Firqah Syi'ah [2]: Kapan Munculnya Syiah?
Kapan Munculnya Syiah?
Para ulama, baik dari kalangan
Syiah maupun lainnya, memiliki perbedaan pendapat dalam menentukan kapan
munculnya Syiah, tergantung pada ijtihad mereka masing-masing. Kami telah
menjelaskan alasan perbedaan ini sebelumnya. Berikut ini adalah ringkasan dari
berbagai pendapat tersebut:
1. Syiah muncul sejak awal,
pada masa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam dan di bawah bimbingan beliau, di
mana beliau menyeru kepada tauhid dan mendukung Ali secara bersamaan. Pendapat
ini didukung oleh Muhammad Hussein Al-Zain, seorang ulama Syiah, dan lainnya.
Pendapat ini juga disebutkan oleh Al-Nawbakhti dalam kitabnya tentang
sekte-sekte Syiah, serta dikonfirmasi oleh Khomeini pada zaman kita sekarang.
Bahkan, Hassan Al-Shirazi berpendapat:
إن الإسلام ليس سوى التشيع,
والتشيع ليس سوى الإسلام، والإسلام والتشيع اسمان مترادفان لحقيقة واحدة أنزلها
الله، وبشر بها الرسول صلى الله عليه وسلم
"Bahwa Islam tidak lain
adalah Syiah, dan Syiah tidak lain adalah Islam, dan Islam dan Syiah adalah dua
nama yang merujuk pada satu hakikat yang sama yang diturunkan oleh Allah dan
disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam." (Al-Sya'air
Al-Husainiyah, hal. 11)
2. Syiah muncul pada saat
Pertempuran Jamal, ketika Ali berhadapan dengan Thalhah dan Zubair. Pendapat
ini didukung oleh Ibnu Al-Nadim, yang mengklaim bahwa mereka yang bergabung dan
mengikuti Ali mulai disebut sebagai "Syiah" sejak saat itu.
(Al-Fihrist oleh Ibnu Al-Nadim, hal. 249)
3. Syiah muncul pada saat
Pertempuran Siffin, ini adalah pendapat beberapa ulama Syiah seperti
Al-Khunsari, Ibnu Hamzah, dan Abu Hatim. Pendapat ini juga didukung oleh ulama
lain seperti Ibnu Hazm dan Ahmad Amin. (Al-Syi'ah wal-Tasyayyu', hal. 25)
4. Syiah muncul setelah
terbunuhnya Al-Husain Radhiyallahu Anhu, pendapat ini didukung oleh Kamil
Mustafa Al-Syaibi, seorang Syiah, yang mengklaim bahwa setelah terbunuhnya
Al-Husain, Syiah mulai memiliki karakteristik yang khas. (Al-Shilah baina
Al-Tashawwuf wal-Tasyayyu', hal. 23)
5. Syiah muncul pada akhir masa
kekhalifahan Utsman dan semakin kuat pada masa kekhalifahan Ali Radhiyallahu
Anhuma. (Risalah fi Al-Radd 'ala Al-Rafidah, hal. 42)
Pada kenyataannya, pendapat
pertama yang dikemukakan oleh Syiah adalah spekulatif dan merupakan kebohongan
yang nyata, yang tidak dapat diterima oleh akal dan logika. Sesungguhnya,
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam diutus untuk mengeluarkan manusia dari
kegelapan menuju cahaya, dari penyembahan berhala menuju tauhid, dan untuk menyatukan
umat serta menghindari perpecahan. Al-Qur'an dan Sunnah penuh dengan ajakan
kepada Allah dan larangan terhadap perpecahan. Muhammad Mahdi Al-Husseini
Al-Shirazi berkata:
وقد سماهم بهذا الاسم رسول الله
صلى الله عليه وسلم حيث قال مشيراً إلى علي عليه السلام: "هذا وشيعته هم
الفائزون"
"Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wasallam menyebut mereka dengan nama ini, di mana beliau berkata sambil
menunjuk kepada Ali: 'Ini dan Syiahnya adalah orang-orang yang
beruntung.'" (Qadhiyyat Al-Syi'ah, hal. 3)
Hadits ini diriwayatkan oleh
Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq (24/333) dan oleh Ibnu Al-Ghathirif dalam
kitabnya tentang Abu Sa'id Al-Khudri, dan hadits ini adalah hadits maudhu'
(palsu).
