Siapa
Itu Syi’ah?
Pembahasan
Pertama: Syiah dalam pengertian Bahasa
Kata
"Syiah" merujuk kepada pengikut, penolong, dan pendukung. Al-Azhari
berkata:
والشيعة أنصار الرجل وأتباعه، وكل قوم اجتمعوا على أمر
فهم شيعة
"Syiah
adalah penolong dan pengikut seseorang, dan setiap kelompok yang berkumpul dalam
suatu urusan, mereka semua adalah Syiah." (Tahdzibul Lughah 3/61)
Az-Zabidi
juga menambahkan:
كل قوم اجتمعوا على أمر فهم شيعة، وكل من عاون إنساناً
وتحزب له فهو شيعة له، وأصله من المشايعة وهي المطاوعة والمتابعة
"Setiap
kelompok yang berkumpul untuk suatu urusan, mereka semua adalah Syiah, dan
siapa pun yang membantu seseorang dan mendukungnya, dia adalah Syiah untuknya.
Asalnya dari kata 'musya'iah' yang berarti mengikuti dan mendukung."
(Tajul 'Arus 5/405)
Penggunaan
Kata "Syiah" dalam Al-Qur'an:
Kata
"Syiah" dan bentuk-bentuk lainnya dalam Al-Qur'an digunakan untuk
beberapa makna sebagai berikut:
1. Sebagai
kelompok, umat, atau sekelompok orang:
Allah
Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
ثُمَّ لَنَنزِعَنَّ مِن كُلِّ شِيعَةٍ أَيُّهُمْ أَشَدُّ
عَلَى الرَّحْمَنِ عِتِيًّا
"Kemudian
pasti Kami akan mengadzab dari setiap syi'ah (kelompok), mana di antara mereka yang paling
durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pengasih." (Maryam: 69) (Tafsir Al-Qur'an
Al-'Azhim 3/131)
2. Sebagai
sekte:
Allah
Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُواْ دِينَهُمْ وَكَانُواْ شِيَعًا
لَّسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ
"Sesungguhnya
orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa syi'ah (sekte),
engkau (Muhammad) tidak ada urusan sedikit pun dengan mereka." (Al-An'am:
159) (Tafsir Al-Qur'an Al-Hakim - Tafsir Al-Manar 8/214)
3. Sebagai
orang-orang yang sejenis atau sebanding:
Allah
Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
وَلَقَدْ أَهْلَكْنَا أَشْيَاعَكُمْ فَهَلْ مِن
مُّدَّكِرٍ
"Dan
sungguh, telah Kami binasakan syi'ah-syi'ah kamu (orang-orang yang serupa dengan kamu (dalam
kekafiran) dari umat-umat yang terdahulu, maka adakah yang mau mengambil
pelajaran?" (Al-Qamar: 51) (Jami'ul Bayan 27/112)
4. Sebagai
pengikut dan pendukung:
Allah
Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
فَوَجَدَ فِيهَا رَجُلَيْنِ يَقْتَتِلَانِ هَذَا مِن
شِيعَتِهِ وَهَذَا مِنْ عَدُوِّهِ فَاسْتَغَاثَهُ الَّذِي مِن شِيعَتِهِ عَلَى
الَّذِي مِنْ عَدُوِّهِ فَوَكَزَهُ مُوسَى فَقَضَى عَلَيْهِ
"Lalu
Musa mendapati di kota itu dua orang laki-laki yang berkelahi; yang seorang
dari syi'ahnya (golongannya) dan yang seorang lagi dari musuhnya. Maka orang
yang dari golongannya meminta pertolongan kepada Musa untuk melawan musuhnya,
lalu Musa meninjunya dan matilah musuh itu." (Al-Qasas: 15) (Tahdzibul
Lughah 3/63)
Pembahasan
Kedua: Syiah secara Istilah
Para
ulama memiliki pandangan yang berbeda mengenai definisi sebenarnya dari Syiah.
