Membantah Ustaz Abu Syafiq Yang Menghina Syaikh Al-Albani
Lucu memang
melihat gagasan dari salah seorang ustadz pembenci dakwah salaf berasal dari
negri jiran yang bernama Abu Syafiq. Dia ingin merendahkan syaikh Al-Albani namun
dengan gagasan yang sangat-sangat lemah.
Mari kita
simak perkataan Abu Syafiq:
“FATWA BUSUK
WAHHABI BERONANI TIDAK BATAL PUASA. Onani / Melancap Di Siang Ramadhan TIDAK BATAL
Puasa Walaupun Sengaja - Fatwa Terbodoh Wahabi Zaman Kini. Rujuk Di Atas
Al-Albani Dlm Kitabnya Tamamul Minnah m/s 418 (gambar). Saya mohon kemaafan
jika ia agak memalukan.. Tapi hanya utk menjelaskan betapa sesatnya Wahhabi ini
mereka sering membawa fatwa2 yg sesat.. Oleh
karena itu berhati-hatilah dalam mendapatkan fatwa hukum. Jangan ambil dari
mufti wahhabi atau syiah atau selainnya. * Ada kawan saya minta tanyakan pada
Wahabi2 AL Albaniy tu.. Soalan dia : Jika seorang Wahabon beronani disiang
Ramadhan 30 kali sehari batal tak pose?? Sila jawab!!” (Lihat perkataan Abu
Syafiq disini)
Jawab:
1- Kami sudah
menulis permasalahan onani di siang ramadhan, apakah membatalkan puasa ataukah
tidak. Namun yang benar, onani tidak membatalkan puasa namun pelakunya berdosa
karena onani adalah haram.
Silahkan
dibaca disini.
2- Apakah jika
seorang ulama berfatwa bahwa onani tidak membatalkan puasa lantas dikatakan sebagai
fatwa “busuk” “sesat” dan “wahhabi terbodoh”??
Kalau begitu
maka Imam Ibnu Hazm, Imam As-Shana’ani, Imam Bukhari, Asy-Syaukani, Abu Bakr
Al-Iskaf, Abu Al-Qasim adalah orang busuk, sesat, dan wahhabi terbodoh.
Maka saya
tantang Abu Syafiq, beranikah Abu Syafiq mengatakan bahwasanya Ibnu Hazm adalah
orang busuk dan Ash-Shana’ani adalah orang sesat dan Asy-Syaukani adalah
wahhabi terbodoh??
=> Imam
Ibnu Hazm rahimahullah berkata:
وَلاَ يَنْقُضُ الصَّوْمَ
حِجَامَةٌ، وَلاَ احْتِلاَمٌ, وَلاَ اسْتِمْنَاءٌ, وَلاَ مُبَاشَرَةُ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ
أَوْ أَمَتَهُ الْمُبَاحَةَ لَهُ فِيمَا دُونَ الْفَرْجِ, تَعَمَّدَ الإِمْنَاءَ أَمْ
لَمْ يُمْنِ, أَمْذَى أَمْ لَمْ يُمْذِ
“Dan puasa
tidaklah batal karena bekam, mimpi basah, onani,
atau karena mencium istri atau budak yang halal baginya selama yang menjadi
objek bukanlah kemaluan, baik secara sengaja dia
mengeluarkan mani ataukah tidak, baik dia mengeluarkan mani ataukah
tidak” (Al-Muhalla 6/203)
Maka
pertanyaannya buat Abu Syafiq yang terlalu gampang untuk menghina ulama: “Apakah
Ibnu Hazm adalah wahhabi busuk? Dan apakah Ibnu Hazm adalah Wahhabi terbodoh??”
Beranikah Abu
Syafiq mencela Ibnu Hazm sebagaimana dia telah mencela syaikh Al-Albani, hanya
karena permasalahan ijtihad.
Hal ini
menunjukkan betapa sempitnya dada beliau dalam menerima perbedaan pendapat
fiqh.
=> Imam
Ash-Shana’i rahimahullah berkata:
الْأَظْهَرُ أَنَّهُ
لَا قَضَاءَ وَلَا كَفَّارَةَ إلَّا عَلَى مَنْ جَامَعَ وَإِلْحَاقُ غَيْرِ الْمُجَامِعِ
بِهِ بَعِيدٌ
“Yang lebih
jelas adalah bahwasanya mengeluarkan mani tidak perlu qadha ataupun kaffarah
kecuali orang yang berjima’. Adapun menyambung-nyambungkan orang yang tidak
jima’ dengan orang yang jima’ adalah sesuatu yang sangat jauh untuk disamakan”
(Subul As-Salam 3/323)
Apakah Imam
Ash-Shana’i adalah wahhabi bodoh menurut Abu Syafiq hanya karena beliau
berpendapat bahwasanya onani tidak membatalkan puasa? Dan apakah Imam Ash-Shana’i
adalah wahhabi sesat dalam masalah hal ini?
