Abdurrahman Al-Amiry

Abdurrahman Al-Amiry

Abdurrahman Al-Amiry

Abdurrahman Al-Amiry

Abdurrahman Al-Amiry

Senin, 25 Maret 2024

Tidak Ada Imsak Sebelum Adzan Subuh

Ada salah satu ucapan dari seorang kiyai yang mengkritik pendapat akan bid’ahnya penentuan waktu imsak sebelum adzan subuh ketika puasa. Ketika itu, beliau mengomentari pendapat ustadz Khalid Basalamah -hafidzahullah-.

Sang kiyai berkata: “Tiap ramadhan selalu muncul pernyatan ustaz-ustaz Salafi yang membid’ahkan Imsak. Hal ini berawal dari Fatwa Syekh Utsaimin. Tapi memang para pengikutnya di Indonesia kurang baca kitab-kitab sesama mereka, akhirnya kebenaran hanya dianggap datang dari 1 Syekh saja.”

Di akhir tulisan, sang Kiyai berkata: “Dalil imsak ada ustaz. Anda saja yang tidak tahu”.

(Selesai)

Di sini saya akan uraikan jawaban dari pernyataan Kiyai dengan beberapa point:

1.Ucapan kiyai: “Hal ini berawal dari Fatwa Syekh Utsaimin. Tapi memang para pengikutnya di Indonesia kurang baca kitab-kitab sesama mereka.”

Jawab: Sang Kiyai tidaklah tepat, sebab pendapat bid’ahnya menentukan waktu imsak sebelum adzan subuh sudah ada sebelum syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah hidup. Karena ibnu Hajar al-Asqalani -rahimahullah- sudah berpendapat hal yang sama sebelum itu.

Ibnu Hajar berkata:

مِنَ ‌الْبِدَعِ ‌الْمُنْكَرَةِ ‌مَا ‌أُحْدِثَ ‌فِي ‌هَذَا ‌الزَّمَانِ ‌مِنْ ‌إِيقَاعِ ‌الْأَذَانِ الثَّانِي قَبْلَ الْفَجْرِ بِنَحْوِ ثُلُثِ سَاعَةٍ فِي رَمَضَانَ وَإِطْفَاءِ الْمَصَابِيحِ الَّتِي جُعِلَتْ عَلَامَةً لِتَحْرِيمِ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ عَلَى مَنْ يُرِيدُ الصِّيَامَ زَعْمًا مِمَّنْ أَحْدَثَهُ أَنَّهُ لِلِاحْتِيَاطِ فِي الْعِبَادَةِ وَلَا يَعْلَمُ بِذَلِكَ إِلَّا آحَادُ النَّاسِ وَقَدْ جَرَّهُمْ ذَلِكَ إِلَى أَنْ صَارُوا لَا يُؤَذِّنُونَ إِلَّا بَعْدَ الْغُرُوبِ بِدَرَجَةٍ لِتَمْكِينِ الْوَقْتِ زَعَمُوا فَأَخَّرُوا الْفِطْرَ وَعَجَّلُوا السُّحُورَ وَخَالَفُوا السُّنَّةَ فَلِذَلِكَ قَلَّ عَنْهُمُ الْخَيْر وَكثير فِيهِمُ الشَّرُّ وَاللَّهُ الْمُسْتَعَانُ

“Termasuk bid’ah yang munkar adalah apa yang dibuat pada zaman ini. Yaitu diberlakukannya adzan kedua sebelum terbitnya fajar dengan perkiraan waktu 20 menit di bulan ramadhan dan mematikan pencahayaan lampu-lampu (lentera) yang dijadikan sebagai tanda akan haramnya makan dan minum untuk orang yang hendak berpuasa dengan klaim mereka untuk menjaga-jaga di dalam ibadah. Dan hal itu tidaklah dikenal kecuali dari individu-individu manusia tertentu saja. Hal itu pun yang membuat mereka terjerat untuk tidak adzan maghrib kecuali setelah matahari terbenam sampai batas waktu tertentu yang mereka klaim. Sehingga mereka mengakhirkan berbuka puasa dan menyegerakan sahur. Dan akhirnya mereka menyelisihi sunnah. Sehingga dengan sebab itu, sedikit kebaikan pada mereka dan banyak keburukan pada diri mereka. Allahul musta’an” (Fathu al-Bari 4/199)

Jadi pendapat ini pun sudah ada dari imam ibnu Hajar -rahimahullah-, bukan dibuat oleh syaikh ibnu Utsaimin ataupun ustadz Khalid Basalamah.

2. Ucapan kiyai: “Tapi memang para pengikutnya di Indonesia kurang baca kitab-kitab. Dalil imsak ada ustaz. Anda saja yang tidak tahu”

Jawab: Terlalu naif ketika seorang berbeda pendapat kemudian mengatakan: “Anda saja yang tidak tahu.” Atau dengan ucapan: “Anda saja yang kurang baca kitab-kitab”. Hal ini tidak selaras dengan adab ketika menyikapi perbedaan pendapat dalam fiqh.

