiq. Dan ternyata tidak jumpa
juga lagi.
Akhirnya satu persatu dari kitab fiqh yang
tidak terlalu besar-besar, saya coba buka dan tela’ah. Ternyata tidak jumpa
juga.
Ketika itu
sudah hampir tengah malam. Jawabanpun
tidak jumpa dan belum didapatkan.
Ketika itu,
ada kakak kelas yang suka menetap di maktabah. Kerjaannya, di maktabah hanya
membaca dan membaca. Dan yang kami tahu dari kabar kawan-kawan, bahwasanya dia
suka membaca bahkan terkadang suka tidur malam di maktabah, karena sudah kadung
cinta sama maktabah.
Karena semangat
dia, akhirnya kami pun tersemangati. Tapi ternyata tidak jumpa juga.
Akhirnya,
baring sebentar.. Dan mata memandang kitab Majmu Fatawa Ibnu Taimiyyah dengan
khot sampul yang indah. Membayangkan, “Ulama ini keren-keren dengan ilmunya.
Bukunya besar-besar, dan itupun bukan hanya satu atau dua buku yang dikarang
tapi sangatlah banyak..”.
Ketika masih
dalam kahayalan, baru sadar... “Oh iya, kenapa gak cari di majmu fatawa aja ya?”.
Pada asalnya, kami tidak mau mencari di
kitab-kitab yang berjilid-jilid banyak. Tapi karena penasaran, kenapa tidak
dicoba?
Bergegas
bangun, Dan kebetulan yang saya buka pertama kali adalah Majmu’ Fatawa Ibn
Utsaimin karena majmu’ fatawa ibn utsaimin letaknya di rak tengah. Adapun majmu’
fatawa ibn Taimiyyah dan Ibn Baaz letaknya di rak yang paling atas, sedangkan
majmu fatawa lajnah daimah di rak bawah.
Cari mencari....
Dan ternyata ada fatwa beliau yang membahas ini. Tepatnya
dijilid 13.
Kami senyum-senyum
sendiri karena senang dan bahagia setelah mendapatkan pembahasannya. Tapi
ketika itu, saya belum membaca jawabannya, saya hanya cukupkan sampai disana
dulu karena waktu sudah larut malam.
Keesokan
harinya, saya kembali membaca majmu’ fatawa Ibn Utsaimin. Mulai menela’ah,dan
dapat ilmu baru..
Istidlal (cara
pendalilan) syaikh Ibn Utsaimin sangatlah kuat dan ajiib. Satu-satu
pembahasanpun mulai kami baca. Dalam istidlal tersebut juga dibahas tentang
ushul fiqh. Walaupun, kelas 3 mutawassith belum ada pelajaran ushul fiqh tapi
ketika itulah, awal saya mempelajari ushul fiqh dari kitab “syarh ushul min ilm
al ushul” yang saya pinjam dari abang saya.
Karena
pembahasan itu, saya mulai dikenalkan dengan kitab-kitab lain oleh syaikh Ibn
Utsaimin secara tidak langsung.
Seperti Musnad Imam Amad. Dan pada awal saya mencari
hadits tentang Rasul menggerakkan jari telunjuk ketika duduk di antara dua
sujud dalam musnad Ahmad, haditsnya tidak
ketemu-ketemu. Dan ketika itu pula, saya mendapatkan ilmu baru kalau metode
Musnad berbeda dengan kitab-kitab hadits lainnya. Bertambah lah ilmu saya.
Dan yang
paling susah ketika itu adalah mencari hadits bahwasanya Rasulullah
menggerakkan jari telunjuk ketika duduk di antara dua sujud.
Cukup lama
mencari satu hadits tersebut, karena pada awalnya saya masih buta tentang metode penulian musnad.
Dan akhirnya
jumpalah hadits tersebut di Musnad Ahmad dan haditsny dinilai shahih oleh para
ulama. Silahkan lihat Musnad Ahmad No. 18858
Dan akhirnya
pun saya juga menggerakkan jari telunjuk ketika duduk di antara dua sujud. Dan ketika
itu pula, syaikh Ibn Utsaimin sangat-sangat berharga bagi diriku.
---------------
Fase 2: Mulai Main
Petak Umpet Bersama Majmu Fatawa Syaikh Ibn Utsaimin
Karena cerita
diataslah saya sering ke maktabah membaca kitab-kitab khususnya majmu fatawa
beliau. Mengapa? Karena semakin sering kita membaca kitab, semakin bertambahlah
rasa penasaran dan rahasia baru.
Hingga pada
akhirnya ketika aku duduk di bangku kelas 1 tsanawiyyah (Tingkat SMA), ada
salah seorang ustadz berkata “Kalau mau tahu banyak permasalahan agama,
sering-seringlah baca majmu’ fatawa para ulama”.
