Abdurrahman Al-Amiry

Abdurrahman Al-Amiry

Abdurrahman Al-Amiry

Abdurrahman Al-Amiry

Abdurrahman Al-Amiry

Minggu, 18 Agustus 2024

Firqah Syi’ah [1]: Siapa Itu Syi’ah?
Siapa Itu Syi’ah?
 
Pembahasan Pertama: Syiah dalam pengertian Bahasa
 
Kata "Syiah" merujuk kepada pengikut, penolong, dan pendukung. Al-Azhari berkata:
 
والشيعة أنصار الرجل وأتباعه، وكل قوم اجتمعوا على أمر فهم شيعة
 
"Syiah adalah penolong dan pengikut seseorang, dan setiap kelompok yang berkumpul dalam suatu urusan, mereka semua adalah Syiah." (Tahdzibul Lughah 3/61)
 
Az-Zabidi juga menambahkan:
 
كل قوم اجتمعوا على أمر فهم شيعة، وكل من عاون إنساناً وتحزب له فهو شيعة له، وأصله من المشايعة وهي المطاوعة والمتابعة
 
"Setiap kelompok yang berkumpul untuk suatu urusan, mereka semua adalah Syiah, dan siapa pun yang membantu seseorang dan mendukungnya, dia adalah Syiah untuknya. Asalnya dari kata 'musya'iah' yang berarti mengikuti dan mendukung." (Tajul 'Arus 5/405)
 
Penggunaan Kata "Syiah" dalam Al-Qur'an:
 
Kata "Syiah" dan bentuk-bentuk lainnya dalam Al-Qur'an digunakan untuk beberapa makna sebagai berikut:
 
1. Sebagai kelompok, umat, atau sekelompok orang:

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
 
ثُمَّ لَنَنزِعَنَّ مِن كُلِّ شِيعَةٍ أَيُّهُمْ أَشَدُّ عَلَى الرَّحْمَنِ عِتِيًّا
 
"Kemudian pasti Kami akan mengadzab dari setiap syi'ah (kelompok), mana di antara mereka yang paling durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pengasih." (Maryam: 69) (Tafsir Al-Qur'an Al-'Azhim 3/131)
 
2. Sebagai sekte:

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
 
إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُواْ دِينَهُمْ وَكَانُواْ شِيَعًا لَّسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ
 
"Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa syi'ah (sekte), engkau (Muhammad) tidak ada urusan sedikit pun dengan mereka." (Al-An'am: 159) (Tafsir Al-Qur'an Al-Hakim - Tafsir Al-Manar 8/214)
 
3. Sebagai orang-orang yang sejenis atau sebanding:
 
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
 
وَلَقَدْ أَهْلَكْنَا أَشْيَاعَكُمْ فَهَلْ مِن مُّدَّكِرٍ
 
"Dan sungguh, telah Kami binasakan syi'ah-syi'ah kamu (orang-orang yang serupa dengan kamu (dalam kekafiran) dari umat-umat yang terdahulu, maka adakah yang mau mengambil pelajaran?" (Al-Qamar: 51) (Jami'ul Bayan 27/112)
 
4. Sebagai pengikut dan pendukung:
 
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
 
فَوَجَدَ فِيهَا رَجُلَيْنِ يَقْتَتِلَانِ هَذَا مِن شِيعَتِهِ وَهَذَا مِنْ عَدُوِّهِ فَاسْتَغَاثَهُ الَّذِي مِن شِيعَتِهِ عَلَى الَّذِي مِنْ عَدُوِّهِ فَوَكَزَهُ مُوسَى فَقَضَى عَلَيْهِ
 
"Lalu Musa mendapati di kota itu dua orang laki-laki yang berkelahi; yang seorang dari syi'ahnya (golongannya) dan yang seorang lagi dari musuhnya. Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepada Musa untuk melawan musuhnya, lalu Musa meninjunya dan matilah musuh itu." (Al-Qasas: 15) (Tahdzibul Lughah 3/63)
 
Pembahasan Kedua: Syiah secara Istilah
 
Para ulama memiliki pandangan yang berbeda mengenai definisi sebenarnya dari Syiah. Berikut ini adalah ringkasan pendapat-pendapat mereka:
 