Cukup bagi seorang mengungkap hujjah-hujjah tanpa mengatakan: “Anda saja yang tidak tahu atau malas baca”. Karena jika hal ini dibalikkan, dengan dikatakan kepada Kiyai: “Anda saja yang tidak tahu dengan pendapat ibnu Hajar, dll.” Tentu ini sangat tidak layak dan tidak sesuai dengan adab penuntut ilmu. Karena para asatidzah semua banyak baca, terlalu tak elok klaim diri pribadi adalah orang yang banyak baca namun yang lain tidak.

3. Ketika ustadz Khalid Basalamah -hafidzahullah- mengatakan bahwa tidak ada imsak sebelum subuh ketika hendak puasa, maka benar apa yang beliau sampaikan. Karena hal ini sesuai dengan hadits-hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang menentukan waktu dilarangnya makan dan minum adalah permulaan adzan subuh, bukan waktu imsak.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا أَذَّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا، وَإِذَا أَذَّنَ بِلَالٌ فَلَا تَأْكُلُوا وَلَا تَشْرَبُوا

"Jika ibnu ummi Maktum adzan, maka silakan makan dan minum, yakni ketika adzan pertama. Dan jika Bilal adzan, maka jangan kalian makan dan minum, yakni adzan kedua.” (HR. Ahmad; Shahih)

Di hadits di atas, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sudah menentukan waktu larangan makan dan minum adalah ketika adzan subuh berkumandang, bukan di waktu imsak sebelum itu.

Kemudian hal ini sudah menjadi kesepakatan para ulama. Ibnu Abdil Barr -rahimahullah- berkata:

والنَّهارُ الذي يجِبُ صيامُه: من طلوعِ الفَجرِ إلى غروبِ الشَّمسِ، على هذا إجماعُ عُلَماءِ المُسلمينَ، فلا وَجْهَ للكلامِ فيه

"Dan permulaan waktu wajibnya puasa adalah dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. Dan pendapat inilah yang dipegang oleh ijma’ (kesepakatan) seluruh para ulama kaum muslimin. Maka tidak ada lagi segi untuk mengomentari hal tersebut.” (At-Tamhid: 10/62)

4. Sehingga maksud dari hadits yang disebutkan kiyai, dari Zaid bin Tsabit ia berkata:

تَسَحَّرْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ. قُلْتُ : كَمْ كَانَ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالسَّحُورِ ؟ قَالَ : قَدْرُ خَمْسِينَ آيَةً.

“Kami pernah sahur bersama nabi kemudian beliau berangkat untuk shalat.” Aku (Anas bin Malik) berkata: “Berapa jarak antara adzan dengan sahur beliau?” Zaid berkata: Sekitar bacaan 50 ayat.” (HR. Bukhari Muslim)

Yang dimaksud pada hadits di atas adalah justru jarak waktu permulaan sahur nabi hingga adzan subuh. Bukan jarak waktu imsak nabi hingga waktu subuh. Dan ini sudah sangat jelas sekali. Sebagaimana ini ditafsirkan oleh hadits nabi yang lain yang disebutkan Aisyah radhiyallahu anha:

ثَلَاثَةٌ مِنَ النُّبُوَّةِ: تَعْجِيلُ الْإِفْطَارِ , وَتَأْخِيرُ السَّحُورِ , وَوَضْعُ الْيَدِ الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى فِي الصَّلَاةِ

“Ada 3 hal dari akhlak nabi: menyegerakan buka puasa, dan menunda sahur, serta meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri ketika shalat” (HR. Baihaqi: Shahih)

Sehingga, memang yang dimaksud di dalam hadits yang dibawa oleh kiyai adalah justru anjuran kita menunda sahur bukan menyegerakan sahur dengan batas imsak.

Semoga hal ini bermanfaat, baarakallahu fiikum. Wa shallallahu alaa nabiyyinaa Muhammad.

Semoga hal ini bermanfaat, baarakallahu fiikum.

Abdurrahman Al-Amiry

25 Maret 2024, di Ma’had Imam Al-Albani

Artikel: www.abdurrahmanalamiry.com

Abdurrahman Al-Amiry adalah seorang penuntut ilmu dan pengkaji islam, serta mudir atau pimpinan ponpes Imam Al-Albani, Prabumulih, Sumsel. Keseharian beliau adalah mengajar dan berdakwah di jalan Allah. Beliau menghabiskan waktu paginya dengan mengajar para santri dan menghabiskan waktu malam dengan berdakwah lepas di berbagai masjid..

4 komentar:

  1. بارك الله فيكم أستاذ

    BalasHapus
  2. Mantap ustadz,bantah terus yg salah dalam agama, biar jadi pelajaran untuk seluruh manusia. Jazaakumullaahu khoiron

    BalasHapus

Contact Me

Adress

Ma'had Imam Al-Albani, Prabumulih, Sumsel

Phone number

+62 89520172737 (Admin 'Lia')

Website

www.abdurrahmanalamiry.com