Perkataan
beliau inilah, yang sangat terikat dalam benakku.
Mulai saya
memiliki inisiatif.. “Bermain petak umpet”.
Saya mulai
membeli buku catatan besar dan tebal. Kertasnya berukuran kertas folio, dan ketika
itu sampul buku yang kami beli berwarna biru.
Bagaimana cara
bermainnya?
1- Silahkan
ambil salah satu jilid dari majmu fatawa syaikh Ibn Utsaimin dan silahkan kamu membuka langsung daftar isi dan kamu harus
menjawab pertanyaan tanpa melihat jawaban syaikh.
2- Lantas dari
mana jawabannya? Jawabannya harus cari sendiri di kitab-kitab lain selain kitab
Majmu Fatawa.
Jadi,
seakan-akan syaikh Ibn Utsaimin menugaskanmu untuk mencari jawabannya dan
beliau sedang menunggu jawabanmu.
3- Kenapa
petak umpet? Iya, karena jawabannya tidak bisa kamu dapatkan secara langsung. Akan
tetapi kamu harus mencarinya terselip di kitab-kitab para ulama.
Dengan hal
ini, maka dengan sendirinya kita akan mengenal kitab-kitab ulama.
4- Ketika kamu
mendapatkan jawaban selengkap-lengkapnya, maka bandingkanlah dengan jawaban
syaikh. Dan ambil jawaban yang paling kuat dari segi cara pendalilan dan
derajat hadits, dll
5- Dan ketika
kamu tidak mendapatkan jawabannya, sedangkan kamu sudah mencarinya setengah
mati maka silahkan lihat jawaban beliau. Di sana beliau akan memberimu
jawabannya.
6- Kalau sudah
mendapatkan jawabannya, pindahlah ke pertanyaan berikutnya. Dan jangan
loncat-loncat.
Contoh: Pada
hari ini, saya harus membahas tentang shalat. Maka ambil salah satu jilid yang
membahas tentang shalat. Dan bacalah pertannyaannya. Jika pertanyaan sudah
dibaca, maka tutuplah kitab majmu’ fatawa. Dan carilah jawabannya sendiri.
Silahkan kelilingi maktabah dan bahaslah satu persatu.
Setiap faidah
dan jawban yang engkau dapatkan, maka tulislah.. Jika, kamu sudah puas dengan
jawaban yang ada, maka bandingkan jawabanmu dengan jawaban syaikh Ibn Utsaimin.
Bandingkanlah,
dan ambil jawaban yang paling kuat. Dari cara pendalilan, derajat hadits, dll.
Maka dengan
inilah, khazanah ilmu akan bertambah.
Nah, ketika
satu pertanyaan sudah dijawab, maka lanjutlah dengan pertanyaan selanjutnya.
Dan jangan pernah loncat-loncat. Insya Allah cara ini semakin bermanfaat
----------
Fase 3: Hasil
Yang Didapat
Ilmu yang
didapat dengan cara petak umpet ini, lebih kuat diingatan kita dari pada yang
kita dapatkan dikelas.
Mengapa?
Karena dengan cara ini, kita mencari. Sedangkan di kelas diberi. Mencari dengan
susah lebih terkenang dari pada mendapatkannya dengan mudah.
Karena
permainan petak umpet ini, “Kami pribadi dapat mendapatkan ilmu baru dan dapat mengumpulkan
dalam buku catatan saya yang kertasnya berukuran kertas folio, sebanyak kurang
lebih sebanyak 100 lembar dalam arti 200 halaman semua dengan bahasa arab”.
Catatan
tersebut seperti Masa’il. Setiap masalah maka saya jawab dari kitab-kitab
ulama.
Tapi
qaddarallah, buku catatan saya hilang ketika perpindahan asrama. Ketika itu,
saya pengabdian di Riau dan bukunya saya tinggal di salah satu asrama bukhari.
Dan bukunya dipindahkan entah kemana.
Dan semoga pemaparan
ini bermanfaat.
Artikel: alamiry.net (Kajian Al Amiry)
Anda diperkenankan untuk menyebarkan, re-publikasi, copy-paste atau mencetak artikel yang ada di alamiry.net dengan menyertakan alamiry.net sebagai sumber artikel.
Ikuti status kami dengan menekan tombol follow pada akun FB Muhammad Abdurrahman Al Amiry , dan tombol follow pada akun Twitter @abdr_alamiry
Artikel: alamiry.net (Kajian Al Amiry)
Anda diperkenankan untuk menyebarkan, re-publikasi, copy-paste atau mencetak artikel yang ada di alamiry.net dengan menyertakan alamiry.net sebagai sumber artikel.

0 komentar:
Posting Komentar