1. Istilah "Syiah" secara umum digunakan untuk menyebut siapa saja yang mendukung Ali dan Ahlul Bait. Al-Firuzabadi berkata:

وقد غلب هذا الاسم على كل من يتولى علياً وأهل بيته، حتى صار اسماً لهم خاصاً
 
"Dan nama ini telah secara umum digunakan untuk siapa saja yang mendukung Ali dan Ahlul Bait, sehingga menjadi nama khusus bagi mereka." (Al-Qamus Al-Muhith 3/949, juga disebutkan oleh Al-Azhari dalam Tahdzibul Lughah 3/61)
 
2. Mereka adalah orang-orang yang mendukung Ali dan meyakini bahwa kepemimpinannya telah ditetapkan secara langsung, serta menganggap bahwa kekhalifahan sebelum beliau merupakan bentuk ketidakadilan terhadapnya.
 
3. Mereka adalah orang-orang yang mengutamakan Ali di atas Utsman Radhiyallahu Anhuma.
 
4. Syiah adalah sebutan bagi siapa saja yang mengutamakan Ali di atas para khalifah yang mendahuluinya Radhiyallahu Anhum semua, dan menganggap bahwa Ahlul Bait lebih berhak atas kekhalifahan, serta menganggap bahwa kekhalifahan selain mereka tidak sah. Ini adalah definisi yang paling mendekati kebenaran di antara definisi-definisi lainnya.
 
Diskusi terhadap Pendapat-pendapat tersebut:
 
Definisi pertama: Tidak tepat, karena Ahlus Sunnah juga mendukung Ali dan Ahlul Bait, namun mereka menolak ajaran Syiah.
 
Definisi kedua: Juga tidak akurat, karena sebagian Syiah mengakui kekhalifahan dua khalifah sebelum Ali, dan sebagian lagi tidak mengakui kekhalifahan Utsman. Sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Hazm, sebagian Zaidiyah bahkan menerima kekhalifahan Utsman (Al-Fashl 4/92). Selain itu, definisi ini juga hanya membatasi kekhalifahan pada Ali tanpa menyebut Ahlul Bait.
 
Definisi ketiga: Tidak benar juga, karena sebagian Syiah justru menyatakan penolakan terhadap Utsman. Seperti yang diungkapkan oleh Kutsair 'Izzah:
 
برأت إلى الإله من ابن أروى ... ومن دين الخوارج أجمعينا
ومن عمر برئت ومن عتيق ... غداة دعي أمير المؤمنينا
 
"Aku berlepas diri kepada Allah dari Ibnu Arwa (Utsman) dan dari agama Khawarij semuanya. Dan aku berlepas diri dari Umar dan dari Atiq (Abu Bakar) di hari dia dipanggil sebagai Amirul Mukminin."
 
Definisi keempat: Ini yang paling mendekati kebenaran, karena lebih mampu menggambarkan Syiah sebagai sebuah kelompok dengan pemikiran dan keyakinan yang jelas (Al-Adyan wal Firaq wal Madzahib Al-Mu'asirah, hal. 145).
 
Penggunaan Kata "Syiah" dalam Sejarah Islam
 
Kata "Syiah" awalnya hanya digunakan untuk merujuk pada para pengikut dan penolong seseorang. Seperti yang dijelaskan oleh Az-Zabidi:
 
كل قوم اجتمعوا على أمر فهم الشيعة وكل من عاون إنساناً وتحزب له فهو شيعة له, وأصله من المشايعة وهي المطاوعة والمتابعة
 
"Setiap kelompok yang berkumpul untuk suatu urusan, mereka semua adalah Syiah, dan siapa pun yang membantu seseorang dan mendukungnya, dia adalah Syiah baginya. Asal katanya dari 'musya'iah' yang berarti mengikuti dan mendukung."
 