Berikut ini adalah ringkasan pendapat-pendapat mereka:
1. Istilah
"Syiah" secara umum digunakan untuk menyebut siapa saja yang
mendukung Ali dan Ahlul Bait. Al-Firuzabadi berkata:
وقد غلب هذا الاسم على كل من يتولى علياً وأهل بيته، حتى
صار اسماً لهم خاصاً
"Dan
nama ini telah secara umum digunakan untuk siapa saja yang mendukung Ali dan
Ahlul Bait, sehingga menjadi nama khusus bagi mereka." (Al-Qamus Al-Muhith
3/949, juga disebutkan oleh Al-Azhari dalam Tahdzibul Lughah 3/61)
2. Mereka
adalah orang-orang yang mendukung Ali dan meyakini bahwa kepemimpinannya telah
ditetapkan secara langsung, serta menganggap bahwa kekhalifahan sebelum beliau
merupakan bentuk ketidakadilan terhadapnya.
3. Mereka
adalah orang-orang yang mengutamakan Ali di atas Utsman Radhiyallahu Anhuma.
4. Syiah
adalah sebutan bagi siapa saja yang mengutamakan Ali di atas para khalifah yang
mendahuluinya Radhiyallahu Anhum semua, dan menganggap bahwa Ahlul Bait lebih
berhak atas kekhalifahan, serta menganggap bahwa kekhalifahan selain mereka
tidak sah. Ini adalah definisi yang paling mendekati kebenaran di antara
definisi-definisi lainnya.
Diskusi terhadap Pendapat-pendapat tersebut:
Definisi
pertama: Tidak tepat, karena Ahlus Sunnah juga mendukung Ali
dan Ahlul Bait, namun mereka menolak ajaran Syiah.
Definisi
kedua: Juga tidak akurat, karena sebagian Syiah mengakui
kekhalifahan dua khalifah sebelum Ali, dan sebagian lagi tidak mengakui
kekhalifahan Utsman. Sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Hazm, sebagian
Zaidiyah bahkan menerima kekhalifahan Utsman (Al-Fashl 4/92). Selain itu,
definisi ini juga hanya membatasi kekhalifahan pada Ali tanpa menyebut Ahlul
Bait.
Definisi
ketiga: Tidak benar juga, karena sebagian Syiah justru
menyatakan penolakan terhadap Utsman. Seperti yang diungkapkan oleh Kutsair
'Izzah:
برأت إلى الإله من ابن أروى ... ومن دين الخوارج أجمعينا
ومن عمر برئت ومن عتيق ... غداة دعي أمير المؤمنينا
"Aku
berlepas diri kepada Allah dari Ibnu Arwa (Utsman) dan dari agama Khawarij
semuanya. Dan aku berlepas diri dari Umar dan dari Atiq (Abu Bakar) di hari dia
dipanggil sebagai Amirul Mukminin."
Definisi
keempat: Ini yang paling mendekati kebenaran, karena lebih
mampu menggambarkan Syiah sebagai sebuah kelompok dengan pemikiran dan
keyakinan yang jelas (Al-Adyan wal Firaq wal Madzahib Al-Mu'asirah, hal. 145).
Penggunaan
Kata "Syiah" dalam Sejarah Islam
Kata
"Syiah" awalnya hanya digunakan untuk merujuk pada para pengikut dan penolong
seseorang. Seperti yang dijelaskan oleh Az-Zabidi:
كل قوم اجتمعوا على أمر فهم الشيعة وكل من عاون إنساناً
وتحزب له فهو شيعة له, وأصله من المشايعة وهي المطاوعة والمتابعة
"Setiap
kelompok yang berkumpul untuk suatu urusan, mereka semua adalah Syiah, dan
siapa pun yang membantu seseorang dan mendukungnya, dia adalah Syiah baginya.
Asal katanya dari 'musya'iah' yang berarti mengikuti dan mendukung."
Pada
masa awal Islam, istilah ini digunakan dalam arti aslinya dan sebenarnya, serta
tidak dipakai kecuali untuk kelompok politik atau faksi yang berbeda pandangan
dalam beberapa masalah yang berkaitan dengan pemerintahan dan penguasa.