Sehingga pendapat yang paling
kuat dari berbagai pendapat tersebut adalah pendapat ketiga yaitu bahwa Syiah muncul
setelah Pertempuran Siffin, ketika kaum Khawarij memisahkan diri dan
berkelompok di Nahrawan. Kemudian, muncul para pengikut dan pendukung Ali, di
mana gagasan Syiah mulai berkembang sedikit demi sedikit. Meskipun demikian,
tampaknya tidak ada halangan untuk mengakui adanya kecenderungan dan dukungan
kepada Imam Ali dan Ahlul Bait sebelum itu tetapi bukan dalam makna politik.
Sesungguhnya, mereka bukanlah Syiah Ahlul Bait, melainkan musuh-musuh ahlul
bait yang mengkhianati janji mereka dalam berbagai kesempatan.
Adapun klaim yang mengatakan
bahwa istilah ini sudah umum digunakan pada masa Nabi Shallallahu Alaihi
Wasallam, atau bahwa Syiah sudah ada pada zamannya, dan bahwa para pengikut
Syiah sudah ada pada waktu itu, tidak memiliki bukti yang kuat atau dalil yang
jelas, sebagaimana dikatakan oleh Muhammad Al-Husain dalam Aslu Asy-Syi’ah wa
Ushuluha:
إن أول من وضع بذرة التشيع في
حقل الإسلام ـ هو نفس صاحب الشريعة ـ يعني أن بذرة التشيع وضعت مع بذرة الإسلام
جنباً إلى جنب وسواء بسواء ولم يزل غارسها يتعاهدها بالسقي والعناية حتى نمت
وازدهرت في حياته ثم أثمرت بعد وفاته
"Sesungguhnya orang yang
pertama kali menanam benih Syiah dalam ladang Islam adalah pemilik syariat itu
sendiri. Maksudnya, benih Syiah ditanam bersamaan dengan benih Islam,
berdampingan satu sama lain, dan terus dirawat hingga tumbuh subur dalam
kehidupannya dan berbuah setelah wafatnya." (Aslu Asy-Syi'ah wa Ushuluha,
hal. 87)
Pendapat serupa juga
dikemukakan oleh yang lain:
إن التشيع ظهر في أيام نبي
الإسلام الأقدس الذي كان يغذي بأقواله عقيدة التشيع لعلي عليه السلام وأهل بيته
ويمكنها في أذهان المسلمين ويأمر بها في مواطن كثيرة
"Bahwa Syiah muncul pada
masa Nabi Islam yang mulia, yang melalui ucapannya, beliau mendukung dan
menanamkan keyakinan Syiah kepada Ali dan Ahlul Bait di dalam benak umat Islam,
dan sering kali memerintahkannya dalam beberapa kondisi." (Aslu Asy-Syi'ah
wa Ushuluha, hal. 87)
Namun, Al-Muzhaffari, seorang
Syiah, tidak menganggap hal ini cukup, maka ia berkata:
إن الدعوة إلى التشيع ابتدأت من
اليوم الذي هتف فيه المنقذ الأعظم محمد صلوات الله عليه صارخاً بكلمة لا إله إلا
الله في شعاب مكة وجبالها ... فكانت الدعوة للتشيع لأبي الحسن عليه السلام من صاحب
الرسالة تمشي منه جنباً لجنب مع الدعوة للشهادتين
"Seruan kepada Syiah
dimulai dari hari ketika penyelamat yang agung, Muhammad Shallallahu Alaihi
Wasallam, mengumandangkan kalimat 'La ilaha illallah' di lembah-lembah dan
gunung-gunung Mekah... Seruan kepada Syiah untuk Abu Al-Hasan (Ali) Alaihissalam
dari pemilik risalah itu berjalan beriringan dengan seruan kepada dua kalimat
syahadat." (Tarikh Asy-Syi’ah, oleh Muhammad Husain Al-Muzhaffari, hal.