Pada masa awal Islam, istilah ini digunakan dalam arti aslinya dan sebenarnya, serta tidak dipakai kecuali untuk kelompok politik atau faksi yang berbeda pandangan dalam beberapa masalah yang berkaitan dengan pemerintahan dan penguasa. Penggunaan istilah ini mulai dikenal saat perselisihan antara Muawiyah dan Ali Radhiyallahu Anhuma setelah syahidnya Utsman Radhiyallahu Anhu. Ketika itu, istilah "Syiah" digunakan untuk merujuk kepada para pendukung Khalifah Ali, yang mereka yakini lebih berhak atas kekhalifahan daripada Muawiyah atau yang lainnya. Mereka mendukung dan membela Ali dalam pertempuran melawan Muawiyah Radhiyallahu Anhu, sementara Syiah Muawiyah berpendapat sebaliknya, dengan alasan bahwa para pembunuh Utsman telah berlindung di kubu Ali Radhiyallahu Anhu.
 
Meskipun begitu, mereka yang mendukung Muawiyah tidak percaya bahwa kekhalifahan Ali Radhiyallahu Anhu tidak sah. Mereka beranggapan bahwa jika Ali menegakkan hukuman terhadap para pembunuh Utsman, mereka akan kembali mengakui dan menerima kekhalifahan Ali. Sebagaimana diriwayatkan oleh sejarawan, Muawiyah Radhiyallahu Anhu berkata kepada para utusan yang dikirim oleh Ali, yaitu Adi bin Hatim, Yazid bin Qais Al-Azdi, Syibits bin Rib'i, dan Ziyad bin Hafsah:
 
أما بعد فإنكم دعوتموني إلى الجماعة والطاعة، فأما الجماعة فمعنا هي، وأما الطاعة فكيف أطيع رجلاً أعان على قتل عثمان وهو يزعم أنه لم يقتله؟ ونحن لا نرد ذلك عليه ولا نتهمه به ولكنه آوى قتلة عثمان فيدفعهم إلينا حتى نقلتهم ثم نحن نجيبكم إلى الطاعة والجماعة
 
"Adapun setelah itu, kalian mengundangku kepada persatuan dan ketaatan. Sedangkan mengenai persatuan, itu sudah ada bersama kami, dan mengenai ketaatan, bagaimana aku bisa taat kepada seseorang yang mendukung pembunuhan Utsman, meskipun dia mengklaim tidak melakukannya? Kami tidak menuduhnya, tetapi dia telah melindungi para pembunuh Utsman. Jika dia menyerahkan mereka kepada kami untuk dihukum, maka kami akan menjawab panggilan kalian untuk ketaatan dan persatuan." (Al-Bidayah wan Nihayah 7/257, Thabari 5/6, Al-Kamil 3/290)
 
Hal yang serupa juga dikatakan oleh Muawiyah kepada Abu Darda dan Abu Umamah, yang juga dikirim oleh Ali Radhiyallahu Anhu:
 
اذهبا إليه فقولا له: فليقدنا من قتلة عثمان ثم أنا أول من بايعه من أهل الشام
 
"Pergilah kepadanya dan katakan padanya: Serahkanlah para pembunuh Utsman untuk diadili, maka aku akan menjadi orang pertama dari penduduk Syam yang berbaiat kepadanya." (Al-Bidayah wan Nihayah 7/253-259, Thabari 5/6)
 
Sebelum itu, ketika Ali Radhiyallahu Anhu mengirim Jareer bin Abdullah untuk mengundang Muawiyah agar berbaiat kepadanya, Muawiyah memanggil Amr bin Ash dan tokoh-tokoh Syam lainnya untuk berkonsultasi, namun mereka menolak untuk berbaiat sampai para pembunuh Utsman dihukum atau diserahkan kepada mereka. Sejarawan juga mencatat bahwa ketika Abu Darda dan Abu Umamah kembali kepada Ali, mereka menyampaikan pesan tersebut, lalu Ali berkata kepada mereka: "Inilah orang-orang yang kalian lihat," kemudian sekelompok besar orang keluar dan berkata, "Kami semua adalah pembunuh Utsman, siapa yang berani, silakan mendatangi kami." (Al-Bidayah wan Nihayah 7/253-259)
 