Penggunaan istilah ini mulai dikenal saat perselisihan antara Muawiyah dan Ali
Radhiyallahu Anhuma setelah syahidnya Utsman Radhiyallahu Anhu. Ketika itu,
istilah "Syiah" digunakan untuk merujuk kepada para pendukung
Khalifah Ali, yang mereka yakini lebih berhak atas kekhalifahan daripada
Muawiyah atau yang lainnya. Mereka mendukung dan membela Ali dalam pertempuran
melawan Muawiyah Radhiyallahu Anhu, sementara Syiah Muawiyah berpendapat
sebaliknya, dengan alasan bahwa para pembunuh Utsman telah berlindung di kubu
Ali Radhiyallahu Anhu.
Meskipun
begitu, mereka yang mendukung Muawiyah tidak percaya bahwa kekhalifahan Ali
Radhiyallahu Anhu tidak sah. Mereka beranggapan bahwa jika Ali menegakkan
hukuman terhadap para pembunuh Utsman, mereka akan kembali mengakui dan
menerima kekhalifahan Ali. Sebagaimana diriwayatkan oleh sejarawan, Muawiyah
Radhiyallahu Anhu berkata kepada para utusan yang dikirim oleh Ali, yaitu Adi
bin Hatim, Yazid bin Qais Al-Azdi, Syibits bin Rib'i, dan Ziyad bin Hafsah:
أما بعد فإنكم دعوتموني إلى الجماعة والطاعة، فأما
الجماعة فمعنا هي، وأما الطاعة فكيف أطيع رجلاً أعان على قتل عثمان وهو يزعم أنه
لم يقتله؟ ونحن لا نرد ذلك عليه ولا نتهمه به ولكنه آوى قتلة عثمان فيدفعهم إلينا
حتى نقلتهم ثم نحن نجيبكم إلى الطاعة والجماعة
"Adapun
setelah itu, kalian mengundangku kepada persatuan dan ketaatan. Sedangkan
mengenai persatuan, itu sudah ada bersama kami, dan mengenai ketaatan,
bagaimana aku bisa taat kepada seseorang yang mendukung pembunuhan Utsman,
meskipun dia mengklaim tidak melakukannya? Kami tidak menuduhnya, tetapi dia
telah melindungi para pembunuh Utsman. Jika dia menyerahkan mereka kepada kami
untuk dihukum, maka kami akan menjawab panggilan kalian untuk ketaatan dan
persatuan." (Al-Bidayah wan Nihayah 7/257, Thabari 5/6, Al-Kamil 3/290)
Hal yang
serupa juga dikatakan oleh Muawiyah kepada Abu Darda dan Abu Umamah, yang juga
dikirim oleh Ali Radhiyallahu Anhu:
اذهبا إليه فقولا له: فليقدنا من قتلة عثمان ثم أنا أول
من بايعه من أهل الشام
"Pergilah
kepadanya dan katakan padanya: Serahkanlah para pembunuh Utsman untuk diadili,
maka aku akan menjadi orang pertama dari penduduk Syam yang berbaiat
kepadanya." (Al-Bidayah wan Nihayah 7/253-259, Thabari 5/6)
Sebelum
itu, ketika Ali Radhiyallahu Anhu mengirim Jareer bin Abdullah untuk mengundang
Muawiyah agar berbaiat kepadanya, Muawiyah memanggil Amr bin Ash dan
tokoh-tokoh Syam lainnya untuk berkonsultasi, namun mereka menolak untuk
berbaiat sampai para pembunuh Utsman dihukum atau diserahkan kepada mereka.
