Apakah Rambut Wanita Yang Rontok Aurat?
Pertanyaan:
Afwan mau bertanya
ustadz. Rambut wanita yang rontok apakah aurat? Kalau sudah rontok apakah harus
dikuburkan?
Jawab:
1. Rambut wanita
yang sudah terlepas dari tubuhnya, maka tidak dihukumi lagi sebagai aurat.
Disebutkan dalam kitab Nailul Ma’aarib:
أما الشعرُ المنفصلُ من الأجنبيةِ فيجوزُ لمسُهُ
والنَّظَرُ إليه، وإن كان من محلِّ العورَةِ لزَوَالِ حُرْمَتِهِ بالانفصال
“Adapun rambut yang
sudah terlepas dari seorang wanita non mahram, maka diperbolehkan untuk
menyentuhnya dan melihatnya, walaupun rambut tersebut berasal dari tempat
aurat. Hal tersebut karena dia sudah tidak memiliki kehormatannya ketika sudah
terlepas (jatuh)” (Nailul Ma’aarib 2/138)
2. Kemudian apakah
rambut yang sudah rontok harus dikuburkan?
Syaikh Ibnu Utsaimin
rahimahullah ditanya:
عند تمشيط
المرأة لشعرها فإنه يبقى بعد التمشيط شعر في المشط، فهل يجوز لها أن تحرق هذا
الشعر أم ماذا تفعل به؟
“Ketika seorang
wanita menyisir rambutnya, maka adarambut yang tersisa disisir setelah menyisir. Maka
apakah boleh baginya untuk membakar rambut tersebut atau apa yang harus dia
lakukan?
Beliau berkata:
الشعر الذي
يخرج من الرأس أو من لحية الرجل، أو يكون من نتف الإباط أو حلق العانة كل هذا إذا
ألقي في الزبالة مثلاً أو في أي مكان فإنه لا بأس بذلك؛ لأنه بانفصاله عن الإنسان
لم يبقى له حرمة، لكن بعض السلف يرى أن الإنسان يدفنه أي يدفن ما سقط منه من شعر
أو ظفر، فإن فعل الإنسان فلا بأس وإن تركه في الزبالة أو في أي مكان فلا بأس. نعم
“Rambut yang
terlepas dari kepalanya atau dari janggut seorang lelaki ataupun dari ketiak
dan bulu kemaluan, maka semua ini seandainya dibuang di dalam tempat sampah
atau tempat manapun juga, maka tidak mengapa. Karena dengan rambut tersebut
terlepas dari seorang manusia maka tidak ada lagi kehormatan baginya. Namun
sebagian ulama terdahulu berpandangan bahwa seseorang dianjurkan untuk
menguburkannya atau menguburkan apa yang terjatuh darinya berupa rambut ataupun
kuku. Dan seandainya dia mau melakukan hal itu, maka tidak mengapa. Dan
seandainya pula dia tinggalkan di tempat sampah atau tempat manapun juga, maka juga
tidak mengapa”. (Lihat fatwa beliau di sini)
Ust. Abdurrahman Al-Amiry (Mudir Ponpes Imam Al-Albani, Prabumulih, Sumsel)
Artikel: abdurrahmanalamiry.com

0 komentar:
Posting Komentar