Abdurrahman Al-Amiry

Abdurrahman Al-Amiry

Abdurrahman Al-Amiry

Abdurrahman Al-Amiry

Abdurrahman Al-Amiry

Minggu, 18 Agustus 2024

Firqah Syi'ah [2]: Kapan Munculnya Syiah?
Kapan Munculnya Syiah?
 
Para ulama, baik dari kalangan Syiah maupun lainnya, memiliki perbedaan pendapat dalam menentukan kapan munculnya Syiah, tergantung pada ijtihad mereka masing-masing. Kami telah menjelaskan alasan perbedaan ini sebelumnya. Berikut ini adalah ringkasan dari berbagai pendapat tersebut:
 
1. Syiah muncul sejak awal, pada masa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam dan di bawah bimbingan beliau, di mana beliau menyeru kepada tauhid dan mendukung Ali secara bersamaan. Pendapat ini didukung oleh Muhammad Hussein Al-Zain, seorang ulama Syiah, dan lainnya. Pendapat ini juga disebutkan oleh Al-Nawbakhti dalam kitabnya tentang sekte-sekte Syiah, serta dikonfirmasi oleh Khomeini pada zaman kita sekarang. Bahkan, Hassan Al-Shirazi berpendapat:
 
إن الإسلام ليس سوى التشيع, والتشيع ليس سوى الإسلام، والإسلام والتشيع اسمان مترادفان لحقيقة واحدة أنزلها الله، وبشر بها الرسول صلى الله عليه وسلم
 
"Bahwa Islam tidak lain adalah Syiah, dan Syiah tidak lain adalah Islam, dan Islam dan Syiah adalah dua nama yang merujuk pada satu hakikat yang sama yang diturunkan oleh Allah dan disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam." (Al-Sya'air Al-Husainiyah, hal. 11)
 
2. Syiah muncul pada saat Pertempuran Jamal, ketika Ali berhadapan dengan Thalhah dan Zubair. Pendapat ini didukung oleh Ibnu Al-Nadim, yang mengklaim bahwa mereka yang bergabung dan mengikuti Ali mulai disebut sebagai "Syiah" sejak saat itu. (Al-Fihrist oleh Ibnu Al-Nadim, hal. 249)
 
3. Syiah muncul pada saat Pertempuran Siffin, ini adalah pendapat beberapa ulama Syiah seperti Al-Khunsari, Ibnu Hamzah, dan Abu Hatim. Pendapat ini juga didukung oleh ulama lain seperti Ibnu Hazm dan Ahmad Amin. (Al-Syi'ah wal-Tasyayyu', hal. 25)
 
4. Syiah muncul setelah terbunuhnya Al-Husain Radhiyallahu Anhu, pendapat ini didukung oleh Kamil Mustafa Al-Syaibi, seorang Syiah, yang mengklaim bahwa setelah terbunuhnya Al-Husain, Syiah mulai memiliki karakteristik yang khas. (Al-Shilah baina Al-Tashawwuf wal-Tasyayyu', hal. 23)
 
5. Syiah muncul pada akhir masa kekhalifahan Utsman dan semakin kuat pada masa kekhalifahan Ali Radhiyallahu Anhuma. (Risalah fi Al-Radd 'ala Al-Rafidah, hal. 42)
 
Pada kenyataannya, pendapat pertama yang dikemukakan oleh Syiah adalah spekulatif dan merupakan kebohongan yang nyata, yang tidak dapat diterima oleh akal dan logika. Sesungguhnya, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam diutus untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya, dari penyembahan berhala menuju tauhid, dan untuk menyatukan umat serta menghindari perpecahan. Al-Qur'an dan Sunnah penuh dengan ajakan kepada Allah dan larangan terhadap perpecahan. Muhammad Mahdi Al-Husseini Al-Shirazi berkata:
 
وقد سماهم بهذا الاسم رسول الله صلى الله عليه وسلم حيث قال مشيراً إلى علي عليه السلام: "هذا وشيعته هم الفائزون"
 
"Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menyebut mereka dengan nama ini, di mana beliau berkata sambil menunjuk kepada Ali: 'Ini dan Syiahnya adalah orang-orang yang beruntung.'" (Qadhiyyat Al-Syi'ah, hal. 3)
 
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq (24/333) dan oleh Ibnu Al-Ghathirif dalam kitabnya tentang Abu Sa'id Al-Khudri, dan hadits ini adalah hadits maudhu' (palsu).
 