8-9)
Pernyataan tersebut jelas
berlebihan dan tidak berdasar, karena jika demikian, maka artinya Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam tidak menyeru kepada Islam, tauhid, dan persatuan,
tetapi justru menyeru kepada perpecahan dan dukungan khusus kepada Ali. Ini
seakan-akan menunjukkan bahwa, menurut klaim Al-Muzhaffari, Rasulullah
menjadikan Ali sebagai sekutu dalam kenabiannya. Padahal, Al-Qur'an, yang
dijaga oleh Allah, jelas-jelas penuh dengan seruan untuk taat kepada Allah dan
Rasul-Nya, berpegang teguh kepada Al-Qur'an dan Sunnah, serta menjauhi
perpecahan. Dan tidak mengajak kepada Ali.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ
أَطِيعُواْ اللهَ وَرَسُولَهُ وَلاَ تَوَلَّوْا عَنْهُ وَأَنتُمْ تَسْمَعُونَ
"Wahai orang-orang yang
beriman! Taatilah Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling dari-Nya,
sedang kamu mendengar (perintah-perintah-Nya)." (Al-Anfal: 20)
Allah juga berfirman:
أَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلَا
تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ
"Taatilah Rasul dan
janganlah kamu merusak amal-amalmu." (Muhammad: 33)
Allah berfirman:
مَا أَتَاكُمُ الرَّسُولُ
فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا
"Apa yang diberikan Rasul
kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka
tinggalkanlah." (Al-Hasyr: 7)
Allah juga berfirman:
وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن
بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ
نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءتْ مَصِيرًا
"Dan barangsiapa menentang
Rasul setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan
orang-orang mukmin, Kami biarkan dia dalam kesesatan yang telah dipilihnya itu
dan Kami masukkan dia ke dalam neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk
tempat kembali." (An-Nisa: 115)
Allah berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا
مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ
الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ
"Dan tidaklah pantas bagi
laki-laki mukmin dan tidak pula bagi perempuan mukmin, apabila Allah dan
Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang
lain) tentang urusan mereka." (Al-Ahzab: 36)
Allah juga berfirman:
فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ
حَتَّىَ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ فِي
أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ
"Maka demi Tuhanmu, mereka
(pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam
perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam
hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya." (An-Nisa: 65)
Allah berfirman:
وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللهِ
جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُواْ وَاذْكُرُواْ نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ
أَعْدَاء فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا
"Dan berpeganglah kamu
semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan
ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah)
bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena
nikmat Allah orang-orang yang bersaudara." (Ali Imran: 103)
Allah juga berfirman:
وَلاَ تَنَازَعُواْ
فَتَفْشَلُواْ وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ
"Dan janganlah kamu
berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang
kekuatanmu." (Al-Anfal: 46)
Allah berfirman:
وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ
أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ
"Dan sungguh, (agama
tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu,
maka bertakwalah kepada-Ku." (Al-Mu’minun: 52)
Allah juga berfirman:
وَلاَ تَكُونُوا مِنَ
الْمُشْرِكِينَ مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا
"Dan janganlah kamu
termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang
memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan." (Ar-Rum:
31-32)
Allah berfirman:
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللهِ
الإِسْلاَمُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوْتُواْ الْكِتَابَ إِلاَّ مِن بَعْدِ
مَا جَاءهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَن يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللهِ فَإِنَّ
اللهِ سَرِيعُ الْحِسَابِ
"Sesungguhnya agama (yang
diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang
telah diberi Al-Kitab kecuali setelah ilmu datang kepada mereka, karena
kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barang siapa ingkar terhadap ayat-ayat
Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya." (Ali Imran: 19)
Allah juga berfirman:
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ
الإِسْلاَمِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ
الْخَاسِرِينَ
"Barang siapa mencari
agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)
darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi." (Ali Imran:
85)
Dan akhirnya, Allah
memberitahukan kepada seluruh alam semesta bahwa Dia tidak mengutus Nabi-Nya,
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, sebagai penutup para nabi, kecuali
dengan membawa risalah yang sama seperti yang dibawa oleh para nabi dan rasul
sebelumnya. Allah memerintahkannya untuk mengatakan:
قُلْ مَا كُنتُ بِدْعًا مِّنَ
الرُّسُلِ وَمَا أَدْرِي مَا يُفْعَلُ بِي وَلَا بِكُمْ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا
يُوحَى إِلَيَّ وَمَا أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ مُّبِينٌ
"Katakanlah, 'Aku bukanlah
rasul yang pertama di antara rasul-rasul, dan aku tidak tahu apa yang akan
diperbuat terhadapku dan tidak (pula) terhadapmu. Aku tidak lain hanyalah
mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku, dan aku tidak lain hanyalah pemberi
peringatan yang jelas.'" (Al-Ahqaf: 9)
Allah juga berfirman:
شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَا
وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ
إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا
فِيهِ
"Dia telah mensyariatkan
bagi kamu agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami
wahyukan kepadamu, dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan
Isa, yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah-belah
tentangnya." (Asy-Syura: 13)
Allah menjelaskan bahwa semua
nabi sebelumnya diutus dengan misi yang sama:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ
مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا
فَاعْبُدُونِ
"Dan Kami tidak mengutus
seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak
ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah Aku."
(Al-Anbiya: 25)
Semua ini juga dijelaskan
secara rinci dalam banyak ayat Al-Qur'an dan didukung oleh hadits-hadits shahih
dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Namun, ada kelompok yang
bertentangan dengan apa yang dijelaskan oleh Allah dan Rasul-Nya Shallallahu
Alaihi Wasallam. Mereka mengklaim bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam
diutus hanya untuk menyeru kepada Syiah, perpecahan, dan sekutu dalam ketuhanan
dengan menjadikan Ali dan keturunannya sebagai sekutu dalam risalah dan
ketaatan. Mereka mendukung klaim ini dengan riwayat-riwayat yang semuanya
palsu, baik dari segi sanad maupun matan. Para perawi dari kalangan Syiah ini
dikenal sebagai orang-orang yang sesat dan pembohong, dan riwayat-riwayat
mereka tidak terdapat dalam kitab-kitab yang dapat dipercaya.
Akal sehat menuntut bahwa
tujuan syariat bukan hanya untuk mengajarkan kecintaan kepada individu
tertentu, yang dijadikan alasan untuk masuk surga dan selamat dari neraka.
Al-Qur'an dengan tegas menolak pandangan ini, sebagaimana Allah berfirman:
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ
اللهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ
"Katakanlah, 'Jika kamu
benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihi dan
mengampuni dosa-dosamu.'" (Ali Imran: 31)
Maka ittiba’ (mengikuti nabi)
yang sebenarnya hanyalah mereka yang beriman kepada Allah dan melakukan amal
saleh sesuai dengan perintah Allah dan Nabi-Nya Shallallahu Alaihi Wasallam,
serta menjauhi larangan Allah dan Rasul-Nya Shallallahu Alaihi Wasallam.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala
berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُواْ
وَعَمِلُواْ الصَّالِحَاتِ يَهْدِيهِمْ رَبُّهُمْ بِإِيمَانِهِمْ تَجْرِي مِن
تَحْتِهِمُ الأَنْهَارُ فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ
"Sesungguhnya orang-orang
yang beriman dan beramal saleh, Tuhan mereka akan memberi petunjuk kepada
mereka karena iman mereka. Di bawah mereka mengalir sungai-sungai di dalam
surga penuh kenikmatan." (Yunus: 9)
Allah Subhanahu Wa Ta'ala juga
berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا
وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ
ذَلِكَ الْفَوْزُ الْكَبِيرُ
"Sesungguhnya orang-orang
yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka surga yang di bawahnya mengalir
sungai-sungai, itulah kemenangan yang besar." (Al-Buruj: 11)
Pandangan orang-orang tentang
awal mula munculnya Syiah sendiri berbeda-beda. Imam Syiah, An-Nawbakhti,
menyatakan bahwa Syiah baru muncul setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wasallam. Beliau menulis, 'Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam wafat
pada bulan Rabiul Awal tahun kesepuluh Hijriah dalam usia 63 tahun. Masa
kenabian beliau berlangsung selama 23 tahun. Ibunya adalah Aminah binti Wahab
bin Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah bin Ka'b bin Lu'ay bin Ghalib.