Sejarawan juga mencatat bahwa ketika Abu Darda dan Abu Umamah kembali kepada
Ali, mereka menyampaikan pesan tersebut, lalu Ali berkata kepada mereka:
"Inilah orang-orang yang kalian lihat," kemudian sekelompok besar
orang keluar dan berkata, "Kami semua adalah pembunuh Utsman, siapa yang
berani, silakan mendatangi kami." (Al-Bidayah wan Nihayah 7/253-259)
Kami
tidak sedang membahas sebab-sebab peperangan antara Ali Radhiyallahu Anhu dan
Muawiyah Radhiyallahu Anhu, tetapi ingin menunjukkan bahwa dua kelompok besar
kaum Muslimin, sebagaimana yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam dalam pujiannya terhadap Hasan Radhiyallahu Anhu, masing-masing
berpihak dan mendukung siapa yang mereka anggap benar. Oleh karena itu, dua
kelompok ini disebut sebagai Syiah Ali dan Syiah Muawiyah. Konflik antara
mereka hanyalah konflik politik semata. Satu kelompok memandang Ali
Radhiyallahu Anhu sebagai khalifah yang sah karena dia dipilih dengan
musyawarah oleh Ahlul Halli wal Aqdi dari kaum Muhajirin dan Anshar. Sementara
kelompok lainnya memandang bahwa Muawiyah bin Abi Sufyan Radhiyallahu Anhuma
lebih berhak karena dia ingin membalas darah Utsman bin Affan, menantu
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan khalifah umat Islam, yang Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam mengambil baiat terkenal untuk membalas kematiannya
pada peristiwa Hudaibiyah. Baiat ini kemudian dikenal sebagai Bai'atul Ridhwan,
karena Allah menurunkan ridha-Nya bagi mereka yang berbaiat demi tujuan
tersebut.
Allah
Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ
يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ
"Sungguh,
Allah telah meridhai orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu
di bawah pohon." (Al-Fath: 18)
Kata "Syiah" juga
digunakan untuk merujuk pada sebuah faksi politik yang menyatukan Bani Ali dan
Bani Abbas dengan sebutan "Syiah Ahlul Bait" sebagai tandingan dari
"Syiah Bani Umayyah". Penggunaan istilah ini awalnya hanya untuk
mengekspresikan pandangan politik mengenai siapa yang berhak memegang kekuasaan.
Seorang tokoh Syiah terkenal mengutip dari kitab Az-Zinah karya As-Sijistani,
yang mengatakan:
ثم بعد مقتل عثمان وقيام معاوية
وأتباعه في وجه علي بن أبي طالب وإظهاره الطلب بدم عثمان واستمالته عدداً عظيماً
من المسلمين إلى ذلك صار أتباعه يعرفون بالعثمانية وصار أتباع علي يعرفون بالعلوية
مع بقاء إطلاق اسم الشيعة عليهم واستمر ذلك مدة ملك بني أمية
"Kemudian setelah
terbunuhnya Utsman dan bangkitnya Muawiyah serta para pengikutnya melawan Ali
bin Abi Thalib, dan dengan tampilnya Muawiyah dalam menuntut balas atas darah
Utsman, serta menarik sejumlah besar umat Islam ke pihaknya, para pengikutnya
dikenal sebagai 'Utsmaniyah', sementara para pengikut Ali dikenal sebagai
'Alawiyah', namun istilah 'Syiah' tetap digunakan untuk merujuk kepada mereka,
dan ini berlangsung selama masa kekuasaan Bani Umayyah." (A'yan Asy-Syiah,
Juz 1 Bagian 1, hal. 12)
Ia juga mengutip dari Naqib
Syiah
di Aleppo yang mengatakan:
كل قوم أمرهم واحد يتبع بعضهم
رأي بعض فهم شيعة, وشيعة الرجل أتباعه وأنصاره ويقال: شايعه كما يقال: والاه من
الولي والمشايعة, وكأن الشيعة لما اتبعوا هؤلاء القوم واعتقدوا فيهم ما اعتقدوا
سموا بهذا الاسم لأنهم صاروا أعواناً لهم وأنصارا وأتباعا
"Setiap kelompok yang
urusannya satu dan mereka mengikuti pandangan yang sama, mereka adalah Syiah.
Syiah dari seseorang adalah para pengikut dan penolongnya. Dikatakan 'Syiah'
sebagaimana dikatakan 'mendukung' (walahu) dari kata 'wali' dan 'musya'iah'.
Seakan-akan Syiah disebut demikian karena mereka mengikuti kelompok tersebut
dan meyakini apa yang mereka yakini, sehingga mereka disebut dengan nama ini
karena mereka menjadi penolong, pendukung, dan pengikut mereka."