Sehingga pendapat yang paling kuat dari berbagai pendapat tersebut adalah pendapat ketiga yaitu bahwa Syiah muncul setelah Pertempuran Siffin, ketika kaum Khawarij memisahkan diri dan berkelompok di Nahrawan. Kemudian, muncul para pengikut dan pendukung Ali, di mana gagasan Syiah mulai berkembang sedikit demi sedikit. Meskipun demikian, tampaknya tidak ada halangan untuk mengakui adanya kecenderungan dan dukungan kepada Imam Ali dan Ahlul Bait sebelum itu tetapi bukan dalam makna politik. Sesungguhnya, mereka bukanlah Syiah Ahlul Bait, melainkan musuh-musuh ahlul bait yang mengkhianati janji mereka dalam berbagai kesempatan.
 
Adapun klaim yang mengatakan bahwa istilah ini sudah umum digunakan pada masa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, atau bahwa Syiah sudah ada pada zamannya, dan bahwa para pengikut Syiah sudah ada pada waktu itu, tidak memiliki bukti yang kuat atau dalil yang jelas, sebagaimana dikatakan oleh Muhammad Al-Husain dalam Aslu Asy-Syi’ah wa Ushuluha:
 
إن أول من وضع بذرة التشيع في حقل الإسلام ـ هو نفس صاحب الشريعة ـ يعني أن بذرة التشيع وضعت مع بذرة الإسلام جنباً إلى جنب وسواء بسواء ولم يزل غارسها يتعاهدها بالسقي والعناية حتى نمت وازدهرت في حياته ثم أثمرت بعد وفاته
 
"Sesungguhnya orang yang pertama kali menanam benih Syiah dalam ladang Islam adalah pemilik syariat itu sendiri. Maksudnya, benih Syiah ditanam bersamaan dengan benih Islam, berdampingan satu sama lain, dan terus dirawat hingga tumbuh subur dalam kehidupannya dan berbuah setelah wafatnya." (Aslu Asy-Syi'ah wa Ushuluha, hal. 87)
 
Pendapat serupa juga dikemukakan oleh yang lain:
 
إن التشيع ظهر في أيام نبي الإسلام الأقدس الذي كان يغذي بأقواله عقيدة التشيع لعلي عليه السلام وأهل بيته ويمكنها في أذهان المسلمين ويأمر بها في مواطن كثيرة
 
"Bahwa Syiah muncul pada masa Nabi Islam yang mulia, yang melalui ucapannya, beliau mendukung dan menanamkan keyakinan Syiah kepada Ali dan Ahlul Bait di dalam benak umat Islam, dan sering kali memerintahkannya dalam beberapa kondisi." (Aslu Asy-Syi'ah wa Ushuluha, hal. 87)
 
Namun, Al-Muzhaffari, seorang Syiah, tidak menganggap hal ini cukup, maka ia berkata:
 
إن الدعوة إلى التشيع ابتدأت من اليوم الذي هتف فيه المنقذ الأعظم محمد صلوات الله عليه صارخاً بكلمة لا إله إلا الله في شعاب مكة وجبالها ... فكانت الدعوة للتشيع لأبي الحسن عليه السلام من صاحب الرسالة تمشي منه جنباً لجنب مع الدعوة للشهادتين
 
"Seruan kepada Syiah dimulai dari hari ketika penyelamat yang agung, Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, mengumandangkan kalimat 'La ilaha illallah' di lembah-lembah dan gunung-gunung Mekah... Seruan kepada Syiah untuk Abu Al-Hasan (Ali) Alaihissalam dari pemilik risalah itu berjalan beriringan dengan seruan kepada dua kalimat syahadat." (Tarikh Asy-Syi’ah, oleh Muhammad Husain Al-Muzhaffari, hal. 8-9)
 
Pernyataan tersebut jelas berlebihan dan tidak berdasar, karena jika demikian, maka artinya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam tidak menyeru kepada Islam, tauhid, dan persatuan, tetapi justru menyeru kepada perpecahan dan dukungan khusus kepada Ali. Ini seakan-akan menunjukkan bahwa, menurut klaim Al-Muzhaffari, Rasulullah menjadikan Ali sebagai sekutu dalam kenabiannya. Padahal, Al-Qur'an, yang dijaga oleh Allah, jelas-jelas penuh dengan seruan untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya, berpegang teguh kepada Al-Qur'an dan Sunnah, serta menjauhi perpecahan. Dan tidak mengajak kepada Ali.
 
