Apa Itu Siwak Dan Kapan Waktu-Waktu Bersiwak (Serial Fikih Ke 7)
Apa itu siwak?
Perlu diketahui, bahwa lafadz siwak diucapkan untuk sebuah
benda dan juga untuk sebuah perbuatan.
a. Benda siwak adalah ranting sebuah pohon yang digunakan
untuk membersihkan gigi dan mulut. Ranting ini bersifat lembut sehingga tidak
merusak gigi. Ranting yang biasa digunakan untuk bersiwak adalah ranting yang
diambil dari pohon Salvadora persica
atau yang dikenal dengan Al-Araak. Sebagaimana yang dilakukan oleh Abdullah bin
Mas’ud radhiyallahu anhu untuk Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Abdullah bin Masud berkata:
كنت أجتني لرسول الله صلى الله عليه
وسلم سواكا من الأراك
“Aku mencabut
sebuah ranting siwak dari pohon Al-Arak (Salvadora persica)” (HR. Ath-Thabrani
no. 8452; hasan sebagaimana yang dinyatakan oleh Al-Albani)
b. Adapun perbuatan siwak, maka dia adalah perbuatan menggosok
gigi, bisa menggunakan ranting Al-Arak atau yang lainnya seperti sikat gigi.
Disunnahkan seseorang menggosok giginya menggunakan
siwak. Namun jika tidak ada siwak, diperbolehkan untuknya menggunakan sikat
gigi dan odol untuk memberishkan gigi dan mulutnya.
Dan inilah yang dimaksud dalam hadits-hadits Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam mengenai keutamaan siwak, yaitu perbuatannya. Jika
seseorang tidak memiliki siwak namun dia menggosok giginya menggunakan sikat
gigi maka dia mendapatkan pahala bersiwak.
Itulah yang disebutkan oleh Al-Imam Abu Ath-Thayyib
Al-‘Adzim Abadi:
وهو يطلق على الفعل والآلة والأول هو
المراد ها هنا وجمعه سوك ككتب
“Dan siwak diucapkan untuk perbuatannya dan bendanya. Dan yang
pertama (perbuatannya) adalah yang dimaksud dalam
hadits-hadits ini. Dan bentuk jama’ (plural) dari siwak adalah suwuk
(siwak-siwak) seperti kutub (buku-buku)” (‘Aun Al-Ma’bud 1/46)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata:
وهو في اصطلاح العلماء استعمال عود أو
نحوه في الأسنان لتذهب الصفرة وغيرها عنها والله أعلم
“Dan siwak
menurut pengertian para ulama adalah: penggunaan sebuah ranting atau yang
sejenisnya untuk gigi agar warna kuning dan semisalnya hilang dari gigi” (Syarh
Shahih Muslim 3/142)
Dari pemaparan
para ulama ini, maka sikat gigi sudah mewakili siwak dalam membersihkan gigi
karena yang dimaksud adalah penggunaannya dan perbuatannya. Sehingga seseorang
boleh memilih untuk membersihkan giginya menggunakan siwak atau menggunakan
sikat gigi.
Syaikh Ibnu
Utsaimin rahimahullah pernah ditanya apakah bersiwak dengan sikat gigi
mendapatkan pahala seperti menggunakan siwak? Beliaupun menjawab:
نعم استعمال الفرشاة والمعجون يغني عن
السواك بل وأشد منه تنظيفاً وتطهيراً فإذا فعله الإنسان حصلت به السنة لأنه ليس
العبرة بالأداة العبرة بالفعل والنتيجة
“Ya, menggunakan
sikat gigi dan odol bisa mewakili siwak. Bahkan terkadang menggunakan sikat
gigi dan odol, bisa lebih bersih. Jika seseorang melakukannya maka dia telah
menjalankan sunnah. Karena yang dianggap bukanlah bendanya namun yang dianggap
adalah perbuatan dan hasilnya” (Fatawa Nur ‘Alaa Ad-Darb Li Al-Utsaimin 7/2)
Kapan
seseorang disunnahkan untuk bersiwak?
Secara umum,
siwak disunnahkan kapan saja. Karena dengan bersiwak, seseorang mendapatkan
ridha Allah dan mendapatkan kebersihan mulutnya. Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam bersabda:
عن عائشة عن النبي صلى الله عليه وسلم
قال: السواك مطهرة للفم مرضاة للرب
Dari Aisyah
radhiyallahu anha, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Siwak
dapat membersihkan mulut dan mendapatkan ridha Rabb” (HR. Bukhari 3/31)
Namun bersiwak
lebih ditekankan di beberapa waktu, seperti di bawah ini:
1. Ketika berwudhu.
Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه
وسلم قال: لولا أن أشق على أمتي لأمرتهم بالسواك عند كل وضوء
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
“Seandainya aku tidak memberatkan ummatku, maka aku akan perintahkan mereka
bersiwak setiap kali berwudhu” (HR. Bukhari 3/31)
Dan siwak
dilakukan sebelum berwudhu, dan ini lebih tepat. Walaupun juga boleh dilakukan
ketika kumur-kumur saat berwudhu atau dilakukan setelah berwudhu. Al-Imam
‘Alauddin Al-Kasani Al-hanafi rahimahullah berkata:
أما سنن الوضوء فكثيرة بعضها قبل
الوضوء، وبعضها في ابتدائه، وبعضها في أثنائه، الذي هو قبل الوضوء فمنها الاستنجاء
بالأحجار، أو ما يقوم مقامها ومنها السواك
“Adapun
sunnah-sunnah wudhu maka itu banyak, sebagiannya dilakukan sebelum berwudhu,
dan sebagian lagi dilakukan di saat berwudhu. Adapun yang dilakukan sebelum
wudhu, maka diantaranya adalah beristinja dengan batu atau benda yang mewakili.