Mampukah Abu
Syafiq menjawabnya?
=> Imam
Bukhari juga berpendapat demikian. Hal ini dapat kita istinbatkan dalam kitab shohih
beliau. Maka dari itu disebutkan dalam Fiqh Al-Bukhari:
أفاد فيهما إباحة
الاستمتاع على الصائم عن طريق المباشرة والتقبيل إذا كان متملكا نفسه بحيث لا يفضي
استمتاعه إلى الجماع, فلا يؤثر هذا الاستمتاع على صومه وإن أمنى
“Kedua
bab ini (Bab bermesran dengan istri untuk orang yang berpuasa “Bab
Al-Mubasyarah Li Ash-Sha’im dan bab orang yang puasa mencium istrinya “Bab
Al-Qublah Li Ash-Shaim”) memberikan sebuah faidah bahwasanya diperbolehkan
untuk orang yang berpuasa bermesraan dan mencium istrinya jika dia dapat
menguasai dirinya sehingga hal tersebut tidak membawa kepada mencari kenikmatan
dengan cara jima’. Maka hal tersebut tidaklah berbekas atas puasanya (tidak
membatalkan puasanya)” (Fiqh Al-Imam Al-Bukhari hal. 69)
Imam bukhari
membawakan sebuah riwayat dalam bab ini:
قَالَ جَابِرُ بْنُ
زَيْدٍ: إِنْ نَظَرَ فَأَمْنَى يُتِمُّ صَوْمَهُ
“Jabir bin
Zaid berkata: “Jika dia melihat istrinya kemudian dia mengeluarkan maninya maka
hendaklah dia tetap melanjutkan puasanya (tidak batal)” (HR. Bukhari)
Apakah Imam
Bukhari menurut Abu Syafiq adalah wahhabi dungu yang tersesatkan juga?
Beranikah Abu Syafiq mengatakannya?
=> Abu Bakr
Al-Iskaf dan Abu Al-Qasim yang mana keduanya adalah ahli fikh hanafi juga
berkata demikian.
Disebutkan
dalam Al-‘Inayah Syarh Al-Hidayah:
إذَا عَالَجَ ذَكَرَهُ
بِكَفِّهِ حَتَّى أَمْنَى لَمْ يُفْطِرْ ( عَلَى مَا قَالُوا ) أَيْ الْمَشَايِخُ ،
وَهُوَ قَوْلُ أَبِي بَكْرٍ الْإِسْكَافِ ، وَأَبِي الْقَاسِمِ لِعَدَمِ الْجِمَاعِ
صُورَةً وَمَعْنًى
“Jika dia menggerakkan dzakarnya hingga mengeluarkan
maninya, maka hal tersebut tidaklah membatalkan puasanya, hal tersebut sesuai
apa yang mereka katakan yakni: para masyaikh. Dan dia adalah perkataan Abu Bakr
Al-Iskaf dan Abu Al-Qasim. Hal tersebut karena hal tersebut sama sekali bukanlah
jima’ baik dari sisi hakikatnya maupun maknanya” (Al-‘Inayah Syarh Al-Hidayah 3/285)
Apakah beliau berdua juga wahhabi bodoh yang sesat
menurut Abu Syafiq hanya karena keduanya berpendapat bahwasanya onani tidak
membatalkan puasa?? Silahkan Abu Syafiq menjawabnya sendiri.
=> Dan ulama lainnya juga berpendapat demikian seperti
Imam Ibnu Khuzaimah, Ibnu Muflih Al-Hanbali, Syaukani dll, yang mana saya rasa
tidak perlu mencantumkan perkataan mereka demi untuk menyingkat pembahasan.
Maka kesimpulannya: Apakah para ulama yang telah kami
sebutkan diatas adalah wahhabi menurut pandangan Abu Syafiq??
Kesimpulannya adalah bahwa Abu Syafiq terlalu gampang
untuk mencela dan menghina terutama ini adalah permasalahan fikh. Apa karena
masalah fikh, lantas Abu Syafiq berhak menyesatkan orang yang berselisih
dengannya? Laa haula wa laa quwwata illaa billaah.
3- Perlu diketahui bahwasanya pembahasan apakah onani
membatalkan puasa atau tidak adalah pembahasan tersendiri yang tidak ada
kaitannya apakah onani haram ataukah tidak.