Allah Azza wa Jalla berfirman:
 
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللهَ وَرَسُولَهُ وَلاَ تَوَلَّوْا عَنْهُ وَأَنتُمْ تَسْمَعُونَ
 
"Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling dari-Nya, sedang kamu mendengar (perintah-perintah-Nya)." (Al-Anfal: 20)
 
Allah juga berfirman:
 
أَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلَا تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ
 
"Taatilah Rasul dan janganlah kamu merusak amal-amalmu." (Muhammad: 33)
 
Allah berfirman:
 
مَا أَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا
 
"Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah." (Al-Hasyr: 7)
 
Allah juga berfirman:
 
وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءتْ مَصِيرًا
 
"Dan barangsiapa menentang Rasul setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan dia dalam kesesatan yang telah dipilihnya itu dan Kami masukkan dia ke dalam neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali." (An-Nisa: 115)
 
Allah berfirman:
 
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ
 
"Dan tidaklah pantas bagi laki-laki mukmin dan tidak pula bagi perempuan mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka." (Al-Ahzab: 36)
 
Allah juga berfirman:
 
فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّىَ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ
 
"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (An-Nisa: 65)
 
Allah berfirman:
 
وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُواْ وَاذْكُرُواْ نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاء فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا
 
"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara." (Ali Imran: 103)
 
Allah juga berfirman:
 
وَلاَ تَنَازَعُواْ فَتَفْشَلُواْ وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ
 
"Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu." (Al-Anfal: 46)
 
Allah berfirman:
 
وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ
 
"Dan sungguh, (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku." (Al-Mu’minun: 52)
 
Allah juga berfirman:
 
وَلاَ تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا
 
"Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan." (Ar-Rum: 31-32)
 
Allah berfirman:
 
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللهِ الإِسْلاَمُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوْتُواْ الْكِتَابَ إِلاَّ مِن بَعْدِ مَا جَاءهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَن يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللهِ فَإِنَّ اللهِ سَرِيعُ الْحِسَابِ
 
"Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali setelah ilmu datang kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barang siapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya." (Ali Imran: 19)
 
Allah juga berfirman:
 
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
 
"Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi." (Ali Imran: 85)
 
Dan akhirnya, Allah memberitahukan kepada seluruh alam semesta bahwa Dia tidak mengutus Nabi-Nya, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, sebagai penutup para nabi, kecuali dengan membawa risalah yang sama seperti yang dibawa oleh para nabi dan rasul sebelumnya. Allah memerintahkannya untuk mengatakan:
 
قُلْ مَا كُنتُ بِدْعًا مِّنَ الرُّسُلِ وَمَا أَدْرِي مَا يُفْعَلُ بِي وَلَا بِكُمْ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَى إِلَيَّ وَمَا أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ مُّبِينٌ
 
"Katakanlah, 'Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul, dan aku tidak tahu apa yang akan diperbuat terhadapku dan tidak (pula) terhadapmu. Aku tidak lain hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku, dan aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan yang jelas.'" (Al-Ahqaf: 9)
 
Allah juga berfirman:
 
شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ
 
"Dia telah mensyariatkan bagi kamu agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah-belah tentangnya." (Asy-Syura: 13)
 
Allah menjelaskan bahwa semua nabi sebelumnya diutus dengan misi yang sama:
 
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
 
"Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah Aku." (Al-Anbiya: 25)
 
Semua ini juga dijelaskan secara rinci dalam banyak ayat Al-Qur'an dan didukung oleh hadits-hadits shahih dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Namun, ada kelompok yang bertentangan dengan apa yang dijelaskan oleh Allah dan Rasul-Nya Shallallahu Alaihi Wasallam. Mereka mengklaim bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam diutus hanya untuk menyeru kepada Syiah, perpecahan, dan sekutu dalam ketuhanan dengan menjadikan Ali dan keturunannya sebagai sekutu dalam risalah dan ketaatan. Mereka mendukung klaim ini dengan riwayat-riwayat yang semuanya palsu, baik dari segi sanad maupun matan. Para perawi dari kalangan Syiah ini dikenal sebagai orang-orang yang sesat dan pembohong, dan riwayat-riwayat mereka tidak terdapat dalam kitab-kitab yang dapat dipercaya.
 