Kami tidak sedang membahas sebab-sebab peperangan antara Ali Radhiyallahu Anhu dan Muawiyah Radhiyallahu Anhu, tetapi ingin menunjukkan bahwa dua kelompok besar kaum Muslimin, sebagaimana yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dalam pujiannya terhadap Hasan Radhiyallahu Anhu, masing-masing berpihak dan mendukung siapa yang mereka anggap benar. Oleh karena itu, dua kelompok ini disebut sebagai Syiah Ali dan Syiah Muawiyah. Konflik antara mereka hanyalah konflik politik semata. Satu kelompok memandang Ali Radhiyallahu Anhu sebagai khalifah yang sah karena dia dipilih dengan musyawarah oleh Ahlul Halli wal Aqdi dari kaum Muhajirin dan Anshar. Sementara kelompok lainnya memandang bahwa Muawiyah bin Abi Sufyan Radhiyallahu Anhuma lebih berhak karena dia ingin membalas darah Utsman bin Affan, menantu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan khalifah umat Islam, yang Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam mengambil baiat terkenal untuk membalas kematiannya pada peristiwa Hudaibiyah. Baiat ini kemudian dikenal sebagai Bai'atul Ridhwan, karena Allah menurunkan ridha-Nya bagi mereka yang berbaiat demi tujuan tersebut.
 
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
 
لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ
 
"Sungguh, Allah telah meridhai orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon." (Al-Fath: 18)
 
Kata "Syiah" juga digunakan untuk merujuk pada sebuah faksi politik yang menyatukan Bani Ali dan Bani Abbas dengan sebutan "Syiah Ahlul Bait" sebagai tandingan dari "Syiah Bani Umayyah". Penggunaan istilah ini awalnya hanya untuk mengekspresikan pandangan politik mengenai siapa yang berhak memegang kekuasaan. Seorang tokoh Syiah terkenal mengutip dari kitab Az-Zinah karya As-Sijistani, yang mengatakan:
 
ثم بعد مقتل عثمان وقيام معاوية وأتباعه في وجه علي بن أبي طالب وإظهاره الطلب بدم عثمان واستمالته عدداً عظيماً من المسلمين إلى ذلك صار أتباعه يعرفون بالعثمانية وصار أتباع علي يعرفون بالعلوية مع بقاء إطلاق اسم الشيعة عليهم واستمر ذلك مدة ملك بني أمية
 
"Kemudian setelah terbunuhnya Utsman dan bangkitnya Muawiyah serta para pengikutnya melawan Ali bin Abi Thalib, dan dengan tampilnya Muawiyah dalam menuntut balas atas darah Utsman, serta menarik sejumlah besar umat Islam ke pihaknya, para pengikutnya dikenal sebagai 'Utsmaniyah', sementara para pengikut Ali dikenal sebagai 'Alawiyah', namun istilah 'Syiah' tetap digunakan untuk merujuk kepada mereka, dan ini berlangsung selama masa kekuasaan Bani Umayyah." (A'yan Asy-Syiah, Juz 1 Bagian 1, hal. 12)
 
Ia juga mengutip dari Naqib Syiah[1] di Aleppo yang mengatakan:
 
كل قوم أمرهم واحد يتبع بعضهم رأي بعض فهم شيعة, وشيعة الرجل أتباعه وأنصاره ويقال: شايعه كما يقال: والاه من الولي والمشايعة, وكأن الشيعة لما اتبعوا هؤلاء القوم واعتقدوا فيهم ما اعتقدوا سموا بهذا الاسم لأنهم صاروا أعواناً لهم وأنصارا وأتباعا
 
"Setiap kelompok yang urusannya satu dan mereka mengikuti pandangan yang sama, mereka adalah Syiah. Syiah dari seseorang adalah para pengikut dan penolongnya. Dikatakan 'Syiah' sebagaimana dikatakan 'mendukung' (walahu) dari kata 'wali' dan 'musya'iah'. Seakan-akan Syiah disebut demikian karena mereka mengikuti kelompok tersebut dan meyakini apa yang mereka yakini, sehingga mereka disebut dengan nama ini karena mereka menjadi penolong, pendukung, dan pengikut mereka."
 