Setelah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam wafat, umat Islam terpecah
menjadi tiga kelompok. Salah satu kelompok disebut Syiah, mereka adalah pengikut
Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu, dari merekalah semua golongan Syiah
bermula. Kelompok kedua mengklaim kekuasaan dan kepemimpinan, mereka adalah
kaum Ansar yang mengusulkan Sa'd bin Ubadah Al-Khazraji sebagai pemimpin.
Sedangkan kelompok ketiga memilih untuk berbaiat kepada Abu Bakar bin Abi
Quhafah, dengan alasan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam tidak
menunjuk pengganti secara spesifik, sehingga urusan ini diserahkan kepada umat
untuk memilih orang yang mereka ridhai. Sebagian dari mereka juga meriwayatkan
bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memerintahkan Abu Bakar untuk
memimpin shalat pada malam wafatnya, sehingga mereka menjadikan hal ini sebagai
bukti kelayakan Abu Bakar untuk menjadi khalifah. Mereka berkata,
رضيه النبي صلى الله عليه وآله
لأمر ديننا ورضيناه لأمر دنيانا
"Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wasallam telah meridhainya untuk urusan agama kita, maka kami pun
meridhainya untuk urusan dunia kita."
Dengan alasan ini, mereka
mengukuhkan kepemimpinan Abu Bakar. Terjadi perselisihan antara kelompok ini
dan kaum Ansar yang akhirnya berujung pada pertemuan di Saqifah Bani Sa'idah,
yang dihadiri oleh Abu Bakar, Umar, Abu Ubaidah bin Al-Jarrah, dan Mughirah bin
Syu'bah Ats-Tsaqafi. Kaum Ansar mengusulkan Sa'd bin Ubadah Al-Khazraji sebagai
pemimpin. Mereka berselisih sampai-sampai ada yang mengatakan,
منا أمير ومنكم أمير
"Dari kami seorang
pemimpin, dan dari kalian juga seorang pemimpin." Namun, kelompok yang
mendukung Abu Bakar membantah dengan mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wasallam bersabda: Para pemimpin harus berasal dari Quraisy (HR. Ahmad
3/129 atau no. 12329, An-Nasa'i dalam "As-Sunan Al-Kubra" 3/467, dan
At-Tabarani dalam "Al-Mu'jam Al-Awsat" 6/357. Dari Anas Radhiyallahu
Anhu. Ibnu Mulaqqin dalam "Al-Badr Al-Munir" 8/532 berkata: Para
perawinya adalah perawi-perawi shahih. Al-Haitsami dalam "Majma'
Az-Zawa'id" 5/195 berkata: Para perawi Ahmad adalah orang-orang
terpercaya. Al-Iraqi dalam "Al-Mughni" 4/129 berkata: Sanadnya
shahih. Ibnu Hajar dalam "Fathul Bari" 1/246 berkata: Hadits ini
mutawatir, dan Al-Albani menshahihkannya dalam "Irwa' Al-Ghalil"
520.)