Akal sehat menuntut bahwa tujuan syariat bukan hanya untuk mengajarkan kecintaan kepada individu tertentu, yang dijadikan alasan untuk masuk surga dan selamat dari neraka. Al-Qur'an dengan tegas menolak pandangan ini, sebagaimana Allah berfirman:
 
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ
 
"Katakanlah, 'Jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.'" (Ali Imran: 31)
 
Maka ittiba’ (mengikuti nabi) yang sebenarnya hanyalah mereka yang beriman kepada Allah dan melakukan amal saleh sesuai dengan perintah Allah dan Nabi-Nya Shallallahu Alaihi Wasallam, serta menjauhi larangan Allah dan Rasul-Nya Shallallahu Alaihi Wasallam.
 
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
 
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُواْ وَعَمِلُواْ الصَّالِحَاتِ يَهْدِيهِمْ رَبُّهُمْ بِإِيمَانِهِمْ تَجْرِي مِن تَحْتِهِمُ الأَنْهَارُ فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ
 
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, Tuhan mereka akan memberi petunjuk kepada mereka karena iman mereka. Di bawah mereka mengalir sungai-sungai di dalam surga penuh kenikmatan." (Yunus: 9)
 
Allah Subhanahu Wa Ta'ala juga berfirman:
 
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْكَبِيرُ
 
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, itulah kemenangan yang besar." (Al-Buruj: 11)
 
Pandangan orang-orang tentang awal mula munculnya Syiah sendiri berbeda-beda. Imam Syiah, An-Nawbakhti, menyatakan bahwa Syiah baru muncul setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Beliau menulis, 'Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam wafat pada bulan Rabiul Awal tahun kesepuluh Hijriah dalam usia 63 tahun. Masa kenabian beliau berlangsung selama 23 tahun. Ibunya adalah Aminah binti Wahab bin Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah bin Ka'b bin Lu'ay bin Ghalib. Setelah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam wafat, umat Islam terpecah menjadi tiga kelompok. Salah satu kelompok disebut Syiah, mereka adalah pengikut Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu, dari merekalah semua golongan Syiah bermula. Kelompok kedua mengklaim kekuasaan dan kepemimpinan, mereka adalah kaum Ansar yang mengusulkan Sa'd bin Ubadah Al-Khazraji sebagai pemimpin. Sedangkan kelompok ketiga memilih untuk berbaiat kepada Abu Bakar bin Abi Quhafah, dengan alasan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam tidak menunjuk pengganti secara spesifik, sehingga urusan ini diserahkan kepada umat untuk memilih orang yang mereka ridhai. Sebagian dari mereka juga meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memerintahkan Abu Bakar untuk memimpin shalat pada malam wafatnya, sehingga mereka menjadikan hal ini sebagai bukti kelayakan Abu Bakar untuk menjadi khalifah. Mereka berkata,
 
رضيه النبي صلى الله عليه وآله لأمر ديننا ورضيناه لأمر دنيانا
 
"Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah meridhainya untuk urusan agama kita, maka kami pun meridhainya untuk urusan dunia kita."
 
Dengan alasan ini, mereka mengukuhkan kepemimpinan Abu Bakar. Terjadi perselisihan antara kelompok ini dan kaum Ansar yang akhirnya berujung pada pertemuan di Saqifah Bani Sa'idah, yang dihadiri oleh Abu Bakar, Umar, Abu Ubaidah bin Al-Jarrah, dan Mughirah bin Syu'bah Ats-Tsaqafi. Kaum Ansar mengusulkan Sa'd bin Ubadah Al-Khazraji sebagai pemimpin. Mereka berselisih sampai-sampai ada yang mengatakan,
 
منا أمير ومنكم أمير
 
"Dari kami seorang pemimpin, dan dari kalian juga seorang pemimpin." Namun, kelompok yang mendukung Abu Bakar membantah dengan mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: Para pemimpin harus berasal dari Quraisy (HR. Ahmad 3/129 atau no. 12329, An-Nasa'i dalam "As-Sunan Al-Kubra" 3/467, dan At-Tabarani dalam "Al-Mu'jam Al-Awsat" 6/357. Dari Anas Radhiyallahu Anhu. Ibnu Mulaqqin dalam "Al-Badr Al-Munir" 8/532 berkata: Para perawinya adalah perawi-perawi shahih. Al-Haitsami dalam "Majma' Az-Zawa'id" 5/195 berkata: Para perawi Ahmad adalah orang-orang terpercaya. Al-Iraqi dalam "Al-Mughni" 4/129 berkata: Sanadnya shahih. Ibnu Hajar dalam "Fathul Bari" 1/246 berkata: Hadits ini mutawatir, dan Al-Albani menshahihkannya dalam "Irwa' Al-Ghalil" 520.)
 