Dia melanjutkan:
 
فأما من قبل حين أفضت الخلافة من بني هاشم إلى بني أمية وتسلمها معاوية بن صخر من الحسن بن علي وتلقفها من بني أمية ومالوا إلى بني هاشم وكان بنو علي وبنو عباس يومئذ في هذا شرع فلما انضموا إليهم واعتقدوا أنهم أحق بالخلافة من بني أمية وبذلوا لهم النصرة والموالاة والمشايعة سموا شيعة آل محمد, ولم يكن إذ ذاك بين بني علي وبني العباس افتراق في رأي ولا مذهب, فلما ملك بنو العباس وتسلمها سفاحهم من بني أمية نزغ الشيطان بينهم وبين بني علي فبدا منهم في حق بني علي ما بدا فنفر منهم فرقة من الشيعة
 
"Adapun sebelumnya, ketika kekhalifahan berpindah dari Bani Hasyim ke Bani Umayyah, dan diterima oleh Muawiyah bin Shakhr dari Hasan bin Ali, lalu diambil alih oleh Bani Umayyah, mereka (Bani Hasyim) cenderung kepada Bani Umayyah. Pada saat itu, Bani Ali dan Bani Abbas bersatu dalam tujuan yang sama. Ketika mereka bergabung dengan Bani Abbas dan meyakini bahwa mereka lebih berhak atas kekhalifahan dibandingkan Bani Umayyah, mereka memberikan dukungan dan kesetiaan, sehingga mereka disebut 'Syiah Ahlul Bait'. Pada masa itu, tidak ada perpecahan dalam pandangan atau mazhab antara Bani Ali dan Bani Abbas. Namun, ketika Bani Abbas memegang kekuasaan dan mengambil alih dari Bani Umayyah, setan menimbulkan perpecahan antara mereka dan Bani Ali, sehingga muncul perselisihan di antara mereka, yang membuat sebagian dari Syiah menjauh dari Bani Abbas." (Ghayat Al-Ikhtisar fi Akhbar Buyutat Al-Alawiyah Al-Mahfuzhah min Al-Ghobar, oleh Sayyid Tajuddin bin Hamzah Al-Husayni Naqib Halab)
 
Kami mengulangi istilah "politik" karena maksud kami adalah bahwa tidak ada perbedaan agama antara kedua kelompok yang berkaitan dengan kekafiran dan Islam, seperti yang ditegaskan oleh Sayyidina Ali Radhiyallahu Anhu ketika berbicara kepada pasukannya tentang Muawiyah dan tentaranya:
 
أوصيكم عباد الله تقوى الله فإنها خير ما تواصى به العباد وخير عواقب الأمور عند الله وقد فتح باب الحرب بينكم وبين أهل القبلة
 
"Aku wasiatkan kepada kalian, wahai hamba-hamba Allah, untuk bertakwa kepada Allah, karena itulah sebaik-baiknya nasihat yang disampaikan oleh para hamba, dan sebaik-baiknya akhir dari segala urusan di sisi Allah. Telah terbuka pintu perang antara kalian dan ahli kiblat (kaum Muslimin)." (Nahjul Balaghah, hal. 367)
 
Ali Radhiyallahu Anhu juga menjelaskan lebih lanjut dalam surat yang ia tulis kepada penduduk beberapa kota, di mana ia menceritakan apa yang terjadi antara dirinya dan penduduk Syam (pengikut Muawiyah) dan menjelaskan sikapnya terhadap mereka yang melawannya:
 
وكان بدء أمرنا التقينا والقوم من أهل الشام والظاهر أن ربنا واحد ونبينا واحد ودعوتنا في الإسلام واحدة ولا نستزيدهم في الإيمان بالله والتصديق برسوله صلى الله عليه وسلم الأمر واحد إلا ما اختلفنا فيه من دم عثمان ونحن منه براء
 
"Pada awalnya, kami bertemu dengan mereka (penduduk Syam), dan dzahirnya Rabb kami satu, Nabi kami satu, dan seruan kami dalam Islam sama. Kami tidak menganggap mereka kurang dalam iman kepada Allah dan pembenaran kepada Rasul-Nya Shallallahu Alaihi Wasallam. Urusan kami sama, kecuali perbedaan kami mengenai darah Utsman, yang kami berlepas diri darinya." (Nahjul Balaghah, 4480)
 
Karena alasan ini, Ali Radhiyallahu Anhu melarang para pengikutnya untuk mencela dan menghina penduduk Syam serta pendukung Muawiyah selama perang di Siffin. Dia berkata:
 
إني أكره لكم أن تكونوا سبابين ولكنكم لو وصفتم أعمالهم وذكرتهم حالهم كان أصوب في القول وأبلغ في العذر وقلتم مكان سبكم إياهم " اللهم احقن دمائنا ودمائهم وأصلح ذات بيننا وبينهم
 
"Aku tidak suka jika kalian menjadi orang-orang yang suka mencela, tetapi jika kalian menggambarkan perbuatan mereka dan mengingatkan keadaan mereka, itu akan lebih tepat dalam berbicara dan lebih baik sebagai alasan[2]. Dan kalian bisa berkata sebagai ganti dari mencela mereka: 'Ya Allah, selamatkanlah darah kami dan darah mereka, serta perbaikilah hubungan antara kami dan mereka.'" (Nahjul Balaghah, hal. 323)
 
Dukungan terhadap pandangan ini dapat ditemukan dalam sebuah hadits terkenal dari kalangan Syiah yang diriwayatkan oleh Al-Kulaini dalam kitabnya yang dianggap sahih oleh Syiah, yaitu Al-Kafi. Hadits tersebut diriwayatkan dari Ja'far bin Muhammad Al-Baqir, imam keenam yang dianggap maksum oleh Syiah, yang berkata:
 
ينادي مناد من السماء أول النهار ألا إن علياً صلوات الله عليه وشيعته هم الفائزون. قال: وينادي مناد آخر النهار: ألا إن عثمان وشيعته هم الفائزون
 
"Seorang penyeru akan menyeru dari langit pada pagi hari: 'Ketahuilah bahwa Ali beserta Syiahnya adalah orang-orang yang beruntung.' Kemudian, seorang penyeru lainnya akan menyeru pada sore hari: 'Ketahuilah bahwa Utsman beserta Syiahnya adalah orang-orang yang beruntung.'" (Al-Kafi fi Al-Furu', 8/209)
 
Sebagai tambahan yang menarik, diceritakan bahwa Abu Al-'Aliyah, seorang tabi'in terkenal yang sempat bertemu dengan Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam ketika masih muda, namun baru masuk Islam setelah wafatnya Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam di masa kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu. Diriwayatkan oleh Abu Khaldah bahwa Abu Al-'Aliyah berkata:
 
قال أبو العالية: لما كان زمان علي ومعاوية وإني لشاب القتال أحب إلي من الطعام الطيب فجهزت بجهاز حسن حتى أتيتهم فإذا صفان ما يرى طرفاهما إذا كبر هؤلاء كبر هؤلاء وإذا هلل هؤلاء هلل هؤلاء فراجعت نفسي فقلت: أي الفريقين أنزله كافرا؟ ومن أكرهني على هذا؟ قال: فما أمسيت حتى رجعت وتركتهم
 
"Ketika masa Ali dan Muawiyah, aku masih muda dan pertempuran lebih aku sukai daripada makanan yang lezat. Aku pun mempersiapkan peralatan dengan baik dan pergi menemui mereka. Ketika aku tiba, ada dua barisan yang ujungnya tidak terlihat. Jika yang satu bertakbir, yang lain juga bertakbir. Jika yang satu bertahlil, yang lain juga bertahlil. Aku pun merenung dan bertanya dalam hati: 'Di antara dua kelompok ini, siapa yang aku anggap sebagai kafir? Dan siapa yang memaksaku untuk berada di sini?' Maka pada malam harinya, aku pulang dan meninggalkan mereka." (Siyar A'lam An-Nubala', oleh Imam Adz-Dzahabi, 4/210; Thabaqat Ibn Sa'd, 7/114)
 
Kita tidak dapat menafikan bahwa ada orang-orang yang terpengaruh oleh tipu daya Yahudi dan pemikiran-pemikiran yang disusupkan sehingga mereka menyimpang dari jalan yang lurus dan memberikan konflik ini warna agama, seperti kelompok Sabaiyah dan lainnya yang terjebak dalam perangkap Yahudi yang membenci Islam. Mereka inilah yang terus mengobarkan api peperangan setiap kali api itu mulai meredup, namun mayoritas orang tidak terlibat dalam hal ini.
 
Inilah awal mula penggunaan istilah "Syiah," yang kemudian menjadi sebutan khusus bagi mereka yang mendukung Ali dan keturunannya, serta meyakini keyakinan-keyakinan khusus yang berasal dari tipu daya Abdullah bin Saba' Al-Yahudi dan lainnya yang berusaha meruntuhkan bangunan Islam dan merusak ajaran serta keyakinannya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Atsir dalam kitab An-Nihayah:
 
وأصل الشيعة: الفرقة من الناس وتقع على الواحد والاثنين والجمع والذكر والمؤنث بلفظ واحد ومعنى واحد وقد غلب هذا الاسم على كل من يزعم أنه يتولى علياً رضي الله عنه وأهل بيته حتى صار لهم اسماً خاصاً, فإذا قيل من الشيعة عرف أنه منهم, وفي مذهب الشيعة كذا أي عندهم وتجمع الشيعة علي شيع وأصلها من المشايعة وهي المتابعة والمطاوعة
 
"Asal kata 'Syiah' adalah kelompok dari manusia, yang dapat digunakan untuk satu orang, dua orang, atau lebih, baik laki-laki maupun perempuan, dengan bentuk dan makna yang sama. Nama ini telah menjadi umum digunakan untuk siapa saja yang mengaku mendukung Ali Radhiyallahu Anhu dan Ahlul Baitnya, sehingga menjadi nama khusus bagi mereka. Jika dikatakan 'dari Syiah', diketahui bahwa orang tersebut termasuk dalam golongan mereka. Dalam mazhab Syiah, ada pandangan seperti ini, yakni menurut mereka. Bentuk jamak dari 'Syiah' adalah 'Syia', dan asal katanya dari 'musya'iah' yang berarti mengikuti dan menaati." (An-Nihayah oleh Ibnu Atsir, 2/244)

Tag: Mausu'ah Al-Firaq

Abdurrahman Al-Amiry

Ahad, 18 Agustus 2024 di Ma'had Imam Al-Albani

[1] Naqib Syiah merujuk pada seorang pemimpin atau tokoh yang memiliki kedudukan penting dalam komunitas Syiah. Dalam konteks sejarah, istilah "naqib" sering digunakan untuk menyebut seseorang yang diakui sebagai pemimpin atau perwakilan suatu kelompok atau suku. Dalam hal ini, Naqib Syiah adalah seseorang yang dianggap sebagai perwakilan utama atau pemimpin yang diakui dalam komunitas Syiah di daerah tertentu, seperti di Aleppo (Halab) yang disebutkan dalam teks.
Naqib ini biasanya memiliki otoritas dalam hal keagamaan, politik, atau sosial, dan perannya adalah memimpin dan membimbing komunitas tersebut sesuai dengan ajaran Syiah, serta menjadi penengah atau juru bicara dalam urusan yang berkaitan dengan komunitas mereka.
 
[2] Maksud dari kalimat "itu akan lebih tepat dalam berbicara dan lebih baik sebagai alasan" adalah bahwa daripada mencela atau menghina pihak lain, lebih baik menggambarkan atau menjelaskan perbuatan mereka dan kondisi mereka dengan cara yang objektif dan tepat. Ini bukan hanya lebih benar dari segi komunikasi, tetapi juga lebih dapat diterima dan dibenarkan dalam memberikan penilaian atau kritik.
Ali Radhiyallahu Anhu menyarankan bahwa daripada menggunakan kata-kata kasar atau cercaan, lebih baik berbicara dengan cara yang sopan dan mendeskripsikan apa yang mereka lakukan, karena ini akan memberikan alasan yang lebih kuat dan dapat dipertanggungjawabkan dalam berdiskusi atau berdebat. Dengan cara ini, ucapan kita akan lebih mendalam dan penuh makna, serta lebih mudah diterima oleh orang lain.
 

Abdurrahman Al-Amiry adalah seorang penuntut ilmu dan pengkaji islam, serta mudir atau pimpinan ponpes Imam Al-Albani, Prabumulih, Sumsel. Keseharian beliau adalah mengajar dan berdakwah di jalan Allah. Beliau menghabiskan waktu paginya dengan mengajar para santri dan menghabiskan waktu malam dengan berdakwah lepas di berbagai masjid..

0 komentar:

Posting Komentar

Contact Me

Adress

Ma'had Imam Al-Albani, Prabumulih, Sumsel

Phone number

+62 89520172737 (Admin 'Lia')

Website

www.abdurrahmanalamiry.com