Akhirnya, kaum Ansar dan para
pengikutnya setuju untuk mengakui Abu Bakar sebagai khalifah, kecuali beberapa
orang yang tetap bersama Sa'd bin Ubadah dan keluarganya. Sa'd bin Ubadah
akhirnya meninggalkan Madinah menuju Syam, di mana ia dibunuh di Hauran oleh
orang Romawi. Ada juga yang mengatakan bahwa dia dibunuh oleh jin, dengan bukti
sebuah syair yang mereka nisbatkan kepada jin:
قد قتلنا سيد الخزرج سعد بن
عباده ... ورميناه بسهمين فلم نخطئ فؤاده
"Kami telah membunuh
pemimpin Khazraj, Sa'd bin Ubadah... Kami melemparkan dua anak panah ke
arahnya, dan kami tidak meleset dari jantungnya."
Namun, pendapat ini
diperdebatkan karena tidak umum jin membunuh manusia dengan anak panah.
Mayoritas besar umat akhirnya bersatu mendukung Abu Bakar dan Umar."
(Firaq Asy-Syi’ah 23-24)
Adapun Ibnu Nadim yang
bermazhab Syiah berpendapat bahwa terbentuknya Syiah baru terjadi pada hari
terjadinya Perang Jamal, di mana dia berkata:
ولما خالف طلحة والزبير عليا رضي
الله عنه وأبيا إلا الطلب بدم عثمان وقصدهما علي عليه السلام ليقاتلهما حتى يفيئا
إلى أمر الله تسمى من اتبعه على ذلك باسم الشيعة
"Ketika Thalhah dan Zubair
Radhiyallahu Anhuma menentang Ali Radhiyallahu Anhu dan menolak untuk menuntut
darah Utsman, dan keduanya dituju oleh Ali untuk memerangi mereka sampai mereka
kembali kepada perintah Allah, maka orang-orang yang mengikutinya dalam hal itu
disebut dengan nama Syiah."
Sebagian dari mereka
mengatakan: "Nama Syiah menjadi terkenal pada hari terjadinya Perang
Shiffin." (Raudhatul Jannat oleh Khawansari hlm. 88)
Ibnu Hamzah, Abu Hatim, dan
lainnya dari kalangan Syiah mengatakan hal yang serupa, dan ini mendukung apa
yang kami yakini. Ibnu Hazm dalam Al-Fasl (Al-Fasl Fii Al-Milal 4/79) dari
kalangan ulama terdahulu, serta Ahmad Amin (Fajr Al-Islam 8/266) dan banyak
lainnya dari kalangan ulama kontemporer juga berpendapat demikian.
Seorang Syiah kontemporer
berkata:
إن استقلال الاصطلاح الدال على
التشيع إنما كان بعد مقتل الحسين حيث إن التشيع أصبح كياناً مميزاً له طابع خاص
"Bahwa istilah yang
menunjukkan paham Syiah baru menjadi independen setelah terbunuhnya Husain, di
mana Syiah menjadi entitas yang khas dengan karakteristik tertentu."
(Hubungan antara Tasawuf dan Syiah oleh Kamal Mustafa al-Syaibi, hlm. 23)
Oleh karena itu, Muhsin al-Amin
terpaksa mengatakan:
سواء كان إطلاق هذا الاسم في
حياة الرسول صلى الله عليه وسلم أو بعد الجمل فالقول بتفضيل علي عليه السلام
وموالاته الذي هو معنى التشيع كان موجوداً في عهد الرسول صلى الله عليه وسلم
واستمر بعده إلى اليوم
"Apakah istilah ini
digunakan pada masa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam atau setelah Perang
Jamal, pendapat tentang keutamaan Ali dan loyalitas kepadanya yang merupakan
makna Syiah sudah ada pada masa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan
berlanjut hingga hari ini." (A'yan al-Shi'ah, bagian pertama, jilid
pertama, hlm. 13)
Al-Muzhaffari berkata:
فكان التجاهر بالتشيع أيام عثمان
"Syiah mulai menampakkan
diri secara terbuka pada masa Utsman." (Tarikh al-Shi'ah oleh Muhammad
Husain al-Muzhaffari, hlm. 15)
Pendapat yang benar adalah
bahwa nama-nama tidak ada sebelum hal-hal yang dinamakan itu ada[1],
dan kelompok-kelompok tidak terbentuk sebelum terjadi perselisihan. Ketika
perselisihan muncul, setiap pandangan diikuti oleh kelompok tertentu, dan
terbentuklah berbagai kelompok dan faksi dengan nama-nama mereka masing-masing.