Akhirnya, kaum Ansar dan para pengikutnya setuju untuk mengakui Abu Bakar sebagai khalifah, kecuali beberapa orang yang tetap bersama Sa'd bin Ubadah dan keluarganya. Sa'd bin Ubadah akhirnya meninggalkan Madinah menuju Syam, di mana ia dibunuh di Hauran oleh orang Romawi. Ada juga yang mengatakan bahwa dia dibunuh oleh jin, dengan bukti sebuah syair yang mereka nisbatkan kepada jin:
 
قد قتلنا سيد الخزرج سعد بن عباده ... ورميناه بسهمين فلم نخطئ فؤاده
 
"Kami telah membunuh pemimpin Khazraj, Sa'd bin Ubadah... Kami melemparkan dua anak panah ke arahnya, dan kami tidak meleset dari jantungnya."
 
Namun, pendapat ini diperdebatkan karena tidak umum jin membunuh manusia dengan anak panah. Mayoritas besar umat akhirnya bersatu mendukung Abu Bakar dan Umar." (Firaq Asy-Syi’ah 23-24)
 
Adapun Ibnu Nadim yang bermazhab Syiah berpendapat bahwa terbentuknya Syiah baru terjadi pada hari terjadinya Perang Jamal, di mana dia berkata:
 
ولما خالف طلحة والزبير عليا رضي الله عنه وأبيا إلا الطلب بدم عثمان وقصدهما علي عليه السلام ليقاتلهما حتى يفيئا إلى أمر الله تسمى من اتبعه على ذلك باسم الشيعة
 
"Ketika Thalhah dan Zubair Radhiyallahu Anhuma menentang Ali Radhiyallahu Anhu dan menolak untuk menuntut darah Utsman, dan keduanya dituju oleh Ali untuk memerangi mereka sampai mereka kembali kepada perintah Allah, maka orang-orang yang mengikutinya dalam hal itu disebut dengan nama Syiah."
 
Sebagian dari mereka mengatakan: "Nama Syiah menjadi terkenal pada hari terjadinya Perang Shiffin." (Raudhatul Jannat oleh Khawansari hlm. 88)
 
Ibnu Hamzah, Abu Hatim, dan lainnya dari kalangan Syiah mengatakan hal yang serupa, dan ini mendukung apa yang kami yakini. Ibnu Hazm dalam Al-Fasl (Al-Fasl Fii Al-Milal 4/79) dari kalangan ulama terdahulu, serta Ahmad Amin (Fajr Al-Islam 8/266) dan banyak lainnya dari kalangan ulama kontemporer juga berpendapat demikian.
 
Seorang Syiah kontemporer berkata:
 
إن استقلال الاصطلاح الدال على التشيع إنما كان بعد مقتل الحسين حيث إن التشيع أصبح كياناً مميزاً له طابع خاص
 
"Bahwa istilah yang menunjukkan paham Syiah baru menjadi independen setelah terbunuhnya Husain, di mana Syiah menjadi entitas yang khas dengan karakteristik tertentu." (Hubungan antara Tasawuf dan Syiah oleh Kamal Mustafa al-Syaibi, hlm. 23)
 
Oleh karena itu, Muhsin al-Amin terpaksa mengatakan:
 
سواء كان إطلاق هذا الاسم في حياة الرسول صلى الله عليه وسلم أو بعد الجمل فالقول بتفضيل علي عليه السلام وموالاته الذي هو معنى التشيع كان موجوداً في عهد الرسول صلى الله عليه وسلم واستمر بعده إلى اليوم
 
"Apakah istilah ini digunakan pada masa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam atau setelah Perang Jamal, pendapat tentang keutamaan Ali dan loyalitas kepadanya yang merupakan makna Syiah sudah ada pada masa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan berlanjut hingga hari ini." (A'yan al-Shi'ah, bagian pertama, jilid pertama, hlm. 13)
 