Dan di antara sunnah lain yang dilakukan sebelum berwudhu adalah bersiwak”
(Badaai’ As-Shanaai’ 1/19)
Syaikh Al-Albani
rahimahullah berkata mengenai sifat wudhu:
صفته: السواك, التسمية, غسل الكفين
ثلاثا
“Sifat
wudhu adalah bersiwak, kemudian mengucapkan bismillah, kemudian mencuci kedua
telapak tangan sebanyak 3 kali, dst” (Ats-Tsamar Al-Mustathaab 1/10)
2. Ketika hendak
shalat
Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
عن أبي هريرة رضي الله عنه: أن رسول
الله صلى الله عليه وسلم قال: لولا أن أشق على أمتي لأمرتهم بالسواك مع كل صلاة
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
“Seandainya aku tidak memberatkan ummatku maka aku perintahkan mereka semua
untuk bersiwak ketika hendak shalat” (HR. Bukhari no. 887 dan Muslim no. 252)
3. Ketika
membaca Al-Quran
Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
عن علي رضي الله عنه قال: قال رسول
الله صلى الله عليه وسلم: إن العبد إذا قام يصلي أتاه الملك فقام خلفه يستمع
القرآن ويدنو، فلا يزال يستمع ويدنو حتى يضع فاه على فيه، فلا يقرأ آية إلا كانت
في جوف الملك
Dari Ali bin Abi
Thalib radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya
seorang hamba jika hendak shalat, maka malaikat datang dan tegak di belakangnya
untuk mendengarkan Al-Quran dan terus mendekat. Dan malaikat terus mendengar
dan mendekat sampai dia meletakkan mulutnya di mulut orang tersebut. Maka
tidaklah dia membaca sebuah ayat kecuali dia telah berada di rongga mulut
malaikat” (HR. Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra no. 162; Hasan sebagaimana
yang dinyatakan oleh Al-Albani)
Dan
disunnahkannya bersiwak ketika hendak membaca Al-Quran sesuai kesepakatan 4
madzhab, madzhab Hanafi sebagaimana yang tertera pada kitab Al-Bahru Ar-Raaiq,
dan Maliki sebagaimana yang tertera pada Mawahib Al-Jalil, dan Syafi’i sebagaimana
yang tertera pada Al-Majmuu’, dan Hanbali sebagaimana yang tertera pada Al-Iqna’.
4. Ketika masuk
ke dalam rumah
Syuraih
Al-Haritsi rahimahullah (seorang tabiin yang hidup di zaman nabi namun tidak
pernah berjumpa dengan beliau) berkata:
سألت عائشة، قلت: بأي شيء كان يبدأ
النبي صلى الله عليه وسلم إذا دخل بيته؟ قالت: بالسواك
Aku bertanya
kepada Aisyah: “Dengan apa nabi shallallahu alaihi wa sallam masuk ke dalam
rumahnya?” Maka Aisyah berkata: “Dengan siwak”. (HR. Muslim no. 253)
Dan ini juga
yang dipegang oleh para ulama dari 4 madzhab.
5. Ketika bangun
dari tidur malam
Hudzaifah
radhiyallahu anhu berkata:
كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا قام
من الليل، يشوص فاه بالسواك
“Nabi
shallallahu alaihi wa sallam jika bangun dari tidur malam, beliau menggosok
giginya dengan siwak” (HR. Bukhari no. 245 dan Muslim no. 255)
6. Bersiwak
ketika hari jum’at
Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
عن أبي سعيد الخدري أن رسول الله صلى
الله عليه وسلم قال: غسل يوم الجمعة على كل محتلم، وسواك، ويمس من الطيب ما قدر
عليه
Dari Abu Sa’id
Al-Khudri radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Mandi
pada hari jum’at ditekankan untuk setiap lelaki yang sudah baligh, begitu juga
bersiwak, dan menggunakan minyak wangi semampunya” (HR. Muslim no. 846)
Al-Imam
Asy-Syirazi Asy-Syafi’i rahimahullah berkata:
ويستحب أن يتنظف بسواك وأخذ الظفر
والشعر وقطع الروائح ويتطيب ويلبس أحسن ثيابه
“Dan disunnahkan
seseorang membersihkan tubuhnya dengan bersiwak, dan memotong kukunya, ataupun
rambutnya, dan menghilangkap bau tubuhnya, dan menggunakan minyak wangi, serta
memakai baju yang terbaik” (Al-Muhadzzab Fii Fiqhi Al-Imam Asy-Syafi’i 1/213)
Al-Imam Ibnu
Qudamah Al-Hanbali rahimahullah berkata:
من آداب يوم الجمعة التطيب والسواك
“Diantara adab
pada hari jumat adalah menggunakan minyak wangi dan bersiwak” (Al-Mughni 2/259)
Wallahu a’lam,
semoga yang sedikit ini bermanfaat. Wa shallallahu alaa nabiyyinaa Muhammad.
Penulis: Ustadz
Abdurrahman Al-Amiry
Artikel:
alamiry.net (Kajian Al-Amiry)
----------


0 komentar:
Posting Komentar