Dia melanjutkan:
فأما من قبل حين أفضت الخلافة من
بني هاشم إلى بني أمية وتسلمها معاوية بن صخر من الحسن بن علي وتلقفها من بني أمية
ومالوا إلى بني هاشم وكان بنو علي وبنو عباس يومئذ في هذا شرع فلما انضموا إليهم
واعتقدوا أنهم أحق بالخلافة من بني أمية وبذلوا لهم النصرة والموالاة والمشايعة
سموا شيعة آل محمد, ولم يكن إذ ذاك بين بني علي وبني العباس افتراق في رأي ولا
مذهب, فلما ملك بنو العباس وتسلمها سفاحهم من بني أمية نزغ الشيطان بينهم وبين بني
علي فبدا منهم في حق بني علي ما بدا فنفر منهم فرقة من الشيعة
"Adapun sebelumnya, ketika
kekhalifahan berpindah dari Bani Hasyim ke Bani Umayyah, dan diterima oleh
Muawiyah bin Shakhr dari Hasan bin Ali, lalu diambil alih oleh Bani Umayyah,
mereka (Bani Hasyim) cenderung kepada Bani Umayyah. Pada saat itu, Bani Ali dan
Bani Abbas bersatu dalam tujuan yang sama. Ketika mereka bergabung dengan Bani
Abbas dan meyakini bahwa mereka lebih berhak atas kekhalifahan dibandingkan
Bani Umayyah, mereka memberikan dukungan dan kesetiaan, sehingga mereka disebut
'Syiah Ahlul Bait'. Pada masa itu, tidak ada perpecahan dalam pandangan atau
mazhab antara Bani Ali dan Bani Abbas. Namun, ketika Bani Abbas memegang
kekuasaan dan mengambil alih dari Bani Umayyah, setan menimbulkan perpecahan
antara mereka dan Bani Ali, sehingga muncul perselisihan di antara mereka, yang
membuat sebagian dari Syiah menjauh dari Bani Abbas." (Ghayat Al-Ikhtisar
fi Akhbar Buyutat Al-Alawiyah Al-Mahfuzhah min Al-Ghobar, oleh Sayyid Tajuddin
bin Hamzah Al-Husayni Naqib Halab)
Kami mengulangi istilah
"politik" karena maksud kami adalah bahwa tidak ada perbedaan agama
antara kedua kelompok yang berkaitan dengan kekafiran dan Islam, seperti yang
ditegaskan oleh Sayyidina Ali Radhiyallahu Anhu ketika berbicara kepada
pasukannya tentang Muawiyah dan tentaranya:
أوصيكم عباد الله تقوى الله
فإنها خير ما تواصى به العباد وخير عواقب الأمور عند الله وقد فتح باب الحرب بينكم
وبين أهل القبلة
"Aku wasiatkan kepada
kalian, wahai hamba-hamba Allah, untuk bertakwa kepada Allah, karena itulah
sebaik-baiknya nasihat yang disampaikan oleh para hamba, dan sebaik-baiknya
akhir dari segala urusan di sisi Allah. Telah terbuka pintu perang antara
kalian dan ahli kiblat (kaum Muslimin)." (Nahjul Balaghah, hal. 367)
Ali Radhiyallahu Anhu juga
menjelaskan lebih lanjut dalam surat yang ia tulis kepada penduduk beberapa
kota, di mana ia menceritakan apa yang terjadi antara dirinya dan penduduk Syam
(pengikut Muawiyah) dan menjelaskan sikapnya terhadap mereka yang melawannya:
وكان بدء أمرنا التقينا والقوم
من أهل الشام والظاهر أن ربنا واحد ونبينا واحد ودعوتنا في الإسلام واحدة ولا
نستزيدهم في الإيمان بالله والتصديق برسوله صلى الله عليه وسلم الأمر واحد إلا ما
اختلفنا فيه من دم عثمان ونحن منه براء
"Pada awalnya, kami
bertemu dengan mereka (penduduk Syam), dan dzahirnya Rabb kami satu, Nabi kami
satu, dan seruan kami dalam Islam sama. Kami tidak menganggap mereka kurang
dalam iman kepada Allah dan pembenaran kepada Rasul-Nya Shallallahu Alaihi
Wasallam. Urusan kami sama, kecuali perbedaan kami mengenai darah Utsman, yang
kami berlepas diri darinya." (Nahjul Balaghah, 4480)
Karena alasan ini, Ali
Radhiyallahu Anhu melarang para pengikutnya untuk mencela dan menghina penduduk
Syam serta pendukung Muawiyah selama perang di Siffin. Dia berkata:
إني أكره لكم أن تكونوا سبابين
ولكنكم لو وصفتم أعمالهم وذكرتهم حالهم كان أصوب في القول وأبلغ في العذر وقلتم
مكان سبكم إياهم " اللهم احقن دمائنا ودمائهم وأصلح ذات بيننا وبينهم
"Aku tidak suka jika
kalian menjadi orang-orang yang suka mencela, tetapi jika kalian menggambarkan
perbuatan mereka dan mengingatkan keadaan mereka, itu akan lebih tepat dalam
berbicara dan lebih baik sebagai alasan.