Al-Muzhaffari berkata:
 
فكان التجاهر بالتشيع أيام عثمان
 
"Syiah mulai menampakkan diri secara terbuka pada masa Utsman." (Tarikh al-Shi'ah oleh Muhammad Husain al-Muzhaffari, hlm. 15)
 
Pendapat yang benar adalah bahwa nama-nama tidak ada sebelum hal-hal yang dinamakan itu ada[1], dan kelompok-kelompok tidak terbentuk sebelum terjadi perselisihan. Ketika perselisihan muncul, setiap pandangan diikuti oleh kelompok tertentu, dan terbentuklah berbagai kelompok dan faksi dengan nama-nama mereka masing-masing. Sebelum terbunuhnya Utsman Radhiyallahu Anhu dan sebelum munculnya dampak dari pembunuhannya, serta sebelum Ali Radhiyallahu Anhu diangkat menjadi khalifah, umat Islam tidak mengalami perselisihan besar atau fanatisme kelompok.
 
Setelah Ali menjadi khalifah, perbedaan pendapat mulai muncul. Sebagian orang mendukung Ali Radhiyallahu Anhu dan kelompoknya, sementara yang lain mendukung Thalhah, Zubair, dan kemudian Muawiyah serta pengikutnya. Di antara umat Islam terbentuk dua kelompok politik utama: pendukung Ali (Syiah Ali) dan pendukung Muawiyah (Syiah Muawiyah). Meski mereka berbeda pandangan tentang kepemimpinan, agama dan keyakinan mereka tetap sama.
 
Memang ada perselisihan sebelum syahidnya Utsman Radhiyallahu Anhu yang berujung pada pembunuhannya, tetapi perselisihan itu hanya terjadi antara para pemimpin Yahudi dan orang-orang yang tertipu oleh tipu daya Yahudi, sementara umat Islam dan pemimpin mereka tetap bersatu. Selain itu, ada juga perbedaan kecil yang segera diselesaikan dengan kembali kepada Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, sebagaimana firman Allah:
 
فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
 
"Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik dan lebih tepat." (QS. An-Nisa: 59)
 
Kesimpulannya, pada awalnya istilah "Syiah" tidak merujuk pada keyakinan atau ideologi tertentu, tetapi hanyalah kelompok politik yang mendukung Ali Radhiyallahu Anhu dan bukan Muawiyah Radhiyallahu Anhu. Setelah syahidnya Ali dan Hasan menyerahkan kekhalifahan kepada Muawiyah, mereka semua tunduk dan membaiat Muawiyah, seperti yang dilakukan oleh Hasan, Husain, dan komandan pasukan mereka, Qais bin Sa'd. Tidak ada perselisihan agama di antara mereka, tidak ada konflik suku, dan tidak ada fanatisme terhadap garis keturunan. Mereka tetap mengunjungi penguasa dan melaksanakan shalat di belakang mereka, sebagaimana Hasan dan Husain, putra-putra dari Ali dan Fatimah, yang juga mengunjungi Muawiyah.

Tag: Mausu'ah Al-Firaq

Abdurrahman Al-Amiry

Ahad 18 Agustus 2024 di Ma'had Imam Al-Albani, Prabumulih

[1] Nama mobil belum ada ketika bendanya belum muncul, namun ketika mobil sudah diciptakan maka Namanya pun baru muncul sebagai.Begitu pula dengan contoh-contoh yang lain. Maka mustahil nama syi'ah muncul untuk sebuah kelompok sedangkan wujud mereka belum ada.

Abdurrahman Al-Amiry adalah seorang penuntut ilmu dan pengkaji islam, serta mudir atau pimpinan ponpes Imam Al-Albani, Prabumulih, Sumsel. Keseharian beliau adalah mengajar dan berdakwah di jalan Allah. Beliau menghabiskan waktu paginya dengan mengajar para santri dan menghabiskan waktu malam dengan berdakwah lepas di berbagai masjid..

0 komentar:

Posting Komentar

Contact Me

Adress

Ma'had Imam Al-Albani, Prabumulih, Sumsel

Phone number

+62 89520172737 (Admin 'Lia')

Website

www.abdurrahmanalamiry.com