Syaikh Al-Albani tetap mengatakan bahwasanya onani adalah
haram dan tidak boleh dilakukan. Beliau berkata:
وأما نحن فنرى أن
الحق مع الذين حرموه
“Dan adapun kami, maka kami berpendapat bahwasanya
kebenaran bersama para ulama yang mengharamkan onani” (Tamam Al-Minnah hal.
420)
Sehingga beliau menyatakan bahwasanya onani adalah haram,
namun tidak membatalkan puasa. Hal ini dikatakan beliau sendiri dalam Tamam
Al-Minnah yang mana Abu Syafiq menukil perkataan syaikh Al-Albani dari kitab tersebut. Seharusnya Abu Syafiq
membacanya juga.
Perlu diketahui pula, bahwasanya bukan semua yang haram
dapat membatalkan puasa. Saya beri contoh: “Berdusta” berdusta adalah dosa dan
suatu keharaman yang sangat munkar. Namun apakah berdusta membatalkan puasa? Atau
sebaliknya, Abu Syafiq berani menyatakan bahwasanya berdusta adalah pembatal
puasa???
4- Pembahasan fiqh penuh dengan ijtihad dan seharusnya
bagi seluruh orang muslim untuk berlapang dada dalam menerima perbedaan
pendapat dalam masalah fiqh terutama jika dia adalah seorang tokoh masyarakat.
Kenapa kita berani menyatakan bahwa fulan sesat dan fulan
bodoh cuma karena berselisih pendapat mengenai perkara khilafiyyah
ijtihadiyyah??
Seharusnya kita berpikir kembali. Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam telah bersabda:
إِذَا حَكَمَ الحَاكِمُ
فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ، وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ
فَلَهُ أَجْرٌ
“Jika seorang hakim (ulama) berhukum maka dia berijtihad
kemudian dia benar maka dia mendapatkan 2 pahala. Dan jika dia berijtihad
kemudian salah maka dia mendapatkan satu pahala” (HR. Bukhari)
Kalau Allah yang maha mulia memberikan pahala kalau ulama
salah ijtihad lantas betapa beraninya kita yang penuh dosa menyesatkan orang??
Maka betapa tajamnya lisan ustaz Abu Syafiq yang terlalu
mudah menyesatkan orang dan betapa sempit dadanya untuk menerima perbedaan
pendapat dalam masalah fiqh yang penuh khilaf dan ijtihad.
Semoga yang sedikit ini bermanfaat. Wa shallallahu alaa
nabiyyinaa Muhammad.
Artikel: alamiry.net (Kajian Al Amiry)
Anda diperkenankan untuk menyebarkan, re-publikasi, copy-paste atau mencetak artikel yang ada di alamiry.net dengan menyertakan alamiry.net sebagai sumber artikel.
Anda diperkenankan untuk menyebarkan, re-publikasi, copy-paste atau mencetak artikel yang ada di alamiry.net dengan menyertakan alamiry.net sebagai sumber artikel.
Ikuti status kami dengan menekan tombol follow pada akun FB Muhammad Abdurrahman Al Amiry , dan tombol follow pada akun Twitter @ma_alamiry

Onani memang haram.
BalasHapusNamun khusus untuk pembahasan "melakukan onani disaat puasa", memang ada pendapat yang mengatakan kalau itu tidak membatalkan.
Mereka berdalil bahwa yang membatalkan puasa hanya jika makan/minum & bersenggama.
Kata mereka: "sama seperti nonton film porno, aksinya bisa memicu pahala puasanya rusak & hilang, namun tidak membatalkan."
dengan kasus yg hampir sama : salafi berkeyakinan bahwa bersentuhan laki perempuan non mahrom (termasuk isteri) itu tidak membatalkan wudhu, namun ingat : bagi salafi bersentuhan laki perempuan non mahrom itu sendiri jelas haram.
BalasHapusbahkan salaman saja dihindari, apalagi kok dg sengaja bersentuhan dg non mahrom selepas wudhu.
Asalamualaikum saudara seIman...'Salam ukhwah Fillah'
BalasHapussemoga anda di dlm Rahmat Allah..Amin Ya Allah KAU permudahkan kerja bakti saudara ku ini dlm membela Sunnah Rasulullah SAW juga Imam2 yg memdapat pertunjuk yg senantiasa berjalan di atas jalan nya yg lurus..Amin
Asalamualaikum saudara seIman...'Salam ukhwah Fillah'
BalasHapussemoga anda di dlm Rahmat Allah..Amin Ya Allah KAU permudahkan kerja bakti saudara ku ini dlm membela Sunnah Rasulullah SAW juga Imam2 yg memdapat pertunjuk yg senantiasa berjalan di atas jalan nya yg lurus..Amin