Dan kalian bisa berkata sebagai ganti dari mencela mereka: 'Ya Allah,
selamatkanlah darah kami dan darah mereka, serta perbaikilah hubungan antara
kami dan mereka.'" (Nahjul Balaghah, hal. 323)
Dukungan terhadap pandangan ini
dapat ditemukan dalam sebuah hadits terkenal dari kalangan Syiah yang
diriwayatkan oleh Al-Kulaini dalam kitabnya yang dianggap sahih oleh Syiah,
yaitu Al-Kafi. Hadits tersebut diriwayatkan dari Ja'far bin Muhammad Al-Baqir,
imam keenam yang dianggap maksum oleh Syiah, yang berkata:
ينادي مناد من السماء أول النهار
ألا إن علياً صلوات الله عليه وشيعته هم الفائزون. قال: وينادي مناد آخر النهار:
ألا إن عثمان وشيعته هم الفائزون
"Seorang penyeru akan
menyeru dari langit pada pagi hari: 'Ketahuilah bahwa Ali beserta Syiahnya
adalah orang-orang yang beruntung.' Kemudian, seorang penyeru lainnya akan
menyeru pada sore hari: 'Ketahuilah bahwa Utsman beserta Syiahnya adalah
orang-orang yang beruntung.'" (Al-Kafi fi Al-Furu', 8/209)
Sebagai tambahan yang menarik,
diceritakan bahwa Abu Al-'Aliyah, seorang tabi'in terkenal yang sempat bertemu
dengan Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam ketika masih muda, namun baru masuk
Islam setelah wafatnya Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam di masa kekhalifahan
Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu. Diriwayatkan oleh Abu Khaldah bahwa
Abu Al-'Aliyah berkata:
قال أبو العالية: لما كان زمان
علي ومعاوية وإني لشاب القتال أحب إلي من الطعام الطيب فجهزت بجهاز حسن حتى أتيتهم
فإذا صفان ما يرى طرفاهما إذا كبر هؤلاء كبر هؤلاء وإذا هلل هؤلاء هلل هؤلاء
فراجعت نفسي فقلت: أي الفريقين أنزله كافرا؟ ومن أكرهني على هذا؟ قال: فما أمسيت
حتى رجعت وتركتهم
"Ketika masa Ali dan
Muawiyah, aku masih muda dan pertempuran lebih aku sukai daripada makanan yang
lezat. Aku pun mempersiapkan peralatan dengan baik dan pergi menemui mereka.
Ketika aku tiba, ada dua barisan yang ujungnya tidak terlihat. Jika yang satu
bertakbir, yang lain juga bertakbir. Jika yang satu bertahlil, yang lain juga
bertahlil. Aku pun merenung dan bertanya dalam hati: 'Di antara dua kelompok
ini, siapa yang aku anggap sebagai kafir? Dan siapa yang memaksaku untuk berada
di sini?' Maka pada malam harinya, aku pulang dan meninggalkan mereka."
(Siyar A'lam An-Nubala', oleh Imam Adz-Dzahabi, 4/210; Thabaqat Ibn Sa'd,
7/114)
Kita tidak dapat menafikan
bahwa ada orang-orang yang terpengaruh oleh tipu daya Yahudi dan
pemikiran-pemikiran yang disusupkan sehingga mereka menyimpang dari jalan yang
lurus dan memberikan konflik ini warna agama, seperti kelompok Sabaiyah dan
lainnya yang terjebak dalam perangkap Yahudi yang membenci Islam. Mereka inilah
yang terus mengobarkan api peperangan setiap kali api itu mulai meredup, namun
mayoritas orang tidak terlibat dalam hal ini.