Sebelum terbunuhnya Utsman Radhiyallahu Anhu dan sebelum munculnya dampak dari
pembunuhannya, serta sebelum Ali Radhiyallahu Anhu diangkat menjadi khalifah,
umat Islam tidak mengalami perselisihan besar atau fanatisme kelompok.
Setelah Ali menjadi khalifah,
perbedaan pendapat mulai muncul. Sebagian orang mendukung Ali Radhiyallahu Anhu
dan kelompoknya, sementara yang lain mendukung Thalhah, Zubair, dan kemudian
Muawiyah serta pengikutnya. Di antara umat Islam terbentuk dua kelompok politik
utama: pendukung Ali (Syiah Ali) dan pendukung Muawiyah (Syiah Muawiyah). Meski
mereka berbeda pandangan tentang kepemimpinan, agama dan keyakinan mereka tetap
sama.
Memang ada perselisihan sebelum
syahidnya Utsman Radhiyallahu Anhu yang berujung pada pembunuhannya, tetapi
perselisihan itu hanya terjadi antara para pemimpin Yahudi dan orang-orang yang
tertipu oleh tipu daya Yahudi, sementara umat Islam dan pemimpin mereka tetap bersatu.
Selain itu, ada juga perbedaan kecil yang segera diselesaikan dengan kembali
kepada Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam,
sebagaimana firman Allah:
فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ
فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ
الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
"Jika kamu berbeda
pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya, jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik dan lebih tepat."
(QS. An-Nisa: 59)
Kesimpulannya, pada awalnya
istilah "Syiah" tidak merujuk pada keyakinan atau ideologi tertentu,
tetapi hanyalah kelompok politik yang mendukung Ali Radhiyallahu Anhu dan bukan
Muawiyah Radhiyallahu Anhu. Setelah syahidnya Ali dan Hasan menyerahkan
kekhalifahan kepada Muawiyah, mereka semua tunduk dan membaiat Muawiyah,
seperti yang dilakukan oleh Hasan, Husain, dan komandan pasukan mereka, Qais
bin Sa'd. Tidak ada perselisihan agama di antara mereka, tidak ada konflik
suku, dan tidak ada fanatisme terhadap garis keturunan. Mereka tetap
mengunjungi penguasa dan melaksanakan shalat di belakang mereka, sebagaimana
Hasan dan Husain, putra-putra dari Ali dan Fatimah, yang juga
mengunjungi Muawiyah.
Tag: Mausu'ah Al-Firaq
Abdurrahman Al-Amiry
Ahad 18 Agustus 2024 di Ma'had Imam Al-Albani, Prabumulih
[1] Nama mobil belum ada ketika bendanya belum muncul, namun ketika mobil sudah diciptakan maka Namanya pun baru muncul sebagai.Begitu pula dengan contoh-contoh yang lain. Maka mustahil nama syi'ah muncul untuk sebuah kelompok sedangkan wujud mereka belum ada.
[1] Nama mobil belum ada ketika bendanya belum muncul, namun ketika mobil sudah diciptakan maka Namanya pun baru muncul sebagai.Begitu pula dengan contoh-contoh yang lain. Maka mustahil nama syi'ah muncul untuk sebuah kelompok sedangkan wujud mereka belum ada.

0 komentar:
Posting Komentar