Inilah awal mula penggunaan
istilah "Syiah," yang kemudian menjadi sebutan khusus bagi mereka
yang mendukung Ali dan keturunannya, serta meyakini keyakinan-keyakinan khusus
yang berasal dari tipu daya Abdullah bin Saba' Al-Yahudi dan lainnya yang berusaha
meruntuhkan bangunan Islam dan merusak ajaran serta keyakinannya. Sebagaimana
yang dikatakan oleh Ibnu Atsir dalam kitab An-Nihayah:
وأصل الشيعة: الفرقة من الناس
وتقع على الواحد والاثنين والجمع والذكر والمؤنث بلفظ واحد ومعنى واحد وقد غلب هذا
الاسم على كل من يزعم أنه يتولى علياً رضي الله عنه وأهل بيته حتى صار لهم اسماً
خاصاً, فإذا قيل من الشيعة عرف أنه منهم, وفي مذهب الشيعة كذا أي عندهم وتجمع
الشيعة علي شيع وأصلها من المشايعة وهي المتابعة والمطاوعة
"Asal kata 'Syiah' adalah
kelompok dari manusia, yang dapat digunakan untuk satu orang, dua orang, atau
lebih, baik laki-laki maupun perempuan, dengan bentuk dan makna yang sama. Nama
ini telah menjadi umum digunakan untuk siapa saja yang mengaku mendukung Ali
Radhiyallahu Anhu dan Ahlul Baitnya, sehingga menjadi nama khusus bagi mereka.
Jika dikatakan 'dari Syiah', diketahui bahwa orang tersebut termasuk dalam
golongan mereka. Dalam mazhab Syiah, ada pandangan seperti ini, yakni menurut
mereka. Bentuk jamak dari 'Syiah' adalah 'Syia', dan asal katanya dari 'musya'iah'
yang berarti mengikuti dan menaati." (An-Nihayah oleh Ibnu Atsir, 2/244)
Tag: Mausu'ah Al-Firaq
Abdurrahman Al-Amiry
Ahad, 18 Agustus 2024 di Ma'had Imam Al-Albani
Naqib Syiah merujuk pada seorang pemimpin atau tokoh yang
memiliki kedudukan penting dalam komunitas Syiah. Dalam konteks sejarah,
istilah "naqib" sering digunakan untuk menyebut seseorang yang diakui
sebagai pemimpin atau perwakilan suatu kelompok atau suku. Dalam hal ini,
Naqib
Syiah adalah seseorang yang dianggap sebagai perwakilan utama atau
pemimpin yang diakui dalam komunitas Syiah di daerah tertentu, seperti di
Aleppo (Halab) yang disebutkan dalam teks.
Naqib ini biasanya memiliki otoritas dalam hal keagamaan, politik, atau
sosial, dan perannya adalah memimpin dan membimbing komunitas tersebut sesuai
dengan ajaran Syiah, serta menjadi penengah atau juru bicara dalam urusan yang
berkaitan dengan komunitas mereka.
Maksud dari kalimat "itu akan lebih tepat dalam berbicara dan lebih baik
sebagai alasan" adalah bahwa daripada mencela atau menghina pihak lain,
lebih baik menggambarkan atau menjelaskan perbuatan mereka dan kondisi mereka
dengan cara yang objektif dan tepat. Ini bukan hanya lebih benar dari segi
komunikasi, tetapi juga lebih dapat diterima dan dibenarkan dalam memberikan
penilaian atau kritik.
Ali Radhiyallahu Anhu menyarankan bahwa daripada menggunakan kata-kata kasar
atau cercaan, lebih baik berbicara dengan cara yang sopan dan mendeskripsikan
apa yang mereka lakukan, karena ini akan memberikan alasan yang lebih kuat dan
dapat dipertanggungjawabkan dalam berdiskusi atau berdebat. Dengan cara ini,
ucapan kita akan lebih mendalam dan penuh makna, serta lebih mudah diterima
oleh orang lain.
0 komentar:
